Dalam kelas brevet tentang perencanaan pajak, saya katakan seringnya Wajib Pajak menunda membayar pajak yang akhirnya menimbulkan hasrat untuk merekayasa laporan agar pajak yang dibayar menjadi lebih kecil atau tidak membayar sama sekali.
Bagi perencana pajak yang tingkatan kecerdikannya lebih baik adalah memindahkan harta atau uangnya ke negara lain yang lebih aman. Karena sudah bablas terjadi demikian, dan karena ketidakmampuan aturan dan pengawasan yang dilakukan, dan karena kebutuhan negara yang demikian mendesak maka timbulah wacana pengampunan pajak (Tax Amnesty), agar mereka kembali kejalan yang benar yaitu patuh melaksanakan kewajiban perpajakan yang sempat menyeleweng.
Beberapa ahli dikirim untuk belajar tentang keberhasilan suatu negara melakukan tax amnesty semisal ke negara Afrika Selatan, Korea Selatan, Irlandia, India bahkan sampai ke Planet Mars tanpa pernah bertanya kepada pembayar pajak itu sendiri, kenapa mereka menyimpang membayar pajak? tanpa pernah bertanya kepada pengumpul pajak itu sendiri kenapa mereka tidak berjiwa militansi dan sungguh-sungguh mengemban tugas serta tanggungjawabnya? tanpa pernah bertanya ke negara itu sendiri, sudah benarkah uang pajak tersebut digunakan?
Sebagai mantan Account Representative yang pernah bertugas di KPP setingkat Pratama dan Madya, pengalaman di KPP Madya pernah saya mengusulkan agar seorang Wajib Pajak yang menjadi pengawasan saya untuk diberikan penghargaan menjadi kriteria Wajib Pajak patuh karena kepatuhannya, pembayarannya, yang menurut kaca mata saya sangat baik dibandingkan dengan Wajib Pajak lain dengan usaha sejenis dan pula telah diaudit oleh KAP yang mumpuni dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian, namun ternyata di tolak di tingkat Kantor Wilayah.
Setelah beberapa lama saya tinggalkan (mutasi), saya temukan fakta bahwa Wajib Pajak yang dulu saya usulkan menjadi Wajib Pajak patuh tersebut diperiksa dan ditetapkan pajak yang demikian besar dengan dasar koreksi positif pada pos peredaran usaha yang meningkat 70%! Saya yang bodoh pernah mengusulkan menjadi Wajib Pajak patuh atau ditetapkan dengan kaca mata kuda? Entahlah!!, yang pasti Wajib Pajak tersebut sedang dalam proses Banding. Tapi itulah fakta yang terjadi, yang mau saya tegaskan adalah banyak Wajib Pajak yang baik namun tidak diperlakukan dengan profesional. Dan kini wacana Tax Amnesty pun muncul, makin botaklah para Wajib Pajak yang baik tersebut.
Bukan saya berfikir pesimis dan cenderung menolak dengan pemberlakuan Tax Amnesty namun saya melihat banyak hal yang belum maksimal dilakukan, dan saya juga tidak melihat bahwa pemberlakuan tax amnesty akan meningkatkan pembayaran pajak serta kepatuhan di masa mendatang, dengan alasan sebagai berikut :
- Jika bercermin dari sejarah tax amnesty di Indonesia, pada tahun 1964 melalui penetapan Presiden RI nomor 5 tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak. Pada tahun 1984 melalui Keppres Nomor 26 tahun 1984 tentang pengampunan pajak Jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.04/1984 tentang pelaksanaan pengampunan pajak. Konon disimpulkan bahwa hasilnya masih jauh dari harapan karena rendahnya partisipasi masyarakat.
- Dengan berkaca dari kebijakan sunset policy, saya tidak melihat signifikansinya wajib pajak baru bahkan cenderung melegitimasi penyelundupan pajak yang telah dilakukan dengan membayar pajak sekedarnya dalam momentum tersebut ( dana pajak dalam kebijakan tersebut konon memang masuk sekitar 5 Triliunan).
- Saya belum melihat bahwa sumber daya yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak cukup kuat untuk mendukung pemberlakuan penerapan tax amnesty demikian juga infrastruktur lainnya. Seperti kita ketahui jumlah wajib pajak sekarang adalah mencapai kira-kira 27 Juta (25 juta Wajib Pajak Orang pribadi dan 2 Juta Wajib Pajak Badan) sementara jumlah pegawai pajak hanya 33 ribu orang, rasionya hanya mencapai 1 : 818 atau seorang pegawai melayani 818 Wajib Pajak.
- Saya melihat bahwa keadaan ekonomi dan hukum pasca pemilihan presiden belum betul-betul sehat dan stabil, hal ini merupakan indikator yang kurang baik dibandingkan keadaan dinegara semisal Afrika Selatan, Irlandia saat diberlakukannya sejenis tax amnesty.
- Dalam penerapan kebijakan sunset policy jelas bersumber dari Pasal 37A UU KUP, namun saya sebatas baru merasakan bahwa landasan hukum implementasi tax amnesty baru sebatas diperbincangkan ditingkat Dewan Pertimbangan Rakyat.
- Seperti kita ketahui bahwa dalam 3 tahun terakhir ini, Direktorat Jenderal Pajak sedang melaksanakan reformasi yang konon katanya reformasi jilid III dan juga sedang melakukan penataan sistem perpajakan. Hal ini akan menyebabkan tax amnesty tidak akan optimal bila tetap diberlakukan.
Demikian juga, memang saya tidak bisa pula menutup mata dan telinga bahwa ada momentum dan harapan yang baik dalam penerapan tax amnesty diantaranya sebagai berikut :
- Dengan pemberlakuan tax amnesty akan membawa ekspektasi yang tinggi bahwa dana-dana akan masuk ke Indonesia yang berasal dari simpanan di luar negeri. Sumber data (Kadin, 2009) dana sekitar US$ 20 – 40 miliar (Rp. 360 Triliun) disimpan di sejumlah bank di Singapura dan Australia .
- Pernah ada beberapa negara yang sukses memberlakukan tax amnesty, konon beberapa diantaranya adalah Afrika Selatan, Korea Selatan dan India.
- Tingkat kepercayaan masyarakat yang mulai baik merupakan salah satu peluang untuk mewujudkan pemberlakuan tax amnesty, untuk memulai melaksanakan kewajiban dengan baik dan benar. Sehingga tujuan akhirnya adalah untuk mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak akan tercapai.
- Direktorat Jenderal Pajak telah dan terus mengembangkan hubungan kerja sama internasional baik dengan institusi negara-negara lain maupun lembaga keuangan internasional untuk dapat saling tukar menukar data dan informasi perpajakan.
Akhirnya, saya mengembalikan kepada pimpinan di atas bagaimanpun kami sebagai Ujung Panah (bukan lagi ujung tombak) akan melaksanakannya semampu perlengkapan perang yang diberikan kepada kami, dan semua itu demi kejayaan NKRI.