“Dunia tidak menuntut bahwa Kita harus menjadi pengacara, menteri, dokter, petani, ilmuwan atau pedagang; dunia tidak mendikte apa yang semestinya kita perbuat, tetapi dunia mensyaratkan kita untuk menjadi unggul dalam apa pun yang kita kerjakan”.
“Seperti seorang pemahat yang hanya berpikir tentang malaikat yang terpenjara di dalam blok marmer, begitu juga alam hanya peduli pada pria atau wanita yang terkurung dalam tubuh manusia…Alam akan mengelupas dan memukul kita tanpa penyesalan untuk membawa keluar kemungkinan yang ada dalam diri kita”.
“Pemasukan uang sen yang lambat lebih pasti ketimbang dolar yang cepat. Kuda yang berderap lambat akan melampaui kuda balap yang tangkas. Kejeniusan melesat, menggelepar, dan lelah; tetapi ketekunan bertahan dan menang. Jangan menunggu kesempatan yang luar biasa. Raihlah kesempatan biasa dan jadikan hebat.”
Sekalipun Horatio Alger telah menginspirasi banyak orang dengan kisah tentang bocah miskin yang menjadi kaya, Orison Swett Marden mesti dipertimbangkan sebagai pendiri sejati gerakan kesuksesan Amerika. Buku dengan judul asli Pushing to the Front or Success under Difficulties diterbitkan pada tahun 1894, yang merupakan bukunya yang pertama, terinspirasi oleh buku Self Help karya Samuel Smiles, sebuah buku pedoman tentang perkembangan diri. Bedanya dari karya Smiles adalah buku itu memiliki sejumlah referensi para wanita sukses pada masa itu seperti Jane Addams dan Julia Ward Howe.
Pushing to the Front membedakan dirinya dengan karya-karya lain yang mengungkapkan sikap terburuk pada masa itu dengan menyodorkan tema kebencian pada orang-orang yang hidupnya hanya untuk satu dolar. Buku ini memberi inspirasi kepada pembaca bukan hanya untuk menghasilkan uang sebanyak mungkin, tetapi untuk memburu karier yang menggembirakan, memperkaya intelektualitas, dan menggunakan bakat-bakat sepenuhnya.
Mengatasi Kesulitan
Tema yang selalu ada adalah bahwa karakter itu dibangun oleh kesengsaraan, atau seperti yang dinyatakan Winston Churchill, “ Layang-layang melayang paling tinggi dengan melawan angin, bukan terbang mengikuti arah angin.” Marden berpendapat bahwa “kemiskinan dan kesengsaraan telah menggoyangkan ayunan raksasa perlombaan”. Ia membuat kita memperhatikan orang-orang seperti:
- Horace Greeley (1811-1872), yang muncul di New York sebagai seorang pencetak miskin yang menjadi pendiri Mingguan New Yorker, dan Harian New York Tribune yang memiliki dampak sangat besar pada opini public Amerika.
- William Cobbett (1763-1835), penulis dan juga orang yang memperjuangkan orang-orang miskin, adalah seorang anak petani yang belajar membaca dan menulis sendiri , yang menjadi tokoh politik Inggris terkemuka.
- Elihu Burritt (1810-1879), pria Connecticut yang dikenal sebagai “Pandai Besi Terpelajar”, yang selama waktu-waktu luang di tempatnya bekerja sebagai penempa besi, ia memulai program belajar mandiri sehingga memungkinkannya untuk menjadi seorang linguis (ahli bahasa), penulis, dan ahli matematika. Catatan yang khas dalam buku hariannya terbaca, “Selasa, 19 Juni, 60 baris bahasa Ibrani, 30 baris bahasa Denmark, 10 baris bahasa Bohemia, 9 baris bahasa Polandia, 15 nama bintang, 10 jam menempa.”
- Michael Paradey (1791-1867), seorang ahli fisika eksperinmental terbesar, yang ketika masih bocah tinggal di London, di atas kandang dan mendapatkan uang dengan cara menyewakan surat kabar dengan harga satu sen perlembar. Dengan magang bagi seorang penjilid buku, ia membaca berbagai artikel tentang perlistrikan dari Encyclopedia Brittanica dan memulai eksperimennya sendiri. Ilmuwan Sir Humphrey Davy menjadikannya sebagai asisten, sehingga memungkinkan dia untuk bertemu dengan beberapa pemikir ilmiah yang hebat pada masa itu.
- Frederick Douglass (1817-1895), anggota gerakan penghapusan budak yang memulai hidupnya dengan tidak punya apa-apa karena ia tidak memiliki tubuhnya sendiri. Aturan perkebunan melarang para budak untuk belajar membaca dan menulis, tetapi ia dengan cara tertentu dapat mempelajari huruf dari robekan kertas dan label pada botol obat.
Bagi Marden, “Kegagalan kerap mencondongkan seseorang pada kesuksesan dengan membangkitkan energi latennya mengobarkan tujuan yang tidak aktif, dan membangunkan kekuatan yang tertidur”. Penjara, tulisnya, kerap menjadi pembangkit energi yang laten ini.
Sir Walter Raleigh menulis The History of the World selama 13 tahun di penjara. Luther membuat terjemahan Alkitab selama berada di balik terali besi; dan Dante menulis selama diasingkan. Cervantes mulai mengangkat penanya selama di penjara Madrid, menghasilkan karya besarnya, Don Quixote. Pada masa-masa yang lebih modern, ada Nelson Mandela yang dipenjara di Robben Island, yang menuliskan autobiografinya dan merencanakan Afrika Selatan yang baru.
Orang Yahudi telah ditindas sepanjang sejarah, kata Marden, namun mereka telah menghasilkan karya musik dan tulisan terbaik dan membuat kota-kota berkebang pesat. Wabah pes dan kebakaran hebat menghacurkan kota London sebelum kota itu bangkit sebagai kota yang hebat.
