Pdt. Dr. Stephen TongPRAKATA

Dalam dunia ini banyak faktor yang membedakan umat manusia: kaya-miskin, cerdas-bodoh, dan sebagainya. Namun di dalam kekekalan, manusia hanya dibagi menjadi dua golongan: kaum beriman dan kaum yang tidak beriman. Tetapi bukankah setiap orang beragama disebut orang beriman, maka yang mana? Sebagaimana ditulis oleh seorang penyair: “Aku tidak tahu mengapa ada iman timbul di dalam hatiku.”

Melalui buku ini kita akan disadarkan bahwa Kristus-lah Pemula dan Penyempurna iman di dalam hidup kita. Dengan pengertian ini, seluruh hidup rohani kita sebagai musafir di dalam dunia yang fana ini menjadi berarti di dalam kekekalan. Hanya karena iman yang dikaruniakan di dalam hidup kita, maka hidup musafir kita ini berlainan dengan mereka yang menuju kebinasaan. Kita memiliki hidup yang berasal dari iman yang menuju kepada iman. Dan hanya melalui iman ini, kita mengalahkan dunia.

DARI IMAN KEPADA IMAN – Apa arti ungkapan ini? Ini merupakan bahasa Alkitab yang dapat disejajarkan dengan frasa “dari anugerah kepada anugerah”, “dari kemuliaan kepada kemuliaan”, “dari kekuatan kepada kekuatan”, yang mengajak kita untuk menikmati proses hidup yang berkelimpahan menurut wahyu Tuhan. Konsep “dari iman kepada iman” akan menjadi tidak terlalu sulit dimengerti melalui pembahasan di dalam buku ini. Kiranya Tuhan memberkati setiap pembaca.

.

Jakarta, April 2004
Pdt. DR. Stephen Tong
———–

PENDAHULUAN

Jika kita meneliti seluruh Kitab Suci, konsep unik Kekristenan ini diungkapkan dengan begitu singkat dan jelas hanya satu kali saja, yaitu di dalam Roma 1:17 ini. Melalui kalimat yang sangat ringkas: “Dari iman kepada iman”, kita akan berusaha menggali sedalam-dalamnya semua prinsip yang terkandung di dalam Kitab Suci berkenaan dengan kehidupan Kristen. Setelah Paulus mengungkapkan tema “dari iman kepada iman”, ia langsung melanjutkan dan menghubungkannya dengan suatu tema yang sudah terungkap dalam Perjanjian Lama, yaitu “orang benar akan hidup oleh iman.” Hal ini sudah tersembunyi di dalam kekekalan dan diwahyukan di dalam sejarah, dan diungkapkan di dalam Kitab-kitab Nabi yang penting. Cetusan kalimat yang pendek ini mulai terungkap dalam tulisan Habakuk (Habakuk 2:4), seorang nabi yang tidak terlalu terkenal – bahkan banyak orang yang sudah puluhan tahun menjadi Kristen pun masih sulit menemukan Kitab Habakuk dalam Alkitab. Kalimat penting ini kemudian dicetuskan kembali dalam Kitab Roma oleh Rasul Paulus, lalu dikonfirmasikan di dalam Kitab Ibrani. Kita juga melihat bahwa seluruh Kitab Suci diterangi oleh kesinambungan prinsip ini, yaitu orang benar akan hidup oleh iman”, atau dengan kata lain, dengan iman kita beroleh hidup.”

Kini kita akan melihat beberapa butir topik yang sangat besar dan sangat penting, yang menjiwai seluruh kehidupan Kristen berdasarkan ayat yang telah kita baca ini. Studi seperti ini merupakan studi yang sangat bersifat momentum, karena bukan sekedar mempelajari hal-hal yang sederhana, tetapi sesuatu yang seharusnya berkaitan dan merubah hidup kita. Oleh karena itu, kita harus sungguh-sungguh berdoa supaya ketika kiita mempelajari prinsip-prinsip yang sedemikian penting dari ayat ini, Roh Kudus bekerja menerangi hati dan pikiran kita sehingga kita bisa bertumbuh di dalam Tuhan.

Di sini Paulus berkata bahwa ia mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil. Mengapa demikian? Karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan; menyelamatkan setiap orang yang percaya. Maka orang benar hidup dan bisa hidup karena berdasarkan atau melalui iman kepercayaannya kepada Tuhan. Jadi apa maksudnya “dari iman kepada iman”? Beriman berarti percaya, dan orang yang percaya berarti orang yang beriman. Mengapa tidak cukup satu kali saja? Karena iman atau percaya ini yang membawa seseorang kepada keselamatan dan hidup. Dengan percaya orang diterima oleh Allah dan berkenan kepada Allah (Ibrani 11:6). Dengan percaya, orang menjadi anak-anak Allah; dengan percaya, orang menerima Roh Kudus; dan orang yang percaya akan menerima firman Tuhan (Yohanes 11).

Prinsip percaya ini cukup diwujudkan dan diungkapkan dalam satu ayat, namun di sini Paulus mengatakan: “bertolak dari iman dan memimpin kepada iman.” Di sini klata “iman” muncul dua kali secara bersamaan. Apakah Paulus menggunakan dua kali kata “iman” karena pikun atau kehabisan kata-kata? Tidak! Paulus sedang mengungkapkan suatu rahasia yang belum pernah tertulis dalam Perjanjian Lama oleh nabi-nabi yang lain dan tidak diungkapkan oleh rasul-rasul yang lain. Paulus sendiri hanya satu kali menuliskan untaian kata ini, setelah ia sendiri jelas melihat relasi dua kali pemunculan kata “iman” ini. Sekalipun di dalam pasal 3, muncul kembali konsep yang sama, tetapi tidak diletakkan dalam satu kalimat ringkas seperti di sini. Apa yang ingin diungkapkan oleh Paulus dan diajarkan kepada jemaat di sepanjang sejarah? Marilah kita bersama-sama mempelajari rahasia agung ini.

———————-

BAB I :

IMAN SEBAGAI FONDASI (1)

“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.” (Roma 1:16-17)

Surat Roma bukan merupakan surat cinta dari seseorang kepada seorang yang lain. Surat Roma juga bukan surat darurat di mana seseorang yang dalam kesulitan sedang mencari pertolongan orang lain, atau seperti motivasi kita yang menulis surat pada masa kini. Surat Roma adalah sebuah kitab pengupasan prinsip, rencana, dan kuasa Allah di sepanjang sejarah tentang bagaimana Kristus menyelamatkan dunia ini. Maka surat ini mengandung prinsip yang melintasi zaman dan melampaui semua kebudayaan. Kitab ini juga mengandung prinsip-prinsip yang dimiliki oleh iman Kristen, yang sangat berbeda dibandingkan dengan semua agama di dunia.

Karena sedemikian agung, maka kita perlu berlutut di hadapan Tuhan untuk meminta pertolongan Roh Kudus untuk membuka pikiran kita, menggugah telinga rohani kita, dan membongkar hati kita sehingga kita mampu menampung hal ini. Kini kita ingin melihat berbagai dimensi yang kaya dari ayat yang kita baca di atas.

1). KRISTEN : Agama yang berlandaskan iman.

Agama Kristen berbeda dari semua agama secara kualitatif, bukan secara kuantitatif. Perbedaan yang ada antara Kekristenan dan semua agama lain bukan terletak pada fakta bahwa agama ini lebih baik, lebih banyak, lebih dekat, lebih mayoritas. Bukan demikian! Semua agama tidak bisa terlepas dari usaha dan inisiatif menusia untuk menegakkan jasa manusia yang memadai supaya dapat diterima oleh Allah. Inilah dasar atau fondasi semua agama di luar Kristus. Di dalam Kristus, yang dituntut justru adalah peniadaan jasa. “Mengusahakan jasa” dan “meniadakan jasa” merupakan dua hal yang bersifat antithesis dan mengandung perbedaan yang bersifat kualitatif. Kualitas Kekristenan adalah kualitas penuh di dalam Kristus, sedangkan kualitas agama-agama lain adalah kualitas dari penegakan jasa manusia sampai manusia memiliki cukup syarat untuk diterima oleh Tuhan Allah.

Sekitar 700 tahun sebelum Paulus menulis ayat ini, nabi-nabi sudah memiliki pemikiran demikian. Yesaya 64:6 mengungkapkan: “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor.” Segala sesuatu yang terbaik dari manusia tak lebih bagaikan daun yang layu, yang lenyap karena kejahatannya, dan kemudian dilenyapkan oleh angin. Berarti jasa baik apa pun yang mungkin dicapai oleh manusia, tidak dapat memperkenan Allah.

