Zakat Pengurang PajakSeorang  Account Representatif pernah “curhat” kepada saya tentang dilema yang mereka alami ketika ditemukan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri salah menerapkan tarif dalam penghitungan Pajaknya (Penghasilan Kena Pajak langsung dikalikan tarif pasal 17 ayat 1b dan 2a), sehingga apabila dibetulkan maka akan menyebabkan Lebih Bayar, sementara kesalahan tarif tersebut atas SPT Tahunan tahun lalu yang baru diketahui belakangan. Wajib Pajak tersebut adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Menjelang penyampaian SPT Tahunan tahun 2014, Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Edaran nomor SE-02/PJ/2015 tentang penegasan atas pelaksanaan Pasal 31 E ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008. Adapun maksud  penerbitan Surat Edaran tersebut adalah untuk memberikan acuan dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai fasilitas pengurangan tarif PPh bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bertujuan agar pelaksanaan ketentuan mengenai fasilitas pengurangan tarif PPh bagi WP badan DN dapat berjalan dengan baik dan terdapat keseragaman dalam pelaksanaannya.

Pengurangan Tarif PPh

Seperti diketahui bahwa Pasal 31E ayat (1) UU PPh mengatur bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif umum (Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a)) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Sebagaimana kita ketahui Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah kategori Wajib Pajak Luar Negeri walau penghitungan dalam Pasal 2 ayat (1a) UU PPh yang menyebutkan perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan, namun karena kriterianya adalah hanya  Wajib Pajak Badan Dalam Negeri sehingga BUT tidak termasuk kriteria yang dapat memanfaatkan pasal 31E.

Terdapat penegasan dalam  SE-02/PJ/2015 diantaranya adalah :

  1. Fasilitas pengurangan tarif tersebut dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh WP Badan, sehingga WP badan dalam negeri tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh failitas tersebut.
  2. Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan subyek pajak luar negeri, sehingga tidak mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 E ayat (1) UU PPh.
  3. Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyar) adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dalam negeri untuk dapat memperoleh pengurangan tarif tersebut di atas.
  4. Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh merupakansemua penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha,setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam tahun pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi :
    1. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
    2. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final
    3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
  5. Fasilitas Pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh bukanlah merupakan pilihan, sehingga bagi WP badan DN yang memiliki akumulasi peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif PPh yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi WP badan dalam negeri tersebut wajib mengikuti ketentuan pengurangan tarif sebagaimana Pasal 31E ayat (1) UU PPh.
  6. Fasilitas pengurangan tarif ini berlaku untuk penghitungan PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari penghasilan yang PPh tidak bersifat final.
  7. Untuk menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan, Wajib Pajak badan DN yang telah memenuhi syarat fasilitas pengurangan tarif PPh ini wajib menggunakan tarif PPh sebagaimana dimaksud Pasal 31E ayat (1) UU PPh.
  8. Pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh WP badan DN dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah) dapat melampirkan Lembar Penghitungan fasilitas pengurangan tarif PPh bagi Wajib Pajak badan DN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh.

