keluarga-bahagiaBAB VII :
KENDALA DAN KUNCI KEBAHAGIAAN

“Patutkah mata airmu meluap ke luar seperti batang-batang air ke lapangan-lapangan? Biarlah itu menjadi kepunyaanmu sendiri, jangan juga menjadi kepunyaan orang lain. Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan isteri masa mudamu: rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya.” (Amsal 5:16-19)

“Karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.” (Efesus 5:30-32)

————————

Keluarga lebih penting daripada unit-unit yang lain. Keluarga menjadi dasar dari satu bangsa yang kuat, dan gereja yang berbahagia. Kalau keluarga tidak digarap baik-baik, kita pasti tidak melihat gereja yang sungguh-sungguh berbahagia. Di dalam peribahasa dan filsafat kuno Konfusius dikatakan:

Di dalam tujuh tahap manusia menggarap sampai akhirnya memperdamaikan seluruh dunia mulai dari hal materi, yaitu suatu penanganan materi, yang disebut sebagai penganalisisan alam, baru semakin lama menuju moral dan pribadi; setelah itu beres, maka tiga hal yang harus dilakukan, yaitu: (1) keluarga; 2) negara; dan 3) seluruh masyarakat dan seluruh dunia diperdamaikan. Seorang pejabat pemerintah haruslah memerintah dahulu keluarganya, seorang yang ingin memperdamaikan seluruh dunia, mendamaikan diri dahulu di keluarganya.

Ini adalah satu dasar unit masyarakat yang paling hakiki dan prinsipiel. Kalau keluarga tidak beres, tidak mungkin yang lain beres dan pasti belum mencapai kebahagiaan yang sungguh-sungguh. Itu sebabnya, marilah kita memperhatikan kehidupan keluarga dengan baik-baik.

Pada tahun 1965, PBB melakukan satu konferensi yang menyelidiki mengapa banyak remaja yang nakal. Akhirnya mereka menemukan salah satu dari beberapa sebab yang paling penting, yaitu: sistem keluarga. Kalau dalam sistem masyarakat, keluarga-keluarganya kuat, selalu kurang menghasilkan remaja-remaja yang bermasalah. Tetapi pada negara-negara atau masyarakat yang tidak mementingkan keluarga, akhirnya di dalam masyarakat itu timbul banyak remaja-remaja yang penuh dengan problem. Lalu mereka mengambil contoh keluarga orang Tionghoa, dan keluarga orang Amerika. Keluarga orang Tionghoa mempunyai banyak kelemahan, tetapi juga mempunyai suatu kelebihan, yaitu mereka sangat mementingkan keutuhan keluarga sehingga lebih sedikit keluarga Tionghoa yang menghasilkan remaja yang nakal. Tetapi keluarga Amerika berbeda. Karena keluarga Amerika kurang memperhatikan keutuhan keluarga, sehingga banyak terjadi perceraian, akibatnya banyak keluarga tidak utuh sehingga banyak menimbulkan masalah pada anak-anak remaja.

Saya berkata bahwa bukan saja keluarga Tionghoa, tetapi semua keluarga Timur umumnya lebih mempunyai persatuan atau keutuhan yang melebihi negara-negara Barat. Di dalam kemajuan teknologi dan sebagainya, kita begitu kagum pada negara-negara Barat, tetapi jangan lupa bahwa akar-akar dari dasar keluarga di Timur sangat mempunyai kelebihan yang perlu kita pertahankan. Perceraian di Timur jauh lebih sedikit dibandingkan di Barat. Meskipun perceraian dihindari bukan karena cintanya lebih, melainkan karena ketakutan ditertawakan oleh masyarakat, dan sebagainya, tetap pada akhirnya keluarga-keluarga di Timur tidak banyak menghasilkan anak-anak remaja yang bermasalah. Tetapi kebahagiaan yang sejati bukan karena kita mempertahankan keluarga agar tidak ditertawakan orang. Keluarga bahagia yang sejati hanya bisa diperoleh di dalam kuasa dan anugerah Tuhan.

