Pada tanggal 15 Agustus 2017 lalu telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017 tentang barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Aturan ini telah diundangkan tanggal 16 Agustus 2017 dan mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Adapun pertimbangkan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan tersebut adalah hasil dari permohonan Sdr Dolly Hutari (perwakilan konsumen/masyarakat) dan Sutejo (perwakilan pedagang) kepada Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan pengujian terhadap penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN melalui putusan nomor 39/PUU-XIV/2016 tanggal 19 Januari 2016 dan diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka pada tanggal 28 Februari 2017.
Berikut ini dituangkan pokok perubahan terkait barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, kiranya memberi informasi yang bermanfaat.
Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
- beras;
- gabah;
- jagung;
- sagu;
- kedelai;
- garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
- daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
- telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
- susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
- buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
- sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat, yang berupa:
- beras dan gabah; berkulit, dikuliti, setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, pecah, menir, selain yang cocok untuk disemai
- jagung; telah dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah, menir, tidak termasuk bibit
- sagu; empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung kasar dan bubuk
- kedelai; berkulit, utuh dan pecah, selain benih
- garam konsumsi; beryodium maupun tidak (termasuk garam meja dan garam didenaturasi) untuk konsumsi/kebutuhan pokok masyarakat)
- daging; daging segar dari hewan ternak dan unggas dengan atau tanpa tulang yang tanpa diolah, baik yang didinginkan, dibekukan, digarami, dikapur, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.
- telur; tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan atau diawetkan dengan cara lain, tidak termasuk bibit;
- susu; susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan (pasteurisasi), tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
- buah-buahan; buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading, selain yang dikeringkan
- sayur-sayuran; sayuran segar, yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah atau dibekukan, termasuk sayuran segar yang dicacah.
- ubi-ubian; ubi segar, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading.
- bumbu-bumbuan; segar, dikeringkan tetapi tidak dihancurkan atau ditumbuk
- gula konsumsi; gula kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna
Dasar Perubahan
Menurut pemohon sebagaimana disebutkan di atas, pengertian Pasal 4A ayat (2) huruf b menyatakan “barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak” namun dalam penjelasannya dipersempit menjadi 11 (sebelas) jenis komoditi pangan, padahal konsumsi bahan pangan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, tidak hanya semata-mata 11 (sebelas) jenis bahan pangan sebagaimana disebutkan dalam UU PPN dan penjelasan di atas.
Maka dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017 terdapat perluasan pengertian barang kebutuhan pokok yang atas impor dan/atau penyerahannya tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai dan untuk lebih memberikan kepastian hukum mengenai jenis-jenis barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai dan menyelaraskan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XIV/2016.
…
Download Aturan :
Artikel Menarik Lainnya :