Marden mengenang kata-kata sederhana dari Samuel Smiles mengenai hal itu: “Tanpa kesulitan, tidak ada kesuksesan”. Beban membuat kita mencoba lebih keras untuk mengangkatnya dan sebagai hasilnya kita menjadi lebih kuat, sementara orang yang tidak memiliki kebutuhan, sedikit berbuat.
Keberanian, Ketekunan, dan Keteguhan
Marden mengingat bahwa Ulysses S. Grant kalah dalam pertempuran awal dalam Perang Saudara di Shiloh. Setiap surat kabar menyerukan pengunduran dirinya, tetapi respons akhir Lincoln adalah, “Saya tidak mungkin melepaskan orang ini, ia sudah berjuang”. Apa yang Lincoln lihat pada diri Grant – ketetapan hati untuk tidak pernah mundur, “keteguhan” – adalah faktor yang kemudian membuatnya menjadi pahlawan perang. Lincoln sendiri ketika ditanya apa yang akan dilakukan bila pemberontak berkuasa dan ia tak mampu menumpasnya, ia menjawab, “Oh, tidak ada alternatif lain kecuali tetap bekerja giat.” Kedua pria ini tidak tergerak oleh tuntutan publik; mereka tahu apa yang menjadi tugas mereka, dan mereka berhasil.
Marden mencatat bahwa Gibbon membutuhkan waktu 20 tahun untuk menulis karyanya, Decline and Fall of the Roman Empire, Webster menghabiskan 36 tahun untuk membuat kamus dan Stephenson bekerja selama 15 tahun untuk menyempurnakan lokomotifnya. Harvey bekerja selama 8 tahun sebelum menerbitkan karyanya tentang peredaran darah, lalu harus menunggu selama 25 tahun sebelum teori itu akhirnya diterima masyarakat. Cyrus Filed menghabiskan satu dekade tantangan yang menyakitkan sebelum kabel trans atlantik diletakkan; setiap orang tidak mempercayai gagasan itu kecuali dirinya, tetapi ia yakin bahwa komunikasi instan melintasi lautan adalah suatu kebutuhan, bukan pilihan. Pemain biola hebat Gherardini ditanya berapa lama ia belajar untuk bermain biola, jawabannya: 12 jam sehari selama 20 tahun.
Banyak orang mengetahui kisah buku karya Carlyle, History of the French Revolution: naskah itu dipinjamkan kepada seorang teman, dan orang itu meninggalkannya tergeetak di atas lantai. Seorang pembantu mengambilnya untuk menyalakan api perapian dan naskah itu terbakar selama satu atau dua menit. Sekalipun itu merupakan pukulan hebat buatnya, Carlye kembali mengerjakan bukunya dan menghabiskan beberapa bulan lebih lama untuk menulis kembali karyanya itu, yang hasilnya lebih baik ketimbang karya semula.
Buku pertama Thoreau, A Week on the Concord and Marrimack River, hanya sedikit terjual sehingga penerbit mengembaikan sebagian besar buku karyanya itu kepadanya. Ia menulis dalam buku hariannya, “Saya memiliki 900 buku di perpustakaan saya, 700 di antaranya saya tulis sendiri.” Beberapa tahun kemudian, muncul karyanya yang meraih sukses, Walden. Satu lagi, Columbus ditolak oleh banyak raja, ratu dan bangsawan sebelum menemukan sponsor untuk berlayar menuju “Dunia Baru”.
Marden menegaskan, “Tunjukkan kepada saya suatu kemenangan hebat sejati yang bukan merupakan upah dari ketekunan”. Jenius, ketika Anda lebih mencermatinya, biasanya kejeniusan merupakan hasil dari pengabdian yang luar biasa pada suatu pekerjaan.
Profesi dan Panggilan Hidup
Sekalipun menyanjung pendidikan perguruan tinggi dan kemajuan yang dihasilkan dalam jiwa seseorang, Marden mengkritik jurang perbedaan antar cita-cita yang tinggi yang dimiliki mahasiswa selama kuliah dengan kesinisan dalam kehidupan dewasa kelak. Ia menganjurkan kepada para sarjana untuk tidak semata-mata mengambil pekerjaan yang menghasilkan gaji tertinggi. Pendidikan semestinya dipandang sebagai “investasi suci”, yang tidak untuk dijarah bagi tujuan keuangan Anda sendiri, tetapi digunakan untuk melayani umat manusia. Seperti diungkapkan oleh Marden, “Ada sesuatu tak terhingga yang lebih baik ketimbang jutaan uang, dan itu adalah jutaan otak, kebudayaan, dan sikap menolong sesama, serta jutaan karakter.
Jangan memasuki sebuah profesi hanya karena itu jabatan terhormat, anjurnya, atau karena salah satu orangtua Anda sukses dibidang itu. “Dunia tidak mendikte apa yang semestinya Kita lakukan,” katanya. “tetapi dunia menghendaki agar Kita unggul dalam apa pun yang Kita jalani.” Dengan tujuan yang pasti, atau pemahaman bahwa apa yang Kita lakukan tidak membuang waktu dengan percuma. Sebuah pekerjaan mungkin akan memberi Kita uang, tetapi sebuah profesi menghasilakan respek diri.
Ketika Alexander Agung ditanya bagaimana ia menaklukkan dunia, ia menjawab, “Dengan tidak ragu-ragu.” Kita berpedoman pada orang yang memiliki ketetapan hati yang paling kuat, orang yang tahu siapa diri mereka dan tujuan hidup mereka.
…
Sumber : https://www.samueluniwaly.com/2009/09/pushing-to-front.html