Pemantapan pengelolaan fiskal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan adalah kebijakan fiskal yang akan dijalankan di tahun 2018. APBN 2018 disusun oleh Direktorat Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran, dimana dalam APBN 2018 ini pemerintah akan menjalankan beberapa kebijakan pokok yaitu :

  • Melakukan optimalisasi pendapatan negara dengan target penerimaan perpajakan yang realistis berdasarkan basis data terkini.
  • Melanjutkan penguatan kualitas belanja negara dan tetap konsisten melakukan efesiensi belanja non-prioritas tanpa mengurangi pencapaian sasaran output yang telah direncanakan.

Sebagai petugas pajak yang langsung berperan mengimplementasikan kebijakan dari pusat tentu memiliki pandangan tersendiri terkait kebijakan pokok yang sudah dicanangkan pemerintah dalam penyusunan APBN 2018 terlebih porsi perpajakan yang demikian optimisnya. Harapan yang besar adalah adanya kerjasama yang baik antara instansi pemerintah yang sepakat turut serta menjalankan apa yang menjadi kebijakan pemerintah, hal ini memiliki peranan penting dalam pencapaian target penerimaan perpajakan.

APBN 2018

Dalam postur APBN 2018 pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp. 1.894,7 triliun yang terdiri atas :

  1. Penerimaan Pajak Rp. 1.618,1 triliun
  2. PNBP sebesar Rp. 275,4 triliun
  3. Penerimaan Hibah sebesar Rp. 1,2 triliun

Sementara belanja negara dietapkan  sebesar Rp. 2.220,7 triliun yang terdiri atas :

  1. Belanja Pemerintah Pusat Rp. 1.454,5 triliun
  2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp. 766,2 triliun

Sedangkan pembiayaan anggaran ditetapkan sebesar Rp. 325,9 triliun yang terdiri atas :

  1. Pembiayaan Utang sebesar Rp. 399,2 triliun
  2. Pembiayaan Investasi sebesar (Rp. 65,7 Triliun)

Pembiayaan anggaran ini adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pajak dalam Pendapatan Negara

Jika kita membaca postur APBN 2018, dimana postur pendapatan negara sebesar  Rp. 1.894,7 Triliun dan porsi perpajakan sebesar 74,6% atau  Rp. 1.414,3 Triliun. Prosi penerimaan dari sektor pajak disini meliputi :

  1. Jenis PPh sebesar Rp. 855,1 triliun
  2. Jenis PPN sebesar Rp. 541,8 triliun
  3. Jenis PBB sebesar Rp.   17,4 triliun

Jenis Pajak Penghasilan (PPh) berada pada porsi terbesar yaitu sebesar  60,5%. Adapun pertimbangannya adalah perbaikan pertumbuhan perekonomian dan hasil dari kebijakan pengampunan pajak (Tax Amnesty) yang berupa penambahan basis pajak. Sementara untuk jenis Pajak Pertambahan Nilai berada pada porsi ke dua yaitu sebesar 38,3% dengan pertimbangan adanya upaya pemerintah mendorong konsumsi rumah tangga. PBB hanya sebesar 1,2%.

Kebijakan Perpajakan

Untuk mencapai rasio penerimaan perpajakan dibandingkan PDB (tax ratio arti sempit) sebesar 10,9% sementara tax ratio dalam arti luas (temasuk penerimaan SDA Migas dan Pertambangan Minerba) ditargetkan sebesar 11,6%.

Optimalisasi di bidang perpajakan dalam tahun 2018 ini dipertajam dengan terbitnya perundang-undangan terkait keterbukaan akses dan informasi keuangan, demikian juga optimalisasi pendapat negara dengan menjaga iklim investasi, serta otimalisasi pendapatan negara dengan target penerimaan perpajakan yang realistis berdasarkan basis data terkini. Adapun kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dilakukan adalah:

  • Kebijakan pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information), yaitu dengan meningkatkan basis pajak mencegah praktek penghindaran pajak dan erosi perpajakan (Base Erosion Profit Shifting).
  • Kebijakan kepatuhan Wajib Pajak, membangun kesadaran pajak (sustainable compliance) melalui e-service, mobile tax unit, KPP Mikro, dan outbound call.
  • Data dan Sistem Informasi Perpajakan, up to date dan terintegrasi antara lain melalui e-filing, e-form, dan e-faktur.
  • Kebijakan insentif perpajakan, meliputi tax holiday dan tax allowance serta reviu kebijakan exemtion tax pada beberapa BKP dan JKP.
  • SDM dan Organisasi, peningkatan efektifitas organisasi.

