Apakah hal yang menarik baru-baru ini terkait perpajakan? Hal yang menarik bagi fiskus seperti saya ini adalah ketika wawancara Najwa Shihab dengan Fredrich Yunadi (melalui Youtube tanggal 24 Nopember 2017) dimana terdapat sebuah “pernyataan” yang menurut Direktur Jenderal Pajak bapak Ken Dwijugiasteady adalah berjalannya self assesment system perpajakan dalam “wujud lain”. Adalah pengakuan Fredrich Yunadi seorang pengacara yang sering disebut-sebut belakangan ini tentang pengeluaran yang sering dilakukan saat pengacara ini ke luar negeri yaitu pengeluaran minimum 3 miliar, 5 miliar bahkan tas Hermes yang harganya 1 miliaran pun dibeli yang menurut beliau sumbernya dari warisan yang dikembangkan.

Pernyataan pak Direktur sudah tepat, Fredrich Yunadi sudah men-declare sendiri tinggal mencocokan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (SPT Tahunan PPh OP). Nah, pertanyaan selanjutnya apabila tidak sesuai dengan SPT Tahunan PPh OP apa yang akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak? terlebih jika terdapat unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Pajak dan Semangat Asas Ultimum Remedium

Ketentuan hukum dalam Undang-Undang di bidang perpajakan memiliki prinsip ultimum remedium yaitu  sanksi pidana merupakan sanksi terakhir dalam penegakan hukum. Hal ini tentu selaras dengan fungsi pajak yaitu menghimpun penerimaan. Adapun gambaran ultimum remedium tersebut jelas terlihat dalam urutan sebagai berikut :

a. Pembetulan SPT

Dalam pasal 8 ayat (1) UU KUP disebutkan “Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan“.

Dalam penjelasannya dikatakan terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak masih berhak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan “mulai melakukan tindakan pemeriksaan” adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

Mengacu pada contoh Fredrich Yunadi di atas, apabila ternyata SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tidak sesuai dengan kenyataan yang ada maka Sdr. Fredrich Yunadi dapat melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya mengacu pada pasal ini.

b. Pengungkapan Ketidakbenaran SPT (Sedang Dalam Proses Pemeriksaan)

Dalam pasal 8 ayat (4) UU KUP disebutkan ” Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya.”

Dalam penjelasannya dikatakan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan tersebut dilakukan dalam laporan tersendiri dan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat diketahui jumlah pajak yang sesungguhnya terutang. Namun, untuk membuktikan kebenaran laporan Wajib Pajak tersebut, proses pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai.

Mengacu pada contoh Fredrich Yunadi di atas, apabila SPT Tahunan OP nya sedang dilakukan pemeriksaan maka Fredrich Yunadi masih diberi kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan.

c. Pengungkapan Ketidakbenaran SPT (Sudah Diperiksa Namun Belum Penyidikan)

Dalam pasal 8 ayat (3) UU KUP disebutkan “Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

Dalam penjelasannya dikatakan sekalipun telah dilakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak telah mengungkapkan kesalahannya dan sekaligus melunasi jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar, terhadapnya tidak akan dilakukan penyidikan. Namun, apabila telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum, kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sudah tertutup bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

Mengacu pada contoh Fredrich Yunadi di atas, apabila atas SPT Tahunan OP telah dilakukan pemeriksaan namun ditemukan data perpajakan (novum), Wajib Pajak masih diberi kesempatan untuk melakukan pengungkapan untuk menghindari tindakan penyidikan.

d. Penyidikan (Belum Dilimpahkan ke Pengadilan)

Dalam pasal 44B UU KUP disebutkan ” ayat (1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. ayat (2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.”

Dalam penjelasan dikatakan Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan,  Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan.

Mengacu pada contoh Fredrich Yunadi di atas, apabila sedang dilakukan tindakan penyidikan dan belum dilimpahkan ke pengadilan maka, Wajib Pajak dapat menyelesaikannya dengan  melunasi utang pajak dengan dendanya.

Tindaklanjut Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Disadari bahwa perkebangan kejahatan di bidang perpajakan diwarnai dengan munculnya modus-modus tindak pidana perpajakan yang baru hal ini menunjukan bahwa dampak penerapan sanksi pidana dan denda yang dikenakan terhadap pelaku tidak terlalu berarti dan efektif. Wajib Pajak tetap kembali melakukan kejahatan di bidang perpajakan yang selalu muncul karena adanya celah-celah administrasi perpajakan yang dimanfaatkan dalam memperoleh keuntungan besar dalam waktu singkat dengan cara melanggatr hukum.

Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya agar penegakan hukum tindak pidana di bidang perpajakan berjalan efektif serta efesien, dan memberikan dampak yang optimal terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak melalui pengenaan sanksi pidana. Maka penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan akan ditindaklanjuti dengan penyidikan pidana pencucian uang sehingga penegakan hukum melalui penerapan sanksi pidana tindak pidana pencucian uang dapat berjalan lancar, berdaya guna memberikan efek jera, mencegah kerugian dari kebocoran fiskal negara secara optimal dan memberikan efek gentar yang dapat mencegah peluang terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana pencucian uang.

Jika dilakukan penyidikan terhadap Wajib Pajak, maka perlu diketahui bahwa kewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Pidana dan UU KUP, Penyidik DJP dalam melaksanakan penyidikan tindak penyucian uang memilkiki wewenang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang TPPU, antara lain sebagai berikut :

  • Menerima dan menindaklanjuti Laporan Hasil Analisis dari PPATK atau informasi, data laporan atau pengaduan, tentang adanya indikasi tindak pidana pencucian uang.
  • Memerintahkan kepada Pihak Pelapor untuk melakukan penundaan transaksi terhadap harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.
  • Memerintahkan kepada pihak pelapor untuk melakukan pemblokiran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.
  • Meminta pihak pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan.

Penutup

Perlu diketahui bagi setiap Wajib Pajak untuk mengambil langkah-langkah kooperatif apabila ternyata disadari ada hal yang menyebabkan SPT yang sudah dilaporkan tidak memenuhi unsur benar, lengkap dan jelas sebagaimana dijelaskan di awal tulisan.

Seperti kita ketahui bahwa pasca amnesti pajak dan transparansi keuangan tidak ada lagi hal yang bisa ditutupi khususnya harta kekayaan dan penghasilan, khususnya terkait TPPU bahwa kewenangan yang dimiliki penyidik yang merupakan pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan dan TPPU sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi “sudah tahu kan, apa yang akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak bila SPT tidak disampaikan dengan benar, lengkap dan jelas.”.

loading…

Artikel Terkait :