Imago DeiB. Manusia : Peta Teladan Allah

1. Makna “Peta Teladan Allah”

Mengapakah saya, engkau, kita yang dicipta menurut peta dan teladan Allah memiliki nilai yang begitu tinggi? Untuk ini, kita harus terlebih dahulu mengerti apa artinya “Peta dan teladan Allah.”

a. Substansi Rohani

Allah itu roh adanya. Maka pertama-tama, pengertian kualitas “peta dan teladan Allah” adalah kualitas rohani. Karena Allah adalah roh, maka kita yang dicipta menurut peta dan teladan Allah, juga adalah makhluk rohani. Kita berbeda dari binatang. Binatang tidak dicipta menurut peta dan teladan Allah, sehingga binatang tidak memiliki roh yang kekal. Binatang mempunyai jiwa yang bersifat sementara. Setelah ia mati, selesailah dia dan tidak ada lagi dia. Tetapi kita memiliki jiwa atau roh yang kekal. Setelah mati, kita tetap ada untuk selama-lamanya!

Ada pandangan bahwa binatang mempunyai jiwa dan tubuh, tetapi tidak mempunyai roh yang kekal. Manusia memiliki jiwa dan tubuh dengan roh yang kekal. Penjelasan ini kelihatannya lebih mudah dimengerti, tetapi pandangan ini tidak tepat. Karena di dalam kitab pengkhotbah 3, di situ dituliskan bahwa binatang dan manusia sama-sama mempunyai roh, yang dalam bahasa Ibrani dituliskan ru’ach (artinya : roh). Dituliskan : binatang rohnya ke bawah dan manusia rohnya ke atas (ayat 21). Artinya, jiwa binatang, setelah mati, dikuburkan dan selesai. Tetapi manusia, ketika mati, secara tubuh dikuburkan, tetapi jiwa rohnya  kembali menghadap ke hadapan Allah. Manusia harus bertanggung jawab dihadapan Allah untuk selama-lamanya. Itu sebabnya, kita harus jelas bahwa bintang adalah binatang, dan manusia adalah manusia. Manusia bukan bintang dan binatang bukan manusia.

Teori evolusi berusaha menggabungkan dan mencampur-adukan manusia dan binatang. Itu tidak benar, Penemuan yang terakhir arkeologi dan dunia fosil menyatakan bahwa tulang-tulang yang pernah mereka temukan dan yang mereka anggap sebagai tulang nenek moyang manusia sebelum ber-evolusi menjadi manusia, ternyata tidak memiliki benang atau pita suara. Hanya manusia yang mengerti Firman dan hanya manusia yang bisa mendengarkan kata-kata. Manusia yang bisa menemukan dan mengembangkan makna bahasa. Dengan demikian, hanya manusia yang bisa mengerti Firman Tuhan. Binatang hanya bisa bertingkah laku dan berteriak-teriak mengeluarkan suara, tetapi binatang tidak pernah berbahasa. Bintang tidak mungkin berbahasa dan tidak mungkin mengembangkan bahasa. Itu sebabnya tidak ada tempat untuk pita suara bagi mereka.

Para evolusionis tidak percaya kepada Alkitab. Mereka melawan Alkitab, tetapi justru bukti-bukti yang mereka harapkan mendukung kebenaran teori mereka, makin lama makin habis. Dulu saya juga seorang evolusionis. Saya sudah mempelajari filsafat sebelum berusia tujuh belas tahun. Saya adalah seorang intelektual yang tidak mau kalah pada siapapun saat itu. Saat itu saya masih duduk di SMU. Tetapi, kemudian saya bertobat kepada Tuhan Yesus Kristus pada usia tujuh belas tahun, dan sejak itu saya mengikut Tuhan. Bukan karena saya ingin masuk surga, atau ingin disembuhkan. Juga bukan karena saya mau karunia tertentu atau mau kaya. Saya bertobat karena saya mau tahu kebenaran.