Otimisme Pencapaian Target 2018

Sebagai pelaksana yang langsung melaksanakan kebijakan perpajakan di lapangan, terlebih penulis bekerja di suatu daerah yang memiliki kurang lebih 9 (sembilan) Kawasan Industri dan dengan tingkat Upah Minimum Kabupaten (UMK) tertinggi diseluruh Indonesia tentu layak dipertimbangkan dalam visi pemenuhan target penerimaan pajak. Kantor ditempat penulis optimis bahwasanya target yang dibebankan dalam tahun 2017 akan tercapai mengingat sampai dengan tulisan ini sudah mencapai 96.9% dengan tingkat pertumbuhan 16,8% sehingga menjadi indikator yang sama bagi kawasan industri lainnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa, efek dari pelaksanaan pengampunan pajak (tax Amnesty) diluar basis data yang baik adalah adanya perhatian masyarakat terkait perpajakan yang lebih baik, sudah ada kesadaran bahwa pentingnya uang pajak demi pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari realisasi penerimaan pajak tahun 2017 per tanggal 14 Desember 2017 sudah mencapai Rp. 1.036,4 triliun atau 80,8% dari target penerimaan 2017 sebesar Rp. 1.283,5 triliun. Kondisi ini diakui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sangat menggembirakan karena beberapa sektor mengalami pertumbuhan dibandingkan periode tahun 2016.

Berbekal dari basis data yang baik, adanya program pertukaran data (AEoL) serta adanya kesadaran akan pentingnya pajak bagi negara serta pengawasan prima yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak maka optimis bahwa penerimaan pajak tahun 2018 akan jauh lebih baik dan bukan tidak mungkin akan dapat memenuhi target yang diharapkan.

Direktur Jenderal Pajak Baru

Adalah Dr. Robert Pakpahan yang sejak 2012 menjadi pucuk pimpinan di Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian keuangan yang kini sejak 30 Nopember 2017 menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak. Mampukah beliau ini menyelesaikan pekerjaan rumah yang tinggal satu bulan lagi? Beberapa rancangannya adalah untuk jangka pendek mengamankan penerimaan negara semaksimal mungkin sementara untuk jangkapanjang adalah membangun sistem perpajakan yang lebih kredibel dan membangun tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang lebih baik.

Beberapa tugas berat yang harus dikerjakan adalah meliputi :

  • Mengejar kekurangan target penerimaan pajak yang tinggal 10 hari kerja lagi yaitu sebesar Rp. 247,2 triliun (Target Rp. 1.283,5 Triliun sampai dengan hari ini baru sudah mencapai Rp. 1.036,3 triliun).
  • Memperbaiki kinerja teknologi informasi dan komunikasi (TIK) hal ini sehubungan dengan perilaku bisnis yang demikian cepatnya semisal lokasi yang borderless, aspek hukum transkasi digital, jenis pembayaran yang kesemuanya merubah wajah dunia saat ini.

Beberapa harapan-harapan dari berbagai kalangan kepada Direktur Jenderal Pajak  bapak Dr. Robert Pakpahan diantaranya adalah :

  • Memastikan era pertukaran informasi perpajakan secara otomatis (Automatic Exchange of information) berjalan dengan baik;
  • Mampu mengubah citra pajak, karena selama ini pengetatan penerimaan pajak melalui berbagai cara telah menimbulkan ketakutan bagi dunia usaha maupun konglomerat. Bagaimana membuat lepatuhan Wajib Pajak tanpa harus mengejar-ngejar dan menakut-nakuti;
  • Mengerti kesulitan pengusaha saat ekonomi tengah lesu. Peningkatan kepercayaan Wajib Pajak dilakukan dengan merangkul Wajib Pajak dan ruti melakukan komunikasi terkait kebijakan pajak (Ketua Apindo Haryadi Sukamdani);
  • Menjadi contoh yang menginspirasi dan memotivasi kepada seluruh jajaran pegawai Direktorat Jenderal pajak;

Penutup

Yang sering menjadi permasalahan di lapangan adalah Wajib Pajak yang sudah membayar pajak dengan baik selalu menjadi sasaran dari petugas pajak, hal ini menyebabkan mereka merasa tidak nyaman. Namun sebaliknya banyaknya Wajib Pajak yang seharusnya berpotensi untuk membayar pajak malah terjadi pembiaran. Maka apa yang menjadi cita-cita oleh Adam Smith bahwa perlakuan perpajakan itu harus adil yaitu pemungutan pajak harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan Wajib Pajak dan negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap Wajib Pajak menjadi tidak terpenuhi.

Porsi APBN 2018 khususnya pendapatan negara membebankan Direktorat Jenderal Pajak sebesar 74,6% atau sebesar Rp.  1.414,3 Triliun. Untuk mencapai target yang dibebankan diperlukan kerja keras yang disiplin dan sunguh-sungguh, karena penerimaan pajak tidak datang dengan sendirinya, Dr. Robert Pakpahan pun tidak dapat kerja sendiri. Maka pentingnya pengelolaan Sumber Daya Manusia agar dapat bekerja sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsinya terutama adalah tentang penghasilan yang diperoleh yang sebelumnya sempat membuyarkan konsentrasi pegawai pajak khususnya di level front liner.