Sejak disahkannya UU Pengampunan Pajak maka terbukalah kesempatan bagi Wajib Pajak yang selama ini tidak pernah serius dalam melaporkan harta pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan nya untuk memperbaikinya, karena pengampunan pajak (selanjutnya disebut Amnesti Pajak) adalah berbasis harta. Yaitu setiap penghasilan yang diperoleh Subjek Pajak selain untuk dikonsumsi adalah investasi, investasi disini bisa dalam bentuk harta atau surat-surat berharga. Maka bagi Wajib Pajak tadi dapat mengungkapkan harta-harta yang selama ini tidak pernah dilaporkan dalam SPT Tahunannya dengan membayar uang tebusan yang sangat murah (jika tidak ingin disebut gratis).
Dalam salah satu workshop terkait Amnesti Pajak dimana penulis menjadi narasumber, seorang Vice President sebuah perbankan bertanya pada penulis, bahwa selama ini atas penghasilannya semua sudah dipotong Pajak Penghasilan dan sudah melakukan kewajiban perpajakan dengan selalu Kurang Bayar dalam SPT Tahunannya lalu untuk apa dia mengikuti Amnesti Pajak ini.
Inilah uniknya Amnesti Pajak, bahwa yang menjadi objek tebusan adalah Harta, yaitu harta yang tidak pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan. Dalam UU Pengampunan Pajak definisi harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/ atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi selama SPT Tahunan yang sudah disampaikan telah benar-benar melaporkan semua hartanya maka tidak perlu mengikuti ketentuan dalam UU Amnesti Pajak.
Dengan berlakunya UU Amnesti Pajak ini maka ketentuan undang-undang perpajakan menjadi abai, sehingga atas objek penghasilan dari warisan (Non Objek) seperti rumah, tanah, mobil dan lain-lain, atas objek yang diperoleh dan telah dipotong penghasilan yang bersifat non final maupun Final seperti tanah dan bangunan dan lain-lain, apabila atas objek pajak tersebut tidak pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan maka objek pajak tersebut menjadi target dari Undang Undang Amnesti Pajak ini.
Ancaman Bagi Harta Yang Tidak Diungkap
Memang sangatlah tidak elok jika ajakan mengikuti amnesti pajak ini dilakukan dengan ancaman, namun apa daya bahwa budaya di Indonesia memang seperti ini demi terwujudnya kepatuhan. Apakah ancaman tersebut?
- Bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak ini, maka jika Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, maka atas harta tersebut dijadikan sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta tersebut.
- Contoh : Pada tanggal 30 Juni 2019 didapat informasi Sebuah vila di Ciloto – Bogor senilai Rp. 1.2 Milyar diketahui atas nama Darmawan dan setelah dilakukan pengecekan dalam SPT bahwa harta tersebut belum disebutkan dalam SPT Tahunan Orang Pribadinya, jika atas harta tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tanggal 20 Desember 2019 maka jumlah kurang bayarnya sebesar (Rp. 1.200.000.000,- dikalikan tarif pasal 17 UU PPh) ditambah sanksi administrasi 2% dikalikan 6 (bulan) dengan total Rp. 341.600.000. Atas pembayaran SKPKB PPh Masa Juni 2019 tersebut disetorkan dengan Kode Akun Pajak (KAP) 411129 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 516.
- Jika Wajib Pajak tersebut ikut Amnesti Pajak (Darmawan adalah seorang pengusaha UMKM dengan aset krang dari 10 Milyar) maka yang dibayar hanya Rp. 1.200.000.000,- dikalikan 0.5% adalah sebesar Rp. 6.000.000,-
- Bagi Wajib Pajak yang mengikuti Amnesti Pajak namun ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai harta yang belum diungkap atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, maka atas harta tersebut dijadikan sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta tersebut.
- Contoh Contoh : Pada tanggal 30 Juni 2019 didapat informasi Sebuah vila di Ciloto – Bogor senilai Rp. 1.2 Milyar diketahui atas nama Darmawan dan setelah dilakukan pengecekan dalam SPT bahwa harta tersebut belum disebutkan dalam SPT Tahunan Orang Pribadinya, jika atas harta tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tanggal 20 Desember 2019 maka jumlah kurang bayarnya sebesar (Rp. 1.200.000.000,- dikalikan tarif pasal 17 UU PPh) ditambah sanksi administrasi 2% dikalikan 6 (bulan) dengan total Rp. 341.600.000. serta ditambah sanksi kenaikan sebanyak 200% atau Rp. 683.200.000,- sehingga total yang dibayar adalah Rp. 1.024.800.000,- Atas pembayaran SKPKB PPh Masa Juni 2019 tersebut disetorkan dengan Kode Akun Pajak (KAP) 411129 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 515.
- Jika Wajib Pajak tersebut ikut Amnesti Pajak (Darmawan adalah seorang pengusaha UMKM dengan aset krang dari 10 Milyar) maka yang dibayar hanya Rp. 1.200.000.000,- dikalikan 0.5% adalah sebesar Rp. 6.000.000,-
Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mengikuti amnesti pajak ini?
Momentum Kemerdekaan
Tidak kah masyarakat mengerti bahwa sekelas seorang presiden sampai turun tangan mengkampanyekan suskesnya amnesti pajak ini, sangat diharapkan kepedulian masyarakat Wajib Pajak Indonesia khususnya yang lahir, hidup, tumbuh aman dan tentram di Indonesia namun tidak memberikan kontribusi berupa pajak di Indonesia terlebih yang menginvestasikannya di luar negeri. Maka mari, mari, mari!! manfaatkan amnesti pajak ini agar Indonesia dapat memiliki cukup dana untuk membangun infrastruktur sehingga dapat menstimulasi tumbuh dan terdistribusi ekonomi masyarakat serta kemampuannya untuk mendorong investasi dan ekspor menjadi baik. Bukankah Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dicapai dengan secara bersamaan dengan meraih keseimbangan antarsektor ekonomi dan antarwilayah, dan mencerminkan keharmonisan antara manusia dan lingkungan.
Sebagai seorang penelaah keberatan, sebagai seorang penyuluh, sebagai seorang pengajar, dan sekaligus juga sebagai seorang pemimpin atas satu orang istri dan tiga putra saya mengajak semua rakyat Indonesia dihari yang spesial ini untuk esok hari, segera datang ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Saudara terdaftar, ungkapkan harta yang belum pernah diungkap dalam SPT Tahunan, tebus harta tersebut dengan tarif yang murah dan rasakan kelegaan dan kemerdekaannya… Tuhan memberkati kita.
…
Pak mau tanya misalkan ada orang yg belum pernah lapor SPT tahunan sama sekali dan penghasilannya di bawah PTKP, apa harus ikut Amnesti Pajak jg?
Jika mesti ikut TA caranya bagaimana pak ?
mohon penjelasannya…
Apabila Wajib Pajak sudah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) namun atas penghasilannya masih dibawah PTKP maka Wajib Pajak tidak memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan. Dan apabila memiliki penghasilan dibawah PTKP tidak wajib memiliki NPWP.
Kewajiban Amnesti Pajak:
Bagaimana bila selama ini penghasilan neto masih dibawah PTKP perlukah ikut Amnesti Pajak?
Amnesti Pajak adalah hak setiap warga negara. Jadi pilihan ada pada Warga Negara termasuk bagi yang penghasilannya sekarang dibawah PTKP.
Jika penghasilan dibawah PTKP namun dari penghasilan sebelumnya (saat di atas PTKP) memiliki harta yang berlimpah dan tidak pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan, dipersilahkan untuk mengikuti Amnesti Pajak dengan cara Laporkan SPT Terakhir (2015) dengan memasukan harta yang diperoleh ditahun 2015 dan ungkapkan harta yang diperoleh sebelum 2015 dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) dengan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam UU Pengampunan Pajak.
🙂
Pak… seumpama saya pembetulan di spt tahun 2015 untuk menambah harta bisa gak?
Terima Kasih.
Perlu saya beri penjelasan :
1. Bagi Wajib Pajak yang ingin ikut Amnesti Pajak dan ingin memperoleh segala fasilitasnya, maka atas SPT tidak dapat dilakukan pembetulan setelah UU No. 11 tentang Pengampunan Pajak ini berlaku.
2. Bagi Wajib Pajak yang merasa semua hartanya diperoleh dari penghasilannya telah dikenakan pajak (melelui pemotongan/pemungutan) atau warisan dari orang tua namun tidak melaporkan hartanya dengan benar dalam SPT Tahunan. Maka silahkan dilakukan pembetulan dengan catatan tidak dapat menikmati segala fasilitas yang ada dalam UU Amnesti Pajak
Andai benar-2 itu vila saya pak 😀
Itu sanksi 6 bulan atas dasar apa pak? Saat ditemukan informasi sampai ke penerbitan SKP atau saat perolehan aset tersebut pak?
Untuk case yang kedua, ampun deh pak, sudah kena sanksi pokok+denda masih kena kenaikan 200 %…..sudah jatuh tertimpa tangga. 😀
Untuk contoh yang I dasar hukumnya adalah Pasal 44 ayat (1), (2), (3) Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/PMK.03/2016 sementara Untuk contoh II dasar Hukumnya Pasal 43 ayat (1), (2), (3) Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/PMK.03/2016.
Iya, itu sekedar ilustrasi saja untuk UMKM (Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/PMK.03/2016, jadi kalau ikut ya seluruhnya aja dilaporkan… toh juga nilai wajar kan terserah Wajib Pajak ????
Mantap Artikel bapak.
kepengen di ajar pak doly lagi