Katolikisme, setelah berjalan berartus-ratus tahun, tetap tidak melihat bahwa sola gracia (hanya anugerah) merupakan salah satu prinsip iman Kristen yang paling penting. Mereka memikirkan perlunya kerja sama antara anugerah Allah dan jasa perbuatan manusia. Pemikiran demikian ditolak oleh Martin Luther dan Yohanes Calvin. Teologi Reformed dengan jelas mengembalikan iman Kristen ke tulang sumsum Kekristenan dan hanya berpegang pada koridor iman Kristen saja, tanpa mau berkompromi dengan pemikiran lain. Teologi Reformed berusaha menegakkan beton di dalam diri setiap orang Kristen, di dalam jiwa dan kerohanian kita, sehingga kita dapat memiliki pengertian iman Kristen yang setepat mungkin seperti yang diajarkan Kitab Suci.

Jika mungkin bagi kita untuk bisa mempunyai syarat yang cukup dalam memperkenan Allah, lalu untuk apa Kristus harus mati diatas kayu salib? Jika manusia bisa menumpuk jasa perbuatan baik untuk bisa memperkenan Allah, maka kita tidak perlu lagi beriman kepada Yesus Kristus. Memang pengertian yang salah terhadap Teologi Reformed bisa menimbulkan pola hidup yang tidak bertanggung jawab. Ada orang yang berpikir bahwa jika ajaran Reformed tentang sola gracia memang benar, yaitu bahwa saya diselamatkan hanya oleh anugerah tanpa perlu berbuat baik, maka karena sudah diselamatkan, saya tidak perlu berbuat baik lagi dan bisa hidup sesuka hati saya. Orang-orang seperti ini berpikir bahwa iman kepada Kristus sudah cukup dan boleh berbuat sembarangan. Ini adalah akibat sampingan dan bukan pengertian yang benar dari sola gracia. Ini adalah akibat dari salah pengertian terhadap iman Kekristenan. Itu sebabnya, seratus tahun setelah terjadinya Reformasi Martin Luther di Jerman, kondisi kehidupan orang Kristen di sana begitu bobrok moralnya dan rusak perilakunya, karena mereka salah mengerti tentang konsep anugerah dan dibenarkan oleh iman. Hal ini juga terjadi pada zaman sekarang, bahkan akan terjadi pada zaman yang akan datang. Dan ini harus kita cegah. Iman Kristen yang baik dan benar harus tetap berada di dalam dunia.

Paulus berkata “dari iman kepada iman” untuk menegaskan bahwa tidak ada syarat, juga tidak ada suatu jasa atau perbuatan baik dari manusia yang dapat membuat kita memenuhi tuntutan hukum Allah dan berkenan kepada-Nya. Tidak ada suatu moralitas atau etika yang memadai, dan juga tidak ada amal atau sedekah kita yang bisa membuat kita cukup syarat untuk memperkenan hati Tuhan Allah. Jangan kita berpikir bahwa dengan menolong orang miskin kita dapat diterima di sorga, seolah-olah Tuhan Allah kekurangan uang untuk menolong orang lain, sehingga Tuhan memandang tindakan kita itu sebagai jasa yang harus diperhitungkan untuk membawa kita ke sorga.

Sebaliknya, ketika seorang beriman berkata bahwa iman saja sudah cukup, sehingga tidak perlu lagi berbuat baik, tidak perlu memiliki moralitas yang tinggi, tidak perlu menolong orang lain, maka sebenarnya pemikiran ini sudah mempunyai benih yang baik untuk bertumbuh, namun mati sebelum berbuah. Dari suatu buah kita dapat memakan daging buahnya, dan dari bijinya kita mendapatkan benih untuk di tanam. Biji dan benih itu untuk ditanam agar bertumbuh dan berbuah lagi, sehingga kita bisa kembali memakan buahnya, tetapi jangan memakan bijinya, sehingga ada benih yang bisa ditanam lagi untuk kembali menghasilkan buah. Ini namanya sirkulasi hidup. Allah membuat buah yang enak dan lunak untuk dimakan, tetapi biji yang keras tidak untuk dimakan. Benih Injil merupakan iman, tetapi iman itu tidak boleh mati di dalam, sebaliknya harus menghasilkan buah di luar. Jadi, jika kita mengatakan “bukan karena jasa, saya diselamatkan oleh Tuhan”, lalu dengan apa kita diselamatkan? Dengan iman! Iman kepada siapa? Jawabannya ialah: iman kepada jasa Kristus. Ini suatu pengertian yang benar: melalui iman kepercayaan kepada Kristus kita diselamatkan. Maka jasa yang dilihat oleh Allah bukanlah jasa Saudara dan saya, tetapi jasa penebusan Kristus yang merangkul dan menaungi kita. Barangsiapa berada di dalam anugerah Kristus, ia berada di dalam anugerah keselamatan. Barangsiapa di dalam Kristus, ia berada di dalam pemeliharaan yang kekal, yaitu rencana penebusan Tuhan Allah, karena darah Yesus membungkus dia, kematian Yesus membawa dia kembali kepada Tuhan Allah. Iman di dalam Kristus, itulah pengertian keselamatan yang sejati.