Hampir 3.000 tahun yang lalu, seorang raja yang bijaksana yaitu Salomo mengatakan, “Janganlah mengalirkan sumbermu ke luar, nikmatilah oleh dirimu sendiri. Biarlah istrimu yang engkau nikahi pada masa mudamu selalu memuaskan engkau. Biar dadanya memenuhi berahimu. Biarlah engkau mendapatkan kepuasan hanya dari istrimu saja.” Karena itulah yang paling mendasar dan sering menjadi kendala kebahagiaan keluarga.

Di sini kita akan memikirkan beberapa hal yang penting mengenai: apakah yang harus kita perhatikan di dalam kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi di dalam keluarga?

KESULITAN-KESULITAN DALAM KELUARGA

Saya memikirkan bahwa pada saat kesulitan-kesulitan tiba, selalu akan mendatangkan shock yang menakutkan bagi kita, justru karena kita kurang bersedia hati untuk menghadapi fakta. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang bukan saja mempunyai ide yang tinggi, tetapi juga adalah seorang yang berani menghadapi fakta dengan segala kejujuran. Jika kita mempunyai ide yang tinggi-tinggi, lalu terlalu menganggap indah ide yang tinggi, dan akhirnya memutlakkannnya, tetapi ternyata kita menghadapi fakta yang kurang sesuai dengan apa yang kita harapkan, akhirnya kita begitu mudah jatuh di dalam kegagalan. Itu sebabnya orang yang bijaksana, selain mempunyai ide yang tinggi dan rasio yang kuat, juga harus mempunyai keberanian untuk menghadapi fakta-fakta yang kejam.

Banyak hal yang kita angankan dan harapkan begitu indah, tetapi pada waktu kita menerjunkan diri ke dalam fakta, kita melihat fakta ternyata begitu dingin, kejam dan apatis kepada kita, sehingga kita merasa bahwa hidup di dalam ide dan hidup di dalam fakta adalah dua dunia yang sama sekali berbeda. Tetapi orang yang bijaksana bukan hanya bisa melayani ide, tetapi bisa menerjunkan diri ke dalam fakta. Pada waktu kita berada pada masa pacaran, masa untuk mempersiapkan keluarga, segala sesuatu seolah-olah kelihatan lebih indah daripada apa yang bisa kita ketahui, dan kita selalu menganggap bahwa itulah kesempurnaan yang mungkin kita capai. Tetapi sesudah menikah, ternyata lain sekali.

Banyak orang yang sepulang berbulan madu, mulai ribut. Setelah pulang dari bulan madu, mereka mulai memasuki fakta dan mulai bertengkar. Maka kita akan melihat dua golongan manusia. Yang satu, mulai berbicara tentang cinta lalu menikah, setelah menikah, perkataan cintanya habis lalu mulai bertengkar. Golongan yang lain adalah orang yang menikah dulu baru berbicara tentang cinta, sampai mati belum selesai berbicara tentang cintanya.

Saya tidak tahu Anda di bagian yang mana, tetapi saya harap Anda menyetujui apa yang saya katakan, “Apa pun yang Anda katakan, hendaklah dikatakan dengan jujur.” Dengan perkataan yang sungguh-sungguh, kita menghindarkan diri dari kesenjangan besar antara ide yang sempurna dan fakta yang kejam. Kalau kita selalu menampilkan diri dengan ide yang indah, tetapi tidak berani memaparkan sungguh-sungguh secara fakta, kita hanya akan menipu diri dan menipu kawan pembicaraan kita. Karena itu, saya minta setiap keluarga memperhatikan hal ini:

1. Cinta yang Kurang Seimbang

Apa maksudnya? Semenjak Adam jatuh, manusia memang tetap saling mencintai, tetapi akan jarang sekali ditemukan bahwa pria mencintai wanita tepat sama seimbang dengan wanita mencintai pria. Ada keluarga yang suaminya begitu mencintai istrinya, tetapi istrinya seolah-olah kurang mencintai suaminya, dan juga sebaliknya. Maka cinta itu menjadi tidak seimbang. Dalam hal ini perlu dipikirkan untuk menyeimbangkan, karena cinta yang kurang seimbang mengakibatkan satu pihak yang ketakutan kehilangan pihak yang lain. Ini merupakan hal yang sangat praktis dan sederhana, tetapi sering terjadi. Kalau pria begitu menginginkan seorang wanita, meskipun ia sudah memperolehnya, ia selalu ketakutan kalau wanita itu akan hilang darinya. Apa sebabnya? Karena dia tahu bahwa cintanya lebih dalam daripada cinta wanita itu kepadanya. Ini cinta yang kurang seimbang. Kita perlu menyerahkannya kepada Tuhan dengan prinsip yang sama-sama saling menghormati bahwa cinta itu sebenarnya bersumber hanya dari Satu saja. Kalau kita terlalu kuatir, kita tidak mungkin memiliki hidup yang berbahagia.

Kadang-kadang pada saat kita tidak mendapatkan cinta dari pihak yang lain, kita mulai melakukan kompensasi dengan cinta yang kita terima dari anak-anak. Karena itu, ada suami yang merasa bahwa sebelum mempunyai anak, istrinya memperhatikan dia, tetapi setelah ada anak, tidak memperhatikan dia lagi. Suami akan merasa sebagai orang asing di dalam rumahnya. Demikian juga sebaliknya. Hal-hal seperti ini, sekalipun kecil, adalah fakta. Hidup di dalam dunia harus menghadapi fakta.

Maka saya harap Anda mengerti bahwa pasanganmu memerlukan waktu khusus untuk kenikmatan yang pribadi. Kalau tidak ada waktu lagi untuk berbulan madu seperti dulu, paling sedikit mau saling meluangkan waktu untuk pasangan kita, di mana anak-anak pun pada waktu itu tidak boleh ikut campur dan masuk dalam kehidupan pribadi itu. I and Thou Relationship.” Tanpa orang lain. Pemupukan hubungan antara keduanya ini perlu sekali untuk memelihara keseimbangan cinta. Semua hal seperti ini perlu selalu diperhatikan sehingga kita menemukan di mana kesulitan-kesulitan keluarga, karena pernikahan merupakan suatu perjalanan yang panjang, bukan beberapa jam atau bulan, atau merupakan satu babak drama, tetapi suatu tugas yang suci yang memerlukan kesetiaan yang selamanya. Karena itu, keseimbangan ini perlu dipelihara.

2. Cara Mengajar Anak yang Berbeda

Setiap keluarga mempunyai tradisi dan cara mengajar anak yang berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena itu, kadang-kadang kita tidak setuju suami atau istri kita yang mendidik anak secara berbeda sehingga ia melihat kita aneh. Mungkin kita akan terkejut ketika bangun tidur kita melihat kaki istri kita sudah di kepala kita. Ini tidak perlu dipertanyakan, karena sama juga berarti kaki kita ada di kepalanya. Ini berarti kita saling mencari siapa yang aneh. Tetapi jangan lupa, pada saat kita menganggap seseorang aneh, orang itu juga menganggap kita aneh. Sebelum menikah, semuanya ajaib; sesudah menikah, semuanya aneh. Dari ajaib menjadi aneh, itu aneh; dari aneh menjadi ajaib, itu ajaib. Tetapi kita hidup di dalam zaman di mana Adam sudah berbuat dosa, sehingga dari ajaib menjadi aneh lebih mudah daripada sebaliknya. Kita selalu melihat orang lain berbeda dengan kita. Pada saat kita mengharapkan seseorang seperti kita, orang lain juga mengharapkan demikian. Ini karena kita melakukan sesuatu seturut pengajaran yang kita terima sejak kecil dan sudah kita anggap sebagai kebenaran.