Contoh Penghitungan PPh

Nusahati dalam tahun 2014 memiliki peredaran bruto sebesar Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh miliar rupiah), adapun PPh terutang  diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Peredaran bruto dari penghasilan sejumlah Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah) meliputi penghasilan yang :
    1. Dikenai PPh tidak bersifat final sebesar Rp. 22.000.000.000,- (dua puluh dua milyar rupiah) terdiri atas Rp. 21.900.000.000,- penghasilan yang bersifat teratur dan Rp. 100.000.000 penghasilan yang bersifat tidak teratur;
    2. Dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi sebesar Rp. 7.500.000.000.- (tujuh setengah milyar rupiah);
    3. Bukan objek pajak sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
  2. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan total sebesar Rp. 28.000.000.000,- (dua puluh delapan milyar rupiah) meliputi yang :
    1. Dikenai PPh tidak bersifat final atas penghasilan teratur sebesar (Rp. 21.000.000.000,-) (dua puluh satu miliar rupiah)
    2. Dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi sebesar (Rp. 6.500.000.000,-) (enam setengah milyar rupiah)
    3. Bukan objek pajak sebesar (Rp. 300.000.000,-) (tiga ratus juta rupiah).
  3. Jumlah penghasilan neto adalah sebesar Rp. 2.000.000.000,- yang bersumber dari (Rp. 30.000.000.000,- dikurang Rp. 28.000.000.000,-).
  4. Koreksi fiskal dengan jumlah (Rp. 1.000.000.000,-) yang bersumber dari selisih koreksi fiskal positif dan negatif dengan rincian meliputi :
    1. Koreksi negatif atas Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi sebesar Rp. 7.500.000.000.- (Tujuh setengah milyar rupiah).
    2. Koreksi negatif Peredaran bruto dari penghasilan yang bukan objek pajak sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
    3. Koreksi positif Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi sebesar Rp. 6.700.000.000 (enam milyar tuju ratus juta rupiah).
    4. Koreksi positif biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
  5. Jumlah penghasilan neto setelah koreksi fiskal adalah sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
  6. PT Nusahati masih memiliki sisa kerugian dari tahun-tahun sebelumnya sebesar Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah).
  7. Penghasilan Kena Pajak PT Nusahati menjadi sebesar Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
  8. Penghitungan Pajak Penghasilan terutang adalah sebagai berikut :
    1. 4.800.000.000,-/Rp. 30.000.000.000,- X Rp. 300.000.000,- = Rp. 48.000.000,-
    2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas Rp. 300.000.000,- dikurangi Rp. 48.000.000,- adalah Rp. 252.000.000,-
  9. Maka penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun 2014 adalah sebesarRp. 69.000.000,- yang bersumber dari (Rp. 6.000.000,- + Rp. 63.000.000,-) dengan penghitungan tarif sebagai berikut :
    1. 50% X 25% X Rp. 48.000.000,- adalah Rp. 6.000.000,-
    2. 25% X Rp. 252.000.000,- adalah Rp. 63.000.000,-

Contoh Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2015 bagi PT. Nusahati sebagaimana contoh di atas  adalah dengan penghitungan sebagai berikut :

  1. Penghasilan neto setelah koreksi fiskal tahun 2014 adalah sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
  2. Dikurangi penghasilan tidak teratur tahun pajak 2014 sebesar (Rp. 100.000.000,-)
  3. Dikurangi kompensasi kerugian fiskal tahun 2015 sebesar nihil
  4. Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2015 adalah sebesar Rp. 900.000.000,-
  5. Penghasilan Kena Pajak dari bagian :
    1. peredaran bruto yang memperoleh fasilitas (pembulatan ribuan ke bawah) adalah Rp. 4.800.000.000/Rp. 30.000.000.000 X Rp. 900.000.000,- = Rp. 144.000.000,-
    2. Peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas sebesar Rp. 900.000.000 dikurang Rp. 144.000.000,- adalah Rp. 756.000.000,-
  6. PPh terutang dari Penghasilan Kena Pajak kedua bagian tersebut adalah dengan total Rp. 207.000.000,- (Rp. 18.000.000 + 189.000.000,-) dengan rincian masing-masing bagian sebagai berikut  :
    1. Peredaran bruto yang memperoleh fasilitas adalah 50% X 25% X Rp. 144.000.000,- yaitu sebesar Rp. 18.000.000,-
    2. Peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas adalah 25% X 756.000.000,- yaitu sebesar Rp. 189.000.000,-
  7. Dikurangi Kredit pajak Tahun 2014 yang dipungut dan/atau dipotong oleh pihak lain sebesar “Nihil”
  8. Angsuran PPh Pasal 25 yang sudah harus diangsur sejak masa April 2015 adalah sebesar (Rp. 207.000.000,- dibagi 12) yaitu Rp. 17.250.000,-

Aturan terkait dapat di download di :

loading….