Dalam kelas brevet baru-baru ini ada yang berbeda, karena pesertanya berasal dari satu perusahaan swasta yang sama, sebagai instruktur sekaligus praktisi perpajakan ada haru dalam hati ini karena begitu pentingnya persoalan perpajakan sehingga mereka harus mengeluarkan sejumlah dana untuk dididik mahir pajak.
Memang disamping sebagaimana pernah dibahas dalam tulisan berjudul “Sekilas Tentang Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa” bahwa salah satu yang dapat menjadi kuasa wajib pajak adalah Karyawan Wajib Pajak itu sendiri sepanjang dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan yang dibuktikan dengan memiliki Sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan kursus brevet pajak.
Namun disamping hal tersebut di atas, tentu tujuan memberi pendidikan ke kepada karyawannya khususnya dibidang perpajakan adalah agar perusahaan tidak memiliki permasalahan dalam bidang perpajakan, terlebih begitu seringnya institusi Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan aturan dan kebijakan yang baru serta isu-isu perpajakan dengan bertubi-tubi.
Saya akui, jika ada banyak masyarakat wajib pajak yang bertanya tentang kebenaran suatu isu bahwa “objek ini dikenakan pajak, objek itu dikenakan pajak” ada kesulitan besar bagi saya untuk menjawab karena memang banyak isu yang masih menjadi wacana. Adalah APBNP 2015 yang sudah disahkan yang menjadi persoalan, di mana beleid anggaran sangat penting sebagai modal pemerintah untuk mewujudkan janji pembangunan. Dan sebagai kontributor dan penopang anggaran terbesar dalam hal penerimaan negara adalah pajak, tak tanggung-tanggung kenaikan pertumbuhan yang diharapkan mencapai 40% sementara tahun-tahun sebelumnya pengharapannya hanya 5% saja dan itupun tak tercapai!
Salah seorang peserta brevet bertanya kepada saya, apa dasar institusi DJP selalu menargetkan penerimaan pajak? Secara spontan saya jawab bahwa lembaga non profit pun pasti memiliki target dalam kegiatan mereka, namun dalam hati saya mengakui bahwa pertanyaan tersebut adalah suatu pertanyaan yang sangat luar biasa. Bahwa pemerintah dalam hal ini institusi DJP menetapkan target penerimaan bukanlah tanpa dasar, diantaranya pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwasanya masih banyak masyarakat yang sudah memenuhi unsur subjek dan objek namun belum mendaftarkan diri sebagai wajib pajak yang sudah tentu tidak pernah membayar pajak, maka kali ini jajaran institusi DJP akan memaksimalkan ekstensifikasi pajak.
- Memang ada pemikiran untuk menggali potensi baru perpajakan namun tetap sesuai dengan koridor hukum perpajakan terkait hal ini beberapa dapat dibaca dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya.
- Hal yang paling penting dan semangat yang ingin penulis usung kali ini adalah mengedepankan unsur tindakan hukum (law enforcement) terlebih bahwa pajak itu memang bersifat memaksa.
Ketegasan Adalah Suatu Keharusan
Sesuatu yang alami jika manusia berusaha menghindar membayar pajak, penghindaran dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan manifestasinya. Maka tidak ada hal yang dapat ditawar lagi demi memenuhi komitmen pertumbuhan pajak yang sudah disepakati didukung atau tidak, bahwasanya institusi DJP harus tegas dalam melaksanakan rencana yang jauh-jauh hari dirancang, bukankah semuanya ini nanti dikembalikan kepada rakyat dalam wujud dan kemakmuran rakyat.
Penulis mencatat beberapa wacana dan ketentuan yang sudah dirancang jauh-jauh hari bahkan beberapa diantaranya sudah menjadi peraturan perpajakan namun akhirnya ditunda bahkan dibatalkan diantaranya adalah:
1. Data Nasabah Perbankan yang Tercatat Sebagai Pemegang Deposito
Adalah semangat yang dikeluarkan Direktur Jenderal Pajak tentang ketentuan yang dikeluarkan dalam PER-01/PJ/2015, walau hanya sekedar aturan tentang formulir bukti pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI, dan Jasa Giro. Namun telah membuat panik pihak perbankan sehingga ketentuan ini akhirnya dibatalkan oleh kementerian keuangan. (dalam bukti potongan tersebut mengharuskan bank untuk mencatat Identitas Wajib Pajak/penerima penghasilan yang dipotong PPh atas Bunga Deposito/Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro).
Sesungguhnya tahapan ini masih dalam proses pengumpulan data untuk mengetahui daftar wajib pajak yang memiliki deposito, tetapi demikian besarnya tekanan sehingga hal ini pun tidak dapat dilakukan, beberapa catatan yang penulis kumpulkan alasan pembatalan adalah karena :
- Pihak perbankan khawatir bahwa para nasabah akan mencabut simpanannya dan melarikan ke bank di luar negeri sehingga terjadi arus modal keluar (capital flight)
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan bahwa ketentuan tersebut menabrak UU Perbankan yang menyatakan bahwa data nasabah bersifat rahasia hanya kecuali untuk kepentingan pemeriksaan, penyidikan dan bukti permulaan.
Hal ini berbeda dengan yang pernah saya dengar dan pelajari tentang negara Inggris, dimana pemerintah bahkan dapat mengambil uang nasabah dalam jumlah tertentu demi untuk menutupi belanja negara yang diperlukan.
2. Pengenaan PPN atas pengguna Jalan Tol
Sebelumnya telah diputuskan mulai tanggal 1 April 2015 pengguna jalan tol akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai hal ini sebagaimana telah diatur dalam peraturan Direktur Jenderal Pajak yaitu PER-10/PJ/2015, namun dibeberapa media menyatakan bahwa pemerintah kembali menunda pengenaannya dengan alasan timing-nya tidak tepat.