Tetapi jika Saudara mengatakan bahwa Saudara sudah beriman dan mendapatkan keselamatan di dalam Kristus, sehingga boleh berbuat semaunya, itu justru menunjukkan bahwa Saudara belum berada di dalam Kristus! Karena orang yang benar-benar sudah berada di dalam Kristus, ia bagaikan benih yang sudah memiliki hidup, yang bertumbuh dan berbuah. Itu sebabnya, orang Kristen yang sejati pasti mempunyai kelakuan yang baik. Tetapi orang yang mempunyai kelakuan yang baik belum tentu seorang Kristen yang sejati. Orang Kristen sejati terjadi karena ia diselamatkan, sehingga ia bisa menghasilkan etika yang tinggi. Orang yang menolak Kristus, lalu membanggakan etika yang mereka anggap tinggi berdasarkan prinsip mereka sendiri, tidak diselamatkan oleh Tuhan Allah. Inilah prinsip yang penting dari iman Kristen, yang sangat berbeda secara kualitatif dari agama-agama lain. Inilah yang kita sebut dengan The Uniqueness of Christianity (Keunikan Kekristenan).

Keunikan Kekristenan berdasarkan iman kepada Kristus, bukan berdasarkan penegakan jasa kita sehingga kita bisa diterima oleh oleh Tuhan sebagai syarat untuk memperoleh keselamatan. Di sini kita melihat bagaimana konsep “dari iman kepada iman” menjadi prinsip dasar yang merupakan fondasi Kekristenan. Bukan dengan uang, bukan dengan jasa, bukan dengan kebajikan, melainkan dengan iman. Bukan dengan kontribusi manusia, bukan dengan iman yang tertuju kepada diri sendiri, melainkan iman yang tertuju kepada Yesus Kristus. Kembali perlu ditegaskan perbedaan kualitatif antara iman Kristen yang sejati dengan agama-agama lain, yaitu agama-agama yang menegakkan upaya jasa manusia untuk mendapatkan keselamatan, sedangkan iman Kristen meniadakan jasa manusia di dalam mendapatkan keselamatan.

Pemahaman bahwa jika Saudara berpuasa, maka Saudara sedang menumpuk jasa di hadapan Tuhan, bahwa Saudara menjadi semakin dekat dengan Tuhan, dan semakin berkenan kepada Tuhan, merupakan pemahaman agama-agama manusia. Agama Kristen justru menegaskan bahwa puasa bukannya menjadikan manusia dekat dengan Tuhan, sebaliknya puasa adalah pengakuan bahwa ia tidak mempunyai kekuatan apa-apa dan tidak bisa bersandar pada siapa pun, kecuali memohon belas kasihan dan anugerah Allah. Melalui puasa ia menghindarkan diri dari kemegahan semu yang ada di dalam dunia ini. Dengan berpuasa ia menyadari betapa lemahnya dia, sehingga ia harus banyak berdoa dan bersandar kepada Tuhan, karena sadar tanpa itu ia tidak mungkin bisa hidup benar di dunia ini. Jika sebagai seorang Kristen Saudara berpuasa untuk mencari berkat Allah atau mencari keuntungan bagi diri sendiri, atau untuk menonjolkan diri, bahwa Saudara lebih suci daripada orang lain, maka itu puasa yang tidak benar. Tetapi jika puasa adalah suatu peniadaan jasa diri sendiri, suatu pengakuan bahwa diri kita tidak memiliki apa-apa, tidak mampu dan lemah, sehingga kita hanya bersandar kepada Tuhan, maka itulah puasa yang benar. Ini yang membedakan puasa Kristen dari puasa agama lain. Inilah keunikan iman Kristen yang membedakannya dari semua agama yang lain.

2). Empat Presuposisi Iman Yang Salah

“Dari iman kepada iman” berarti, untuk datang kepada Tuhan, tidak ada perantara lain, kecuali berdasarkan iman kepercayaan itu sendiri, yang kemudian membawa kepada iman yang selanjutnya. Metode ini sangat penting dalam iman Kristen.

Di dalam apologetika saya, saya telah membandingkan metode ini dengan berbagai metode yang dipakai manusia dengan otak mereka yang sudah jatuh ke dalam dosa tetapi menganggap diri pandai. Jikalau Saudara membaca bagian akhir Roma 1, Saudara akan mendapati orang-orang yang menganggap dirinya pandai, namun sebenarnya adalah orang yang sangat bodoh. Orang yang bodoh selalu menganggap diri tidak bodoh, sehingga dia bisa terus bodoh. Orang yang pandai selalu merasa diri kurang pandai, sehingga ia selalu bisa lebih pandai lagi. Orang yang tidak mengerti kalimat ini, lebih bodoh lagi. Orang yang merasa dirinya pandai, menilai diri sengan standar yang berada di bawah dirinya. Ini adalah suatu prinsip dasar dan ukuran yang tidak benar. Seseorang mengatakan, “Tinggi saya 2 meter”, tetapi ternyata ia menggunakan ukuran yang salah. Jika kemudian ia mengatakan bahwa ia lebih tinggi lagi, karena sekarang tingginya menjadi 3 meter, itu jelas menunjukkan ia menggunakan ukuran yang salah. Ukuran yang salah tidak boleh dijadikan patokan.

Ketika seseorang mengukur dengan menggunakan ukuran yang salah ia akan beranggapan seluruh dunia salah, padahal yang salah adalah pengukurnya. Prinsip dasar itu begitu penting. Jika prinsip dasar ini sudah digerogoti, diselewengkan atau dirusakkan, lalu prinsip dasar yang salah ini dipakai untuk mengukur, maka semua hasilnya akan salah. Itu sebabnya. Melalui “dari iman kepada iman” kita mendapatkan prinsip dasar yang benar untuk datang kepada Tuhan Allah.

Kita melihat begitu banyak orang yang memiliki presuposisi yang dibangun berdasarkan pemikiran atau rasio manusia yang sudah dirusak oleh dosa. Presuposisi ini dibangun dengan asumsi bahwa manusia menentukan segala sesuatu berdasarkan kriteria yang dia bangun. Ia akan mengatakan: “Jika engkau menginginkan saya percaya kepada Allah, coba tolong tunjukkan atau perlihatkan Allah itu kepada saya.” Ia beranggapan kalau ia bisa melihat Allah, maka ia akan percaya.

Ada rekan yang menganggap prinsip atau presuposisi ini sudah benar, lalu mengejek orang Kristen dengan berkata: “Omong kosong, tiap minggu mendengar khotbah tetapi tidak pernah melihat Allah. Lebih baik ke kelenteng, masih bisa kelihatan Toa Pek Kong. Kalau di agama-agama masih ada patung-patung yang bisa dilihat, di gereja hanya kelihatan kipas angin dan speaker, tetapi pendetanya teriak-teriak tentang Allah. Coba tunjukkan mana Allah orang Kristen, baru saya mau percaya. Tunjukkan Yesus, dan kalau saya sudah melihatnya, maka saya akan percaya.” Itu sebabnya banyak orang berbondong-bondong pergi ke Lourdes, atau salah satu bukit di Filipina, di mana dikatakan Maria pernah menampakkan diri di situ. Lalu orang beranggapan itulah iman. “Karena saya telah melihat dengan mata kepala saya sendiri. Mana mungkin saya tidak percaya kalau sudah melihat sendiri?”

Pada saat ini, saya tidak akan berbicara tentang ada atau tidaknya mujizat, karena kalau masuk ke dalam pembicaraan itu, kita akan keluar dari topik utama, sehingga akan membuat pembicaraan tidak terfokus. Kita percaya Allah itu hidup dan kita percaya Allah bisa melakukan mujizat. Kita percaya bahwa tanda ajaib yang benar dari Allah bisa dipertanggungjawabkan, dan mujizat masih tetap ada hingga masa kini. Tetapi saya ingin mengajak Saudara memikirkan apakah iman harus ditegakkan di atas dasar seperti itu (di atas dasar mujizat, pengalaman, penglihatan, dll)? Kepercayaan Kristen tidak didirikan di atas dasar mimpi atau mujizat, tidak juga didasarkan pada penglihatan-penglihatan mata fisik yang ada pada kita. Tidak diragukan bahwa kemungkinan itu bisa terjadi, tetapi iman harus didasarkan di atas iman!

Amin.
SUMBER :
Nama Buku : FROM FAITH TO FAITH – Dari Iman Kepada Iman
Sub Judul : Prakata – Pendahuluan Bab I : Iman Sebagai Fondasi (1)
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2004
Halaman : 1 – 16