Di sini perlu suatu penyesuaian secara khusus di dalam mendidik anak-anak di bawah satu atap. Kita semua telah menerima berkat dan anugerah yang Tuhan salurkan melalui orang tua kita pada saat mereka mendidik kita sehingga kita sekarang menjadi bisa dicintai seseorang. Itu berarti ada kelebihannya. Pada waktu kita bisa menikah, itu berarti ada orang yang bisa menikmati kita, tetapi kita mempunyai sesuatu karunia yang bisa dinikmati oleh orang lain, sekaligus ada sebagian pendidikan orangtua kita yang bisa dinikmati. Tetapi jangan lupa, pendidikan orangtua yang sudah merupakan tradisi tetap mempunyai kelemahan-kelemahan keluarga.

Setiap keluarga pasti mempunyai kelemahan. Itu sebabnya, pada waktu dua orang dari dua keluarga berjumpa dan bersumpah untuk hidup bersama, mereka tidak sadar akan membawa sistem pendidikan keluarga yang berbeda di bawah satu atap yang sama. Di sini timbul cara mendidik yang berbeda, sehingga ayah berbeda dengan ibu dan menimbulkan benturan-benturan dalam keluarga.

3. Sesuatu Rutinitas dan Cinta yang Perlu Waktu Panjang

Menikah tidak mudah karena pada waktu yang panjang kita semakin merasa biasa di dalam keluarga sehingga perasaan bersyukur akan adanya seorang yang Tuhan sediakan menjadi menjadi pasangan kita tidak lagi segar. Padahal seharusnya demikian. Ketika orang lain mengerjakan sedikit hal bagi kita, kita sudah sangat mengucapkan terima kasih; padahal ketika suami atau istri kita mengerjakan banyak hal bagi kita, kita jarang mengucapkan terima kasih. Kita hanya menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah seharusnya dan merupakan kewajiban. Ini kebiasaan rumah tangga dan kita harus mempersiapkan diri dan menerima ini.

Saya senang sekali dengan anak-anak, tetapi ada perasaan yang berbeda. Anak saya, saya didik dengan keras dan disiplin; tetapi anak orang lain disayang karena lama baru bisa melihat dia. Satu hari saya menggendong anak orang lain dan saya sayang-sayang dia. Ketika saya melakukan itu, anak saya melihat dari jauh. Saya tidak tahu apa yang dirasakan oleh anak saya. Tetapi kita harus belajar menghargai setiap pribadi meskipun itu tidak mudah. Kemudian anak saya mulai mendekat, semakin lama semakin dekat, lalu ia memukul saya sekeras-kerasnya. Pada waktu itu ia masih berumur tiga tahun. Setelah memukul, dia menangis. Saya sadar bahwa dia merasakan bahwa saya mencintai orang lain dan tidak mencintai dia seperti itu. Kadang-kadang suami atau istri mempunyai perasaan seperti itu. Di luar saya dihargai, di rumah kenapa tidak. Mengapa kalau oleh orang luar saya bekerja sedikit sudah dihargai, kalau di rumah tidak? Kalau di luar perkataan saya dicatat dengan tinta emas, tetapi di rumah perkataan saya dibuang ke tong sampah. Perasaan ini selalu timbul dalam keluarga-keluarga dan setiap orang bisa mempunyai pikiran seperti itu. Tetapi jangan lupa, orang yang di dekat kita harus kita hargai juga. Biasanya kita menghargai dia di hati dan kepada Tuhan, tidak kepada dia. Kalau kepada dia, nanti dia akan menjadi sombong, atau merasa diri penting sekali. Kita seringkali pelit dalam menghargai orang. Di sini perbedaan orang Barat dan orang Timur. Di Barat, jika ada seorang yang jenius dan pandai muncul, mereka begitu menghargai. Di Timur tidak. Kalau ada konser besar dan betul-betul hebat, orang Barat akan tepuk tangan terus, tetapi orang Asia kalau sudah melihat, tepuk tangannya sedikit sekali.

