Dalam tulisan terdahulu yang berjudul “Bila SPT Lebih Bayar Mengajukan Restitusi?” berintisarikan  tentang peranan petugas pelaksana dalam  mengurangi beban pekerjaan khususnya Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak. Seperti kita ketahui bahwa terkait restitusi yang diminta oleh wajib pajak atas kelebihan pajak yang telah disetorkan  dilakukan melalui suatu proses oleh Direktorat Jenderal Pajak, proses tersebut meliputi :

  1. Pemeriksaan, yaitu serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, adapun produk hukum yang dikeluarkan adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
  2. Verifikasi, yaitu serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, adapun produk hukum yang dikeluarkan adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
  3. Penelitian, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya, adapun produk hukum yang dikeluarkan adalah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP)

Namun istilah verifikasi yang muncul dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 yang dilakukan proses judicial review oleh KADIN Indonesia kepada Mahkamah Agung dan telah dipublikasikan melalui situs resmi Mahkamah Agung yang menyatakan telah dikabulkan permohonan judicial review KADIN Indonesia. Entah ada korelasinya atau tidak pada tanggal 2 April 2015 Bapak Sigit Priadi Pramudito selaku Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat edaran dengan nomor SE-27/PJ/2015 tentang Pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa Pajak. Tentang apa konten dari surat edaran tersebut adalah apa yang menjadi dasar penulisan kali ini dengan judul “ Sekilas Tentang Petugas Pemeriksaan Pajak.” Semoga informasi ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya pembelajaran bagi penulis sendiri. 😛

Dasar Pertimbangan

Sehubungan dengan adanya kewenangan untuk melaksanakan pemeriksaan oleh selain Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 206.2/PMK.01/2014 tanggal 17 Oktober 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, dipandang perlu dibuat petunjuk pelaksanaan pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa Pajak sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan tersebut.

Petugas Pemeriksa Pajak (P3)

Petugas Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, selain Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor, yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP). Petugas Pemeriksa Pajak berkedudukan di Kantor Pelayanan Pajak.

Syarat Petugas Pemeriksa Pajak (P3)

Petugas Pemeriksa Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. pendidikan formal serendah-rendahnya: Diploma III di bidang akuntansi/perpajakan/PBB/penilai atau Diploma III lainnya yang telah lulus diklat teknis dasar perpajakan; SMA atau sederajat, dalam hal sebagai berikut:  diangkat sebagai Account Representative (AR);  atau  ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan atas pemberian NPWP Secara Jabatan; penghapusan NPWP,  dan/atau pengukuhan atau pencabutan PKP.
  2. nilai kinerja pegawai 2 (dua) tahun terakhir minimal baik; dan
  3. diutamakan pegawai yang : telah mengikuti diklat setingkat pemeriksaan dasar telah mengikuti On the Job Training (OJT) pemeriksaan pajak; memiliki pengalaman melakukan pemeriksaan pajak; atau  memiliki keahlian/pengetahuan khusus pada bidang tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan.

Petugas Pemeriksa Pajak terdiri dari:

  • Kepala Seksi Pemeriksaan dan pelaksana di seksi Pemeriksaan;
  • Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan AR di seksi Pengawasan dan Konsultasi yang mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; dan
  • Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan dan pelaksana di seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan.

Pegawai tersebut tidak sedang menjalani hukuman disiplin terkait dengan aspek integritas yaitu permintaan dan/atau penerimaan gratifikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Terhadap pegawai yang ditunjuk menjadi Petugas Pemeriksa Pajak, diberikan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak.

Penugasan Pemeriksaan

Petugas Pemeriksa Pajak ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan sebagai berikut:

  • Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
    • Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak orang pribadi atau badan dalam  hal terdapat data yang bersifat konkret antara lain: hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak; bukti pemotongan pajak penghasilan;  keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang KUP; atau data lain yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan yang tidak dilakukan verifikasi.
    • Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak orang pribadi dalam hal Wajib Pajak:  menggunakan norma perhitungan penghasilan neto; melakukan pekerjaan bebas (Wajib Pajak orang pribadi profesi) yang menyelenggarakan pembukuan dengan peredaran bruto setinggi-tingginya Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah);  tidak memiliki kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas;  melakukan penyerahan kepada pemungut dengan nilai sekurang-kurangnya 75% dari total penyerahan; memenuhi persyaratan tertentu sesuai pasal 17D UU KUP baik yang diterbitkan SKPPKP maupun yang tidak diterbitkan SKPPKP; atau mengajukan permohonan restitusi PPN dengan nilai penyerahan setinggi-tingginya Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dalam satu Masa Pajak.
    • Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak badan dalam hal:  pemeriksaan dilakukan untuk menetapkan kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi; Wajib Pajak melakukan penyerahan kepada pemungut dengan nilai sekurang-kurangnya 75% dari total penyerahan; Wajib Pajak memenuhi persyaratan tertentu sesuai pasal 17D UU KUP baik yang diterbitkan SKPPKP maupun yang tidak diterbitkan SKPPKP; atau Wajib Pajak mengajukan permohonan restitusi PPN dengan nilai penyerahan setinggi-tingginya Rp4.200.000.000,00 (empat miliar dua ratus juta rupiah) dalam satu Masa Pajak.
    • Pemeriksaan terhadap objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor P-3 atas Wajib Pajak yang tidak mengembalikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Pemeriksaan terhadap objek PBB sektor P-3 dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
    • Pemeriksaan Bea Meterai terhadap Wajib Pajak yang mendapatkan izin pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi.
  • Pemeriksaan Tujuan Lain yang dilakukan di KPP