Peristiwa penundaan ini adalah de ja vu, di mana tahun 1990 melalui surat edaran pernah melakukan penundaan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai bagi pengguna jalan Tol. Adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang getol meminta pemerintah membatalkan rencana pemberlakukan PPN atas jalan tol, adapun alasannya diantaranya adalah :
- Pelayanan jalan tol masih buruk, Operator jalan tol belum mampu memenuhi standar pelayanan minimal. Misalnya, kecepatan rata-rata di jalan tol semakin menurun, antrean di loket semakin mengular, dan jalan tol banyak berlubang di sana sini.
- Biaya logistik akan naik, PPN jalan tol akan berdampak kepada kenaikan biaya logistik. Kalau beban logistik meningkat, maka dipastikan akan berdampak pada konsumen akhir dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok. Menurut Tulus, PPN jalan tol justru kontraproduktif terhadap kebijakan pemerintah yang ingin menekan biaya logistik.
- PPN adalah kenaikan tol terselubung, Pengenaan PPN merupakan kenaikan tarif tol terselubung dan bahkan akan mengakibatkan kenaikan tarif ganda. Pasalnya, tarif tol dinaikkan setiap periode di ruas tertentu. Jika tarif tol sudah naik, tapi masih dikenakan PPN juga, itu berarti akan terjadi kenaikan ganda dan melanggar undang-undang tentang jalan dan peraturan pemerintah tentang jalan tol.
3. Wacana Pengenaan Listrik Rumah Tangga di atas 2.200 watt
Ada potensi penerimaan negara yang cukup besar terkait pengguna listrik di atas 2.200 watt yang data dan nilainya sudah diperoleh. Walau sebatas wacana namun nuansa penolakan sudah sangat terasa.
4. Perluasan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Adanya wacana terkait pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas setiap pembelian tertentu, tentang hal ini dapat di baca dalam tulisan yang berjudul “Bila Target Pajak Akan Terpenuhi?“
: adapun objek pemungutan tersebusebagai berikut :
- Pesawat udara pribadi. Semula harga jual di atas Rp 20 miliar menjadi tidak ada batasan.
- Kapal pesiar dan sejenisnya. Semula harga jual di atas 10 miliar menjadi tidak ada batasan.
- Rumah beserta tanah. Semula harga jual atau pengalihan lebih dari Rp 10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi menjadi harga jual atau pengalihan lebih dari Rp 2 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
- Apartemen, kondominium dan sejenisnya. Semula harga jual atau pengalihan lebih dari Rp 10 miliar dan luas bangunan lebih dari 400 meter persegi menjadi harga jual atau pengalihan lebih dari Rp 2 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi.
- Kendaraan bermotor roda 4 kapasitas kurang dari 10 orang. Semula harga jual lebih dari Rp 5 miliar dan kapasitas silinder di atas 3.000 cc menjadi harga jual lebih dari Rp 1 miliar dan kapasitas silinder di atas 3.000 cc.
- Kendaraan bermotor roda 2 atau 3. Semula tidak dipungut menjadi harga jual Rp 75 juta atau kapasitas silinder di atas 250 cc.
- Perhiasan (berlian, emas, intan, dan batu permata). Semula tidak dipungut menjadi harga jual lebih dari Rp 100 juta.
- Jam tangan. Semula tidak dipungut menjadi harga jual lebih dari Rp 50 juta.
- Semula tidak dipungut menjadi harga jual lebih dari Rp 15 juta.
- Semula tidak dipungut menjadi harga jual lebih dari Rp 5 juta.
Ketegasan dan Pemaksaan Pajak
Seingat saya 2 (dua) tahun lalu, berdasarkan data yang ada dari total enam juta badan usaha yang tercatat di DJP, hanya sebesar sepuluh persen atau sekitar kurang lebih lima ratus ribu badan usaha yang sudah mematuhi peraturan untuk membayar pajak. Sementara sisanya, masih belum memiliki kesadaran untuk membayar pajak, itu belum termasuk Orang Pribadi. Dan tampaknya tahun 2014 juga masih seperti itu terbukti tidak tercapainya target pertumbuhan yang diharapkan, bagaimana dengan pemenuhan target penerimaan tahun 2015 ini, ketentuannya yang sudah ada saja dipaksa untuk ditunda atau dibatalkan, apakah akan tercapai?
Tidak ada cara lain, pemerintah harus lebih tegas dan lebih memaksa, bila perlu melibatkan Kopasus TNI (:D), karena ini sudah mengganggu kedaulatan negara. Ini bukan hanya kepada wajib pajak tetapi kepada institusi lain yang memiliki data, informasi, keterangan, atau apapun itu yang olehnya dapat diketahui bahwa terdapat potensi pajak yang belum atau tidak dilaporkan. Dan negara juga harus menunjukan bahwa pajak yang sudah dibayar, digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
Sebagai ilustrasi penutup, sebagai Account Representative pernah sekali waktu saya meminta informasi data pembelian impor wajib pajak yang sedang mengajukan lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai (WP tersebut memang sudah diputuskan sebagai WP Patuh oleh petugas sebelum saya), karena tindakan penelitian yang saya lakukan sampai ketingkat itu Wajib Pajak tersebut murka dan mengancam akan menggugat karena sebagai WP patuh atas lebih bayar PPN nya harus segera dikembalikan tanpa pemeriksaan” … yang dapat saya lakukan hanya menghela nafas panjang.
…