Jagung BakarSeorang anak merengek minta dibelikan jagung bakar. Dengan sedikit enggan ibunya mengulurkan selembar uang dan mengawasinya dari kejauhan. Lalu si anak dengan tekun mengikuti gerak-gerik nenek tua penjual jagung bakar memainkan kipas bambunya. Mata kanak-kanaknya membulat terheran-heran mengikuti peletikan biji jagung, asap, serta harum yang tertebar kemana-mana.

Sedangkan nenek tua berpakaian lusuh itu tersenyum melirik anak kecil yang jongkok disebelahnya. Mata tuanya meredup melayang entah kemana. Sesekali dicubitnya pipi anak kecil yang jongkok disebelahnya itu. Kemudian diberikannya jagung baker itu pada anak yang sedari tadi berharap-harap takjub. Katanya “Ambil saja buatmu nak. Tak usah dibayar”.

Si ibu mengucapkan terimakasih lalu berkata pada sang ayah, “Lumayan kita dapat berkat satu jagung bakar”. Lalu mereka pergi meninggalkan taman kota itu dengan kendaraan roda empat mereka.

Wahai ibu!  Mengapa engkau menyebutnya sebagai berkat? Bukankah dengan demikian, si nenek tua itu malah kehilangan sebagian penghasilannya yang sebenarnya tidak seberapa? Tidakkah engkau terpanggil untuk membalas pemberian itu dengan sesuatu yang lebih dari sekedar kata terima kasih? Memang, menerima selalu lebih menyenangkan. Namun memberi dengan sikap tulus justru lebih membahagiakan, bukan?

Tahukah kita, hati nenek tua itu teramat terang, bahkan bila dibandingkan dengan lampu taman yang menerangi temaram senja ini.

https://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000002378790/982998299829wonderful-stories982998299829/12