Penugasan Pemeriksaan tersebut di atas dilakukan oleh Petugas Pemeriksaan Pajak yang berada di seksi pemeriksaan dan/atau seksi yang mempunyai tugas melakukan pengawasan wajib pajak.

Jangka Waktu Pemeriksaan

Jangka waktu pemeriksaan yang dilakukan oleh Petugas Pemeriksa Pajak terdiri dari:

  • Jangka waktu pengujian pemeriksaan untuk  Wajib Pajak orang pribadi dan badan atas data yang bersifat konkrit dan pemeriksaan bea materai  paling lama 2 (dua) bulan dan jangka waktu pembahasan paling lama 2 (dua) bulan.
  • Jangka waktu pengujian pemeriksaan untuk pemeriksaan rutin paling lama 4 (empat) bulan dan jangka waktu pembahasan paling lama 2 (dua) bulan.
  • Jangka waktu pemeriksaan untuk Tujuan Lain sesuai dengan jangka waktu yang diatur dalam ketentuan tentang Tata Cara Pemeriksaan yang berlaku.
  • Jangka waktu pemeriksaan sebagaimana untuk Pajak Bumi dan Bangunan (P3) sesuai dengan jangka waktu yang diatur dalam ketentuan tentang Tata Cara Pemeriksaan PBB yang berlaku.

Pos yang Dilakukan Pemeriksaan

  • Pemeriksaan terhadap kewajiban PPh Badan atau PPh orang pribadi dilakukan terhadap pos-pos sebagai berikut:
    • penghasilan bruto/peredaran usaha;
    • kredit pajak; dan
    • pos-pos lainnya tidak bersifat wajib, namun dapat dilakukan dalam hal Petugas Pemeriksa Pajak memandang perlu untuk melakukan pengujian pos dimaksud.
  • Pemeriksaan terhadap kewajiban PPN dilakukan terhadap pos-pos sebagai berikut:
    • Penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak; dan
    • pajak yang dapat diperhitungkan.
  • Pemeriksaan terhadap kewajiban pajak selain yang dimaksud pada angka 6 huruf a dan b dilakukan terhadap pos-pos sebagai berikut:
    • objek pajak; dan
    • pajak yang dapat diperhitungkan.
  • Pemeriksaan Khusus dalam rangka menindaklanjuti data yang bersifat konkret sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a angka 1) huruf a) dilakukan hanya terhadap pos yang terkait.
  • Atas pos-pos yang dilakukan pemeriksaan atau tidak dilakukan pemeriksaan dituangkan dan dijelaskan dalam audit plan dan audit program.

Teknik Pemeriksaan yang Dilakukan

  • Pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa Pajak dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan sebagai berikut:
    • pemanfaatan informasi internal dan eksternal Direktorat Jenderal Pajak;
    • pengujian keabsahan dokumen;
    • penelusuran angka-angka;
    • penelusuran bukti;
    • ekualisasi atau rekonsiliasi;
    • permintaan keterangan atau bukti;
    • konfirmasi;
    • pengujian kebenaran penghitungan matematis; dan/atau
    • wawancara.
  • Dalam hal dipandang perlu, Petugas Pemeriksa Pajak dapat memilih teknik pemeriksaan lain sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai metode dan teknik pemeriksaan yang berlaku.

Penutup

Dengan penunjukan sebagai Petugas Pemeriksa Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak jelas bukan mencaplok peran dari Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak namun lebih mensinergikan peran masing-masing dengan tujuan yang sama. Hal ini semakin jelas bahwa semangat yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah untuk mengamankan terget penerimaan pajak demi memuluskan kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara.

Sebagai petugas pelaksana, penulis berpendapat sebaiknya pelaksanaan pemeriksaan tetap harus dilakukan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak, petugas-petugas pelaksana yang ada terkait syarat petugas pemeriksa pajak dapat diangkat menjadi Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak. Apalagi penunjukan Petugas Pemeriksa Pajak ini erat kaitannya dengan hasil Judical Review sebagaimana dijelaskan di awal tulisan.

Artikel Pajak Menarik Lainnya :

  1. Bila SPT Lebih Bayar Mengajukan Restitusi?
  2. Quo Vadis Pajak Bersifat Memaksa?
  3. Bila Target Pajak Akan Terpenuhi?
  4. Ratusan Artikel Pajak Lainnya