Pada waktu itu, saya mempelajari Komunisme, menerima Dialektika-materialisme, menerima teori-teori Darwin, Karl Marx, dan lain-lain; semua pemikiran filsafat yang dianggap paling tinggi pada abad ke-19. Dan pada usia tujuh belas tahun, saya berkata menantang Tuhan:”Jikalau Engkau memang Allah yang sejati, jawablah semua pertanyaan saya yang paling sulit. Jika saya mendapat jawaban yang benar, saya akan pergi keseluruh dunia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling menyulitkan manusia.” Saya berperang di dalam rohani saya, saya bergumul dihadapan Tuhan saya menantang takhta Tuhan Allah. Akhirnya, dengan begitu banyak fakta, dan pengkhotbah-pengkhotbah yang setia kepada Firman, saya mendapat jawaban. Saya mengetahui bahwa Firman Tuhan adalah benar. Itu sebabnya, saya menyerahkan diri kepada Tuhan dan menjadi hamba Tuhan. Pada usia tujuh belas tahun, saya berdiri di depan sebuah kebaktian, berjanji kepada Tuhan: “Mulai hari ini sampai mati, saya akan menjadi hamba-Mu.” Saya terus menangis, karena mengingat Kristus yang telah mati bagi saya. Baju bagian depan saya basah karena air mata yang begitu banyak keluar. Seumur hidup saya sampai hari ini, belum pernah saya mengalirkan air mata lebih banyak dari pada saat itu, kecuali pada suatu peristiwa yang hampir mirip saat itu, yaitu pada saat mahasiswa-mahasiswa digilas dengan tank dilapangan Tian An Men, Beijing, tanggal 4 Juni 1989. Saat itu saya di New York. Ketika saya membaca surat khabar, langsung air mata saya membanjir turun. Saya tahu, bahwa dulu saya seorang ateis, seorang yang melawan Tuhan, seorang yang membenci Alkitab dan meragukan Allah. Saya membenci pendeta, membenci gereja. Saya pembenci dan pengkritik Kitab Suci. Tetapi akhirnya Tuhan Yesus menyelamatkan saya.

Mengapa Tuhan menyelamatkan kita? Karena kita mempunyai peta teladan Allah, sehingga kita berharga, hormat dan mulia, khususnya karena kita adalah makhluk rohani. Kita bukan hanya mempunyai tubuh yang bisa bertahan beberapa tahun lamanya, tetapi kita juga mempunyai roh yang bersifat kekal. Setelah mati tidaklah habis. Jangan Anda beranggapan jika Anda bunuh diri, selesai hidup. Tidak demikian. Itu pikiran orang bodoh, karena setelah bunuh diri, Anda akan berdiri di hadapan Allah, menanggung dosa selama-lamanya. Jangan Saudara bodoh! Jangan menipu diri! Jangan mengikuti tipuan setan! Mati bukan selesai, mati hanyalah berhenti hidup secara jasmani. Setelah mati, roh kita akan berdiri dihadapan Tuhan dan kita tetap berada selama-lamanya. Entah di sorga atau di neraka. Ini sesuatu yang sangat serius! Kita tidak bisa bermain-main dengan kekekalan. Apa yang sedang Saudara pelajari saat ini, jauh lebih penting dari segala macam kuliah yang bisa Saudara dapatkan di semua universitas, di mana pun juga, entah di Jerman atau Amerika, Jepang, Inggris atau Prancis. Apa yang kita pelajari bukan ilmu manusia, tetapi Firman dari Tuhan, Allah Pencipta, Sang Pemilik alam semesta ini.

b. Substansi Kekekalan

Mengapa hidup kita begitu tinggi? Mengapa roh kita begitu berharga? Karena Allah adalah Allah yang kekal, sehingga manusia yang dicipta menurut peta teladan Allah, juga memiliki roh yang kekal adanya. Roh manusia bersifat abadi. Itu berarti manusia berbeda dari bintang. Ketika binatang terakhir kali menghembus nafasnya, maka dia tidak ada lagi. Kulitnya bisa dijadikan sepatu, dagingnya bisa dimakan, tulangnya bisa menjadi perabot, tetapi keberadaannya sudah tidak ada lagi. Kita tidak perlu mengingat-ingat dia lagi. Tidak perlu kita melihat semua jasanya, apa yang pernah dilakukannya sebagai sesuatu yang bernilai kekekalan.

Manusia tidak seperti binatang. Mengapa orang Tionghoa menyembah nenek moyang? Karena mereka percaya nenek moyang masih ada. Mengapa sampai sekarang di Tian An Men dipampang foto Mao Ze Dong? Karena mereka tidak mau Mao Ze Dong tidak ada. Mengapa jenazah Mao Ze Dong dipelihara di Musoleum? Karena mereka menganggap dia harus terus mempengaruhi orang. Inikah Ateisme? Ateisme pembohong! Ateisme tidak mempercayai bahwa jiwa bersifat kekekalan, tetapi apa yang mereka lakukan tepat berