Dalam tulisan sebelumnya yang berjudul “Pasca Amnesti Pajak : Penegasan dan Arah Kebijakan DJP” disebutkan bahwa arah kebijakan Direktorat Jenderal Pajak pasca amnesti pajak yang perlu diketahui adalah terbagi atas Wajib Pajak yang mengikuti program Amnesti Pajak dan Wajib Pajak yang tidak mengikuti program Amnesti Pajak, namun implementasinya masih terkendala oleh aturan mainnya.

Kini aturan main tentang implementasi pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak telah terbit. Adalah Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2017 yang ditetapkan tanggal 6 September 2017 dan berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 11 September 2017 tentang pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan. Berikut disarikan beberapa poin terkait Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud di atas, kiranya memberi informasi yang bermanfaat.

Pasal 18 UU Nomor 11 2016

Secara keseluruhan bunyi pasal 18 Undang-undang nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak yang menjadi salah satu pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2017 tersebut di atas adalah sebagai berikut :

ayat 1 “Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.

ayat 2 “Dalam Hal :

  • Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir; dan
  • Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan,

atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku”.

Ayat 3 “Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.”

Ayat 4 “Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.”

Berdasarkan pasal ini dengan membandingkan Pasal 13 ayat 4 UU Amnesti Pajak dapat diketahui bahwa atas harta bersih yang ditemukan sejak  UU Amnesti Pajak sampai dengan tanggal 1 Juli 2019 atas harta yang diperoleh dari 1 Januari 1985 s.d. 31 Desember 2015 baik yang kurang diungkapkan atau yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Badan dikenai Pajak penghasilan.

PP Nomor 36 Tahun 2017

Harta Bersih

Harta bersih adalah nilai harta dikurangi nilai utang, harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh Orang Pribadi atau Badan meliputi :

  • Harta bersih tambahan (yang ikut Amnesti Pajak namun tidak memenuhi ketentuan);
  • Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan; dan/atau
  • Harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT PPh dengan ketentuan Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Bersih sebelum tanggal 1 Juli 2019.

Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan termasuk harta bersih dalam SPT PPh Terakhir yang disampaikan setelah berlakunya UU Pengampunan Pajak oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh Pengampunan Pajak, namun tidak mencerminkan :

  • Harta bersih yang telah dilaporkan dalam SPT PPh yang disampaikan sebelum L
    • SPT PPh Terakhir;dan
    • UU Pengampunan Pajak berlaku
  • Harta bersih yang bersumber dari penghasilan yang diperoleh pada Tahun Pajak Terakhir; dan
  • Harta bersih yang bersumber dari setoran modal dari pemilik atau pemegang saham pada tahun pajak terakhir.

Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan akibat penyesuaian nilai harta berdasarkan Surat Pembetulan atas Surat Keterangan.

Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan merupakan harta bersih yang

  • diperoleh Wajib Pajak sampai dengan akhir tahun pajak terakhir; dan
  • masih dimiliki pada akhir tahun pajak terakhir.

Bersifat Final

Harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh Orang Pribadi atau Badan merupakan penghasilan tertentu yang terutang Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat Final. PPh yang bersifat final dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Penghasilan.

Tarif ditetapkan sebagai berikut :

  • Wajib Pajak Badan sebesar 25%;
  • Wajib Pajak Orang Pribadi 30%;
  • Wajib Pajak tertentu sebesar 12.5%

Wajib Pajak Tertentu

Wajib Pajak Tertentu adalah :

  • Wajib Pajak yang menerima penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas pada tahun pajak terakhir paling banyak Rp. 4,8 Milyar;
  • Wajib Pajak yang menerima penghasilan bruto selain dari usaha dan atau pekerjaan bebas pada tahun pajak terakhir paling banyak Rp. 632 Juta; atau
  • Wajib Pajak yang menerima penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan ketentuan:
    • jumlah penghasilan bruto yang bersumber selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas paling banyak Rp. 632 juta;
    • jumlah bruto penghasilan bruto paling banyak Rp. 4,8M yang bersumber :
      • dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
      • selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas

Contoh :

Tuan Tukinno merupakan pengusaha katering, pada tahun 2015, Tukinno hanya menerima penghasilan berupa :

  • Penghasilan usaha katering sebesar Rp. 2 Milyar yang dikenai PPh yang bersifat final (PP 46)
  • penghasilan sebagai Pelawak di televisi sebesar Rp. 500 juta yang dikenai PPh yang bersifat tidak final

maka penghasilan bruto Tuan Tukinno adalah Rp. 2,5 milyar, mengingat Tuan Tukinno menerima penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas pada tahun 2015 maka tarif yang berlaku bagi Tuan Tukinno sebesar  12,5%.

Dasar Pengenaan Pajak

Dasar Pengenaan Pajak dalam hal :

  • Gagal repatriasi/investasi/holding selama 3 tahun, DPP-nya adalah Harta bersih tambahan dalam SKet;
  • Belum/kurang ungkap harta dalam SPH, DPP-nya adalah Harta bersih yang belum/kurang diungkapkan dalam SPH;
  • SPT PPh Terakhir yang disampaikan setelah UU Pengampunan Pajak tidak benar, DPP-nya adalah selisih lebih harta bersih dalam SPT PPh Terakhir dengan harta sebelum SPT PPh Terakhir ditambah harta yang bersumber dari penghasilan dan/atau setoran modal pada tahun pajak terakhir;
  • Penyesuaian Nilai harta berdasarkan surat pembetulan atas SKet, DPP-nya adalah selisih lebih harta dalam SKet dengan harta dalam surat pembetulan atas SKet;
  • Belum lapor harta dalam SPT PPh, DPP-nya adalah harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT PPh.

Untuk melihat contoh-contoh dan penjelasan lainnya dapat dilihat dengan men-download  Peraturan pemerintah tersebut di sini :

 

Artikel Terkait :