Berawal dari pertanyaan peserta brevet pajak saat latihan pengelompokan jenis penghasilan sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1),Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (3) UU Pajak Penghasilan. Penghasilan yang diterima oleh yayasan pendidikan swasta berupa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masuk kelompok mana?

Maka perlulah kiranya penulis menginformasikan aspek perpajakan sehubungan dengan dana BOS menurut ruling yang ada, semoga tulisan ini memberi informasi yang bermanfaat bagi pembaca setia nusahati.

Latar Belakang Dana BOS

Alokasi anggaran pendidikan dalam APBN 2018 adalah sebesar Rp. 444,1 Triliun meningkat Rp. 24,3 triliun dari Outlook tahun 2017. Porsi ini mencapai 20% dari total Belanja negara yang mencapai Rp. 2.220,7 Triliun. Di dalamnya adalah sinergi program peningkatan akses termasuk Bantuan Operasional Sekolah.

BOS merupakan program pemerintah yang menyediakan pendanaan biaya operasi non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana Wajib Belajar. Sasarannya adalah semua sekolah SD dan SMP termasuk Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat baik Negeri maupun Swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Karena penerimanya sekolah negeri dan sekolah swasta maka aspek perpajakannya akan berbeda mengingat sekolah negeri adalah bendaharawan pemerintah sebagai pemungut sementara sekolah swasta bukan pemungut.

Sesuai dengan Surat Edaran nomor SE-02/PJ/2006 tentang pedoman pelaksanaan kewajiban perpajakan sehubungan dengan penggunaan dana BOS oleh bendaharawan atau penanggung jawab pengelolaan penggunaan dana Bos di masing-masing unit penerima BOS poin 5 disebutkan penggunaan dana BOS dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu :

  1. Belanja Barang atau Jasa; dan
  2. Pengeluaran Honarium Guru dan Bantuan Siswa

Dana BOS Bagi Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta

Bagi sekolah negeri maupun sekolah swasta dana BOS yang diterima yang bersumber dari APBN adalah penghasilan bagi penerima yaitu sekolah negeri maupun sekolah swasta namun tidak dikenakan pajak karena merupakan bantuan pemerintah hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pajak Penghasilan.

Karena penerimanya dana BOS adalah Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta maka perlu diperhatikan sebagai berikut :

  • Bagi Sekolah Negeri, penanggung jawab atau bendaharawan BOS dan merupakan pemungut sebagaimana ketentuan. Artinya pada saat dilakukan distribusi dana BOS kepada sekolah-sekolah negeri sudah dilakukan pemungutan pajak terlebih dahulu oleh bendaharawan tingkat kabupaten/kota.
  • Bagi Sekolah Swasta, penanggung jawab atau bendaharawan BOS bukan pemungut sehingga harus terdaftar sebagai Wajib Pajak dan memiliki NPWP.

Kewajiban Perpajakan

Hal yang perlu diperhatikan terkait kewajiban perpajakan atas penggunaan dana BOS adalah adanya pengecualian untuk PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g Peraturan Menteri Keuangan nomor 34/PMK.010/2017 tentang pemungutan PPh 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan impor atau kegiatan usaha di bidang lain, menyatakan ” Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).” Sehingga kewajiban perpajakannya hanya meliputi :

  • Pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa honorarium atau gaji;
  • Pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan pemberi jasa, pekerjaan dan kegiatan;
  • Pemungutan PPN atas pembelian Barang Kena Pajak (BKP) dan perolehan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam hal penanggung jawab atau bendaharawan BOS merupakan pemungut PPN.
  • Pelunasan Bea Materai

Perhitungan Perpajakan

 a. PPh Pasal 21

  • Atas gaji dan tunjangan, penghitungan sebagaimana diatur dalam PER 16/PJ/2016 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21. Rumusan singkat untuk karyawan/pegawai penerima gaji dan tunjangan adalah Jumlah gaji dan tunjangan dikurang biiaya jabatan/iuran pensiun serta PTKP merupakan Penghasilan Kena Pajak yang dikalikan tarif pasal 17 sesuai dengan lapisannya.
  • Honor (pembayaran lain dengan nama apapun, kecuali biaya perjalanan dinas perlakuannya dipersamakan dengan honor).
    • PNS dibedakan atas golongan. Untuk Golongan IV tarif 15% Final, Untuk golongan III tarif 5% (Final) sedangakan untuk golongan II tarif 0%.
    • Non PNS untuk yang ber NPWP tarif 5%, tidak ber NPWP 6%
    • Kepada Bukan Pegawai seperti pekerjaan bebas dari tenaga ahli tarif 5% x 50% x Jumlah Bruto (ber NPWP) atau 6% x 50% x Jumlah Bruto (Non NPWP).
    • Upah harian sesuai ketentuan Rp. 450.000 per hari atau sebulan Rp. 4.500.000,- di atas itu dikalikan tarif 5%

PPh pasal 21 dipotong oleh bendaharawan pada saat pembayaran penghasilan dan disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya melalui e-billing dengan Kode Akun Pajak 411121 dan Kode Jenis Setoran 402 untuk PNS, Kode Akun Pajak 411121 dan Kode Jenis Setoran 100 untuk Non PNS. Pelporan dilakukan menggunakan SPT 1721 ke KPP tempat Wajib Pajak Terdaftar selambat-lambatnya tanggal 20 Bulan Berikutnya jika jatuh pada hari libur maka pada hari kerja berikutnya.

b. PPh Pasal 23

Pemotong sesuai ketentuan adalah Badan Pemerintah, SPDN, penyelenggara kegiatan, BUT, Orang Pribadi tertentu yang ditunjuk saat memberikan penghasilan yang berasal dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan dengan tarif 2% dan 15% khusus untuk dividen, bunga, royalti.

PPh pasal 23 dipotong oleh bendaharawan pada saat pembayaran penghasilan dan disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya melalui e-billing dengan Kode Akun Pajak 411124 dan Kode Jenis Setoran. Pelporan dilakukan menggunakan SPT 1721 ke KPP tempat Wajib Pajak Terdaftar selambat-lambatnya tanggal 20 Bulan Berikutnya jika jatuh pada hari libur maka pada hari kerja berikutnya.

c. Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean. Pengenaan PPN pada prinsipnya semua Barang dan Jasa dikenakan PPN, kecuali yang dikecualikan oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (Konsep Negatif List).

Bendahara diharuskan mencari rekanan PKP, apabila terpaksa/sulit menemukan rekanan PKP maka sementara dengan rekanan non PKP dengan syarat tidak boleh membuat Faktur Pajak.

Pengecualian tidak dikenakan PPN Pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp
1.000.000 (termasuk PPN) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.

PPN dipungut oleh bendaharawan pada saat pembayaran, penyetoran menggunakan e-billling atas nama WP Rekanan, kode Akun Pajak 411211 dan Kode Jenis Setoran 900 paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya dan dilaporkan menggunakan formulir 1107 PUT ke KPP tempat Wajib Pajak Terdaftar.

d. Bea Meterai

Bea Meterai adalah pajak atas dokumen, dokumen yang memuat jumlah uang atau dokumen kontrak/perjanjian.

Penerima dokumen terutang bea meterai dengan tarif :

  • Rp. 3.000,- atas bukti pembayaran senilai Rp. 250.000 s.d Rp. 1 Juta;
  • Rp. 6.000,- atas bukti pembayaran senilai di atas Rp. 1 Juta;
  • Rp. 6.000,- atas dokumen kontrak/perjanjian.

Loading…