Kerohanian seseorang tidak mungkin damai, sejahtera, tenteram, stabil terus seperti air yang tenang. Kerohanian seseorang pasti ada gelombang, gangguan, dan serangan dari iblis. Orang rohani adalah orang yang sedang berperang. Sejak umur tujuhbelas tahun, saya mengetahui pelayanan saya adalah peperangan. Sampai kapan? Sampai mati. Tugas dari Tuhan adalah mengutus saya di ladang peperangan seumur hidup. Tidak ada kendurnya, tidak ada santainya. Harus tegas dan tekun, terus-menerus berperang dengan iblis. Saudara melihat saya lima hari ini sangat lelah dan sulit. Tapi lima hari itu hanya lima dari 365 hari. Kalau engkau mengikuti saya setiap hari, engkau akan tahu setiap hari sama tegang dan sibuknya.

Maka pilihlah dua hidup: santai-santai atau berperang bagi Kerajaan Tuhan. Saya harus cermat menggabungkan cinta kasih, keras, lembut, mengasihi, memperingati, mengajar, menghibur. Itu sebuah peperangan yang boleh memuliakan Tuhan. Jika engkau tidak melayani Tuhan, silakan mau hidup bagaimana. Tetapi kalau engkau memilih melayani Tuhan, maka layanilah dengan “api”! Istilah api adalah melayani dalam bahasa Yunani. Saya di hadapan Tuhan adalah budak tetapi di hadapan murid adalah guru. Di hadapan Tuhan saya taat, di hadapan murid saya mendidik. Engkau adalah guru yang menjadikan dan memimpin muridmu ke masa depan yang lebih indah. Guru harus sadar bahwa dirimu penting karena engkau adalah pedoman hidup anak-anak. Kalau guru menunjukkan jalan yang salah yaitu gang buntu, itu akan mematikan anak.

Satu kali ada seorang tua naik kereta api di Rusia yang luas dan menempuh perjalanan sebelas hari. Setiap berhenti di suatu kota, dia harus bertanya ini kota apa supaya tidak terlewat. Dia pesan seorang anak muda: Tolong bangunkan saya kalau sudah sampai, saya takut ketiduran. Karena kalau kelewatan, mungkin satu hari harus habis. Anak ini mendapatkan tugas penting. Dia mulai menghitung kota demi kota dan dia membangunkan ibu itu bahwa sudah sampai. Ibu itu kaget dan bersiap-siap turun. Sangat dingin dan bersalju. Ibu itu turun dan anak muda itu lega. Kereta api itu berjalan lagi. Sesudah kereta berjalan, ternyata diumumkan bahwa itu kota yang seharusnya ibu tua itu turun. Lalu tadi itu apa? Ternyata ada gangguan sehingga kereta berhenti sebentar dan itu bukan kota tapi padang belantara salju yang dingin. Anak muda itu menyesal dan memukul diri, ”Kenapa saya membunuh seorang ibu tua?” Saya bukan membantu dia tapi saya membunuh dia. Dari situ sampai Moskow masih enam hari dan dia seperti orang gila di situ. Dia tidak bisa makan dan minum, tidak bisa tidur dan pulang. Waktu dia tutup mata, wajah ibu tua itu muncul dan berkata, “Sekarang saya kedinginan dan akan mati karena kamu.” Saya mati karena kamu memberitakan hal yang salah. Tiga puluh tahun lalu saya membaca ini dan sampai hari ini hati saya tidak tenang. Ketika saya berkhotbah di mimbar dan mengajar di kelas, apakah saya memberikan ajaran salah meskipun tidak sengaja karena teledor? Anak bisa binasa karena saya. Ini bukan ke Moskow tapi ke sorga atau neraka. Anakmu engkau pimpin ke mana? Kau mendidik dengan firman yang bagaimana? Meskipun capek, saya tidak pernah berhenti berdoa kepada Tuhan supaya Konvensi Innjil Nasional (KIN) ini menjadi berkat bagi Indonesia.

Sumber : sekilas-kin-2014-06.pdf