3d little people in front of a calculator

PER-32/PJ/2015 Pengganti PER-31/PJ/2012

Banyak pertanyaan Wajib Pajak terkait adanya Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku sejak Januari 2015 sementara Wajib Pajak telah melakukan kewajiban perpajakan dengan menggunakan ketentuan PTKP yang lama. Namun dengan keluarnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 tanggal 07 Agustus 2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang pribadi, harapannya adalah menjawab semua pertanyaan-pertanyaan tersebut. Maka penulis mencoba menuangkan apa yang tersurat dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut sehingga apa yang ditanyakan Wajib Pajak dapat tercerahkan dan dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar, lengkap dan jelas.

Dasar Pertimbangan

Tanpa menunggu waktu yang lama setelah adanya penyesuaian PTKP 2015, Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 tanggal 07 Agustus 2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang pribadi. Peraturan ini sekaligus mencabut PER-31/PJ/2012 tentang hal yang sama. Pertimbangan keluarnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-32/PJ/2015 ini adalah sebagai berikut :

  1. Adanya penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari 2015 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 yang telah dituangkan dalam tulisan sebelumnya yang berjudul Penyesuaian PTKP 2015.
  2. Adanya bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan PPh telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2015 tentang penetapan bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan PPh.

Dasar Hukum Terkait

  1. UU KUP;
  2. UU PPh;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan;
  4. Peraturan Menteri keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang pribadi;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak;
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010.2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak kena Pajak.
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2015 tentang penetapan bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan PPh.

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26

Pasal 2 ayat (1) (Tidak ada perubahan dari ketentuan sebelumnya), menjelaskan tentang Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, yang meliputi :

  1. Pemberi kerja yang terdiri dari :
    1. Orang Pribadi;
    2. Badan; atau
    3. Cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.
  2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemda, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan kedutaan besar republik indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan;
  3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
  4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar;
    1. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
    2. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;
    3. honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang;
  5. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

Pasal 2 ayat (2) (Tidak ada perubahan dari ketentuan sebelumnya), menjelaskan tentang yang bukan termasuk sebagai pemberi kerja yaitu :

  1. kantor perwakilan negara asing;
  2. organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
  3. pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26

Pasal 3  (Tidak ada perubahan dari ketentuan sebelumnya), menjelaskan tentang penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yaitu Orang Pribadi yang merupakan:

  1. pegawai;
  2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
  3. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
    1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
    2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
    3. olahragawan;
    4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
    5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
    6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
    7. agen iklan;
    8. pengawas atau pengelola proyek;
    9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
    10. petugas penjaja barang dagangan;
    11. petugas dinas luar asuransi;
    12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;
  4. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
  5. mantan pegawai;
  6. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
    1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
    2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
    3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
    4. peserta pendidikan dan pelatihan;
    5. peserta kegiatan lainnya.

Dasar Pengenaan dan Pemotongan

Pasal 9 ayat (1) (perubahan dari ketentuan sebelumnya hanya sehubungan dengan penyesuaian PTKP), menjelaskan tentang dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 sebagai berikut :

  1. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
    1. Pegawai Tetap;
    2. Penerima pensiun berkala;
    3. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi 3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan
    4. Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
  2. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah);
  3. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;
  4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c.

Pasal 11 ayat (1) dan (2) (perubahan dari ketentuan sebelumnya hanya sehubungan dengan penyesuaian PTKP), menjelaskan besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut :

  1. 36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
  2.   3.000.000,-(tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
  3.   3.000.000,-(tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

PTKP per bulan adalah PTKP per tahun dibagi 12 (dua belas), sebesar:

  1. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
  2.    250.000.- (dua ratus lima puluh rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; dan
  3.    250.000.- (dua ratus lima puluh rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Pasal 12 ayat (1) (perubahan dari ketentuan sebelumnya hanya sehubungan dengan penyesuaian PTKP). Atas penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah), berlaku ketentuan sebagai berikut :

  1. tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp. 300.000,- (tiga ratus rupiah);
  2. dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah), dan jumlah sebesar Rp. 200.000,- (dua rus ribu rupiah) tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Apabila Pegawai Tidak Tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) maka jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya. PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP per tahun dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) hari.

Tarif Pemotongan Pajak dan Penerapannya

Pasal 15 (perubahan dari ketentuan sebelumnya hanya sehubungan dengan penyesuaian PTKP). Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas:

  1. jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah); atau
  2. jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya, dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp. 8.200.000,- (delapan juta dua ratus ribu rupiah), PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.

Ketentuan Peralihan

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak, maka penghitungan PPh Pasal 21 untuk Tahun 2015 berlaku ketentuan sebagai berikut :

  1. Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 21 serta pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Desember 2015 dihitung dengan menggunakan Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015;
  2. PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2015 yang telah dihitung, disetor, dan dilaporkan dengan menggunakan Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan Peraturan Menteri keuangan nomor 162/PMK.011/2012 dilakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21, dan dalam hal terdapat kelebihan setor, maka dapat dikompensasikan mulai Masa Pajak Juli 2015 sampai dengan Desember 2015; dan
  3. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak januari sampai dengan Juni 2015 dilakukan berdasarkan Peraturan ini.

Loading…

Download Peraturan Terkait :