Pada waktu Placido Domingo selesai menyanyikan lagunya, ia mencapai rekor mendapatkan tepuk tangan selama 1 jam 26 menit. Belum pernah terjadi di benua Asia, dan di kebudayaan tinggi. Kita memiliki Konfusianisme, Taoisme, Buddhisme, dan kebudayaan kuno yang tinggi lainnya, tetapi tidak mempunyai tradisi seperti yang diberikan dalam Alkitab: “Hormatilah mereka yang patut dihormati.” (Roma 13:7), khususnya yang berada di rumah kita sehingga tidak perlu pada saat istri meninggal baru menangisinya karena dulu kurang menghormati dia, dan sebaliknya. Mengapa harus menunggu sampai dia meninggal?

Ada seorang yang selalu menganggap bahwa suami itu yang paling besar. Istri dan anggota keluarga lainnya seperti orang upahan saja. Setelah istri meninggal, dia menikah lagi dengan istri kedua. Setelah menikah dengan istri kedua, dia baru sadar bahwa istri yang pertama adalah istri yang sungguh-sungguh baik, sedangkan istri yang kedua tidak beres. Tetapi pada waktu istri pertama itu masih hidup, ia begitu kurang menghargainya. Pada saat istri kedua meninggal, dia baru sadar bahwa istri keduanya pun bagus. Kedua-duanya bagus, yang tidak bagus adalah dirinya sendiri. Pada saat ini saya ingin mengajak kita memikirkan kebaikan-kebaikan pasangan kita dan anugerah Tuhan kepada kita melalui mereka, dan mau saling menghormati dengan segar dan tidak bosan. Ini merupakan hal yang sangat bahagia.

4. Dunia ini Penuh dengan Pencobaan

Jangan kira setelah menikah tidak akan terjadi apa-apa. Seperti telah saya bahas di atas bahwa banyak orang setelah menikah tidak lagi berdandan rapi dan tidak lagi berusaha menarik perhatian pasangan sendiri, tetapi hanya mau menarik perhatian orang lain. Padahal yang memberikan dan menjalankan tanggung jawab terhadap diri Saudara adalah orang yang berada satu rumah dengan Saaudara.

Karena pencobaan ada di mana-mana, maka di dalam rumah kita harus menciptakan suasana hangat, intim, dan segar sehingga pencobaan itu tidak bisa memenangkan suasana yang kita ciptakan di dalam keluarga. Kita perlu menciptakan suasana seperti ini: Keluarga adalah tempat yang paling indah, sehingga kalau suamiku pulang, ia merasa tidak ada tempat yang lebih baik daripada di sini. Tetapi dengan omelan-omelan, dengan sikap yang tidak beres, jangan mimpi kita bisa menghindarkan diri dari pencobaan-pencobaan di luar!

Setiap orang di dalam pembentukan keluarga harus mengerti bahwa hubungan kedua pribadi ini lebih dari siapa pun. Ini merupakan hubungan yang begitu intim, yang tidak boleh dimasuki oleh orang ketiga. Karena itu, hal-hal yang kecil pun harus dipikirkan. Banyak orang suka memakai pembantu yang muda dan cantik luar biasa, lebih cantik daripada istri sendiri. Itu bahaya. Hal-hal yang seperti ini harus diperhatikan, siapakah yang memberikan banyak pencobaan kepada pasangan Saudara? Bukankah Saudara sendiri? Siapa yang memberikan kesempatan sehingga ketika ia lemah, ia jatuh ke tangan orang lain? Berhati-hatilah, jangan Saudara kurang memberikan perhatian di dalam menciptakan suasana yang hangat bagi pasangan Anda.

Keluarga seharusnya menjadi tempat di mana manusia menikmati privasi, keindahan, ketenangan, dan kemanisan, di tengah dunia yang penuh dengan pergumulan ini. Ini merupakan fakta yang tidak boleh kita lupakan.

5. Bahaya Mid-Life Crisis

Jangan lupa bahwa setiap orang setelah menikah lama sekitar sepuluh tahun sampai dua puluh tahun masuk ke dalam masa yang disebut sebagai mid-life crisis (krisis usia pertengahan). Kita perlu menyelidiki beberapa buku yang penting untuk hal ini. Saya kira kalau Tuhan menghendaki, Momentum akan menterjemahkan beberapa buku yang penting, bukan hanya buku theologi, tetapi juga buku-buku lainnya, termasuk buku tentang prinsip-prinsip keluarga bagi Indonesia.

Yang diumaksud dengan mid-life crisis adalah krisis yang timbul pada saat pria sudah memasuki usia empat puluh tahun, dan sudah mempunyai kematangan dan pengalaman hidup, sehingga dia sudah lebih mahir daripada pada masa remaja. Kalau dulu ia hidup di alam mimpi, sekarang dia mulai menyadari realitas dan dia memerlukan perjuangan yang sungguh-sungguh. [Hal ini tidak berlaku secara pasti untuk semua orang, tetapi lebih merupakan suatu data mayoritas. Maka, mungkin sekali ada orang yang tidak berkeadaan sedemikian pada usia itu].

Mid-life crisis mengakibatkan pria menjadi bosan dengan segala sesuatu. Ia ingin mempunyai rumah yang lebih baru, segala perabot, suasana kantor, pengalaman baru, dan usaha baru. Banyak pria pada usia empat puluhan mulai memikirkan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan yang selama ini dikerjakannya dan mulai mau berjuang sendiri. Tidak mau lagi menjadi pegawai.

Mid-life crisis yang menuju kepada kehidupan seks dan pernikahan akan menjadi fakta yang paling kejam yang dialami oleh wanita. Apalagi bagi wanita yang juga mengalami mid-life crisis kalau ia mengalami puber kedua. Waktu mengalami puber kedua, dia mulai sadar dengan satu tanda alam bahwa dia bukan lagi orang muda. Kalau itu sudah menyadarkan dia bahwa dia menuju kepada suatu masa yang paling akhir dan tidak mempunyai daya saing dengan anak muda, di situ muncul bahaya karena kecemasan pada dirinya. Dan dia akan punya keinginan menguasai suaminya secara ketat agar tidak lepas, tetapi itu justru mendatangkan masalah.

Saya tidak akan memperdalam pembahasan ini, karena ini adalah lingkup bahasan yang sangat besar. Kita memerlukan cinta dan kuasa Tuhan untuk memelihara kebahagiaan keluarga kita. Sebagai manusia, tidak ada satu orang pun yang bisa melepaskan diri dari godaan-godaan pencobaan, namun satu hal yang menjadi dasar dan kompas yang sangat penting ialah takut akan Allah. Berbahagialah mereka yang takut akan Allah, karena di situ Tuhan akan memberikan kekuatan yang lebih dari kekuatan pendidikan, moral, dan agama-agama apa pun, karena Allah sendiri berpusat dan bertakhta dan memberikan kompas hidup pada orang itu. Di dalam keadaan bagaimana pun, ia akan mengetahui bahwa ia adalah milik Tuhan, segala krisis bisa ia selesaikan bersama Tuhan, dan tangannya akan memegang tangan Tuhan dengan baik, sehingga ia melewati kesulitan-kesulitan dan mengatasi segala pencobaan yang berusaha merusak keluarganya.

bersambung…

SUMBER :
Nama buku : Keluarga Bahagia
Sub Judul : Bab VII : Kendala dan Kunci Kebahagiaan
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2014 Halaman : 81 – 103