Selama 21 tahun, Georges Bwelle menjadi saksi pedih ayahnya yang jatuh sakit dan hilang kesadaran. Lari dari rumah sakit satu ke rumah sakit lainnya, mereka selalu mendapatkan penolakan. Alasannya klasik, kamar sudah penuh, tidak ada alat memadai, harus antri panjang seperti ular, atau entah alasan apa saja yang menghalangi proses pengobatan.
James Bwelle, mengalami kecelakaan di dekat Yaounde pada tahun 1981. Awalnya ia hanya mengalami patah tulang lengan saja yang mungkin bisa sembuh dalam hitungan minggu. Namun karena tidak segera mendapatkan pertolongan, infeksi menyebar hingga ke otaknya. Infeksi tersebut kemudian menyebabkan hematoma, yang pada akhirnya membuat ia harus berbaring saja di tempat tidur.
“Tak ada dokter bedah syaraf di Kamerun,” kenang Georges Bwelle, seperti dilansir CNN.com. Seandainya sewaktu itu ada uang, ia tentu akan membawa ayahnya keluar dari Kamerun dan mencari rumah sakit lain. Namun, kala itu, bisa makan saja sudah merupakan suatu wujud syukur yang lebih.
Setiap hari Georges tidak pernah menyerah. Ia akan bangun pagi buta dan berlari ke rumah sakit demi mendapatkan antrean dokter. Sekalipun sudah berusaha bangun dan datang paling pagi, nyatanya di rumah sakit sudah banyak antrean panjang yang menunggu dokter. Bahkan, tak jarang beberapa orang dalam antrean tersebut meninggal di sana sebelum sempat ditolong oleh dokter.
Situasi seperti ini tidak banyak berubah. Ketika James Bwelle meninggal tahun 2002-pun, Kamerun masih menjadi wilayah yang miskin bantuan medis. Setidaknya satu dokter di sana harus melayani 5 ribu pasien. Perbandingan yang sangat jauh rasionya dengan di Amerika, di mana satu orang dokter menangani 413 pasien saja.
Sebenarnya ada sih dokter terapis yang bisa membantu ayahnya dulu, namun biayanya sangat mahal untuk berobat padanya.
Tingkat kemiskinan yang tinggi
Karena tingkat kemiskinan yang tinggi, tak sedikit warga Kamerun yang menderita dalam penyakitnya. Melihat penderitaan ayah dan orang lain, hati Georges terketuk untuk menciptakan sebuah perubahan.
Georges kemudian masuk sekolah kedokteran dan berjuang keras demi menjadi seorang dokter bedah. Iapun bekerja di rumah sakit pusat Yaounde, dan mulai membuat organisasi nonprofit bernama ASCOVIME. Organisasi nirlaba tersebut bergerak masuk ke pedesaan dan pedalaman hutan, menyediakan pertolongan medis gratis. Setidaknya hingga 2008 silam, Georges dan tim sukarelawan yang membantunya telah membantu 32 ribu pasien tidak mampu.
Setiap hari Jumat hingga Minggu, Georges dibantu 30 orang akan berangkat dengan membawa supply medis dan perlengkapannya. Mereka masuk ke pedalaman hutan di desa-desa untuk memberikan pertolongan medis.
Penduduk di sana sangat antusias dan bersemangat menanggapi aksi Dr. Georges. Mereka menyediakan bantuan sebisanya untuk memperlancar aksi Georges.
Pertolongan ‘tangan Tuhan’ Georges Bwelle
Setiap bepergian, ada sekitar 500 orang yang dibantu Georges dan teman-temannya. Pasiennya datang dari desa sekeliling yang jaraknya sekitar 60 kilometer. Mereka datang umumnya dengan berjalan kaki.
Pasien yang ditangani Georges umumnya menderita malaria, TBC, malnutrisi, diabetes, penyakit seksual menular, dan lain sebagainya. Ada yang mendapat donasi kacamata, melahirkan gratis, dan beberapa operasi yang biasanya diadakan di gedung-gedung sekolah atau lahan yang cukup steril dan memadai.
Tak jarang Georges dan teman-temannya harus melakukan operasi hingga keesokan paginya. Dan di sinilah penduduk desa berkumpul untuk tetap membuat Georges terjaga dengan menabuh dan membunyikan alat-alat musik tradisional mereka. Sebuah kerja sama yang saling menguntungkan satu sama lain.
Kian hari, kian bertambah sukarelawan yang mau membantu team Dr Georges. Semuanya dilakukan secara gratis, hanya berdasarkan rasa kemanusiaan, dan keinginan untuk membuat keadaan masyarakat di Kamerun lebih baik.
“To make people laugh, to reduce the pain, that’s why I’m doing this,” tutup Georges Bwelle.
Sebuah alasan yang sederhana namun benar-benar memberikan aksi yang besar dan perubahan bagi dunia.
Maukah Pembaca membuat perubahan yang sama dengan cara lain di sekitar Kita?
…
Sumber : https://www.vemale.com/lentera/50806-aku-tak-ingin-melihat-mereka-mati-seperti-ayahku.html