“Merdeka!! Layaknya patriot tanah air, dengan semangat kemerdekaan, mari kita kawal dan dukung setiap upaya organisasi dalam mencapai target penerimaan 2015. DJP Bisa.” (ICV DJP)
Kata-kata ini adalah kiriman SMS dari internal ditempat penulis bekerja tepat di hari kemerdekaan ini. Sebagai PNS yang konsentrasi dalam bidang perpajakan kami sering diingatkan untuk tetap menjaga integritas dan semangat dalam mencapai target penerimaan.
Dalam beberapa tulisan saya diantaranya yang berjudul :
- Menjaga momentum perubahan
- Menuju institusi yang semakin baik
- Petugas pajak, buruh yang terlupakan
- Quo vadis, pajak bersifat memaksa
- Lainnya
merupakan manifestasi dari kepedulian penulis terhadap institusi yang vital ini, tentu dengan tugas dan peran yang dipercayakan kepada penulis sepanjang 20 tahun ini, karena tentu setiap kita memiliki peranannya sendiri dalam mengamankan target penerimaan yang dibebankan negara.
Di hari ulang tahun Republik Indonesia yang ke -70 ini dalam perspektif pajak ada sesuatu yang sangat menarik bagi penulis terlebih pasca resuflle kabinet kerja. Adalah sosok fenomenal dalam dunia internal Direktorat Jenderal Pajak yaitu Bapak Darmin Nasution yang merupakan salah satu tokoh dalam reformasi perpajakan. Walaupun beliau bukan seorang menteri keuangan namun tetap memiliki persoalan dengan penerimaan negara dalam hal ini hampir 75% nya adalah bersumber dari Pajak..
Berbicara sosok Darmin Nasution yang ada dibenak saya, saat beliau menjadi Direktur Jenderal Pajak adalah :
- Salah satu tokoh reformasi dalam institusi perpajakan, dan diakhir masa jabatannya melanjutkan reformasi yaitu reformasi jilid II, fokus dalam bidang sumber daya manusia yang meliputi pembenahan mutu, integritas serta militansi SDM perpajakan melalui peningkatan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri.
- Beliau pernah menggunakan istilah, satu banding lima. Hal ini berbicara tentang gambaran wajib pajak Orang Pribadi dan Badan. Menurut beliau di negara-negara lain, rata-rata perbandingan antara setoran wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan adalah lima banding satu. Artinya, setoran wajib pajak pribadi jauh lebih besar dibandingkan dengan wajib pajak badan. “Di Indonesia sebaliknya, perbandingannya satu banding lima.”
Memang ada keanehan dalam benak penulis ketika beliau pesimis dan cenderung mencibir bahwa target yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak 2015 ini sangat tinggi dan sangat terancam tidak akan tercapai. Walaupun beliau memberikan alasan bahwa kondisi perekonomian yang sedang melambat, dan usaha yang kemungkinan dilakukan yaitu intensifikasi perpajakan akan membuat dunia usaha menjadi kurang nyaman.
Namun, penulis tidak dapat memungkiri bahwa apa yang disampaikan bisa jadi akan menjadi kenyataan. “hampir setiap hari, sebelum memulai menyelesaikan pekerjaan penulis menyempatkan diri melihat penerimaan pajak secara nasional, pertumbuhannya jauh dari yang diharapkan,” sampai akhirnya beliau bergabung dalam kebinet kerja dalam resuffle baru-baru ini.
Dengan bergabungnya beliau di dalam kebinet kerja yaitu sebagai Menko Perekonomian Kabinet Kerja Presiden Jokowi, ada harapan yang besar untuk memperbaiki situasi tentang penerimaan pajak yang semakin jauh dari harapan yang direncanakan. Apalagi dalam situasi mata uang tercinta turun terancam mendekati level Rp. 14.000, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun nyaris 8% dalam sepekan, gejolak harga pangan, ancaman inflasi tinggi dan kelesuan ekonomi. Bahkan, ekonomi global di jurang resesi akibat devaluasi yuan serta peluang kenaikan suku bunga Fed. Sudah tidak sabar penulis ingin melihat ada kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan oleh beliau selaku menko yang mempermudah Direktorat Jenderal Pajak mampu menyelesaikan amanah yang diberikan dalam tahun 2015 ini. Merdeka !