salah-pahamKETIKA masuk ke dalam ruang rapat, dua rekannya langsung menghentikan pembicaraan. Sontak Agus merasa tidak enak. Dia pun langsung menduga ada sesuatu yang tengah dibicarakan dua rekannya. Pikiran Agus, yang memang penuh curiga melayang kemana-mana. Sampai akhirnya dia menaruh tuduhan: kedua temannya tengah merencanakan sebuah tindakan yang akan merugikannya dalam rapat ini.

Rapat pun dimulai. Alih-alih memperhatikan jalannya rapat, mata Agus malah lekat-lekat menyaksikan kedua rekannya. Dia bersiap, kalau saja dua orang rekannya berulah, dia akan menjegalnya. Namun lebih dari satu jam rapat, tak ada gelagat buruk. Malah yang terjadi, dia kena tegur sang bos gara-gara dia tidak bisa menjawab pertanyaan.

Karena hal sepele, Agus kena semprot. Anehnya, Agus justru menambah porsi dendam pada dua rekannya. Dia berkilah, dua orang itu teramat senang Agus diomeli sang bos. Malah dia makin menjadi-jadi. Pikirnya, dua orang itu tengah membuat rencana yang menyudutkannya di kelak hari. Sepanjang hari, sepanjang minggu, dia menjadi sibuk memperhatikan dua orang itu.

Anda, duhai pembaca, pasti bisa merasakan betapa repotnya menjadi Agus. Dia hidup dan sibuk dalam kecurigaan yang sama sekali tidak pernah terbukti. Anehnya, dia tidak mencari kebenaran dari tuduhannya itu. Namun malah membiarkan pikirannya sendiri yang mengendalikan kesehariannya, dan tanpa disadari juga karirnya. Performa kerja lambat laun tentu akan menurun. Gelagatnya sudah kelihatan. Dia kena semprot saat pertemuan dengan sang bos. Agaknya kisah legendaris Sam Kok atau Kisah Tiga Negara yang kesohor itu perlu diketengahkan agar Agus bisa tersadar dari lamunannya.

Alkisah, Cao-Cao, seorang perdana menteri yang melarikan diri dengan dibantu oleh seorang pejabat yang simpati kepadanya, Chen Gong. Dalam pelariannya, Cao-Cao bersembunyi di rumah pamannya, yang merupakan saudara angkat dari ayahnya.

Masalahnya, Cao-Cao bawaannya selalu curiga. Ia curiga setiap tindak tanduk dari Lu Boshe, pamannya. Hingga suatu hari ketika Lu Boshe mengadakan pertemuan keluarga, Cao-Cao berhasil menguping pembicaraan keluarga itu.

“Ikat saja dulu, lalu kita bunuh!” Itulah kalimat yang dicuri dengar oleh Cao-Cao.  Mendengar isi pembicaraan tersebut, Cao-Cao langsung marah. Ia pun mengambil pedangnya dan berusaha membunuh keluarga Lu Boshe. Tapi segera saja Chen Gong berusaha menenangkannya.

“Sabar, mari kita dengar dulu apa maksud dari pembicaraan tersebut,” kata Chen Gong. Tapi Cao-Cao tidak mempedulikannya, walau Chen Gong sudah berusaha membujuknya dengan susah payah. Cao-Cao akhirnya membantai seluruh keluarga tersebut dengan pedangnya. Air mata Chen Gong pun mengalir deras sedih dan menyesalkan tindakan semena-mena yang dilakukan Cao-Cao. Setelah diselidiki, ternyata Pamannya hendak mengikat seekor babi untuk dijadikan santap malam bagi Cao-Cao dan temannya. Tapi nasi telah menjadi bubur. Kini, hanyalah penyesalan yang kemudian tersisa.

Semoga Agus atau kita semua tidak bertindak seperti Cao-Cao. Melihat segala sesuatu hanya dengan persepsi, bukan dengan fakta. Atau menghakimi orang dengan opini, bukan dengan bukti-bukti. Sebelum bertindak dan mengambil keputusan yang penting, galilah dulu bukti-bukti yang memadai. Dengarkan jangan hanya dari satu pihak saja. Setelah itu barulah Kita mengambil tindakan. Jangan kemudian penyesalan yang didapat ketika Kita telah memutuskan sesuatu tanpa didasari oleh fakta-fakta. Is that right brother? (Sonny Wibisono)

Opinions are made to be changed, or how is truth to be got at?”– Lord Byron, penyair asal Inggris, 1788-1824

Sumber : https://inspiratifwords.blogspot.co.id/2010/11/inspirasi-fakta-dulu-baru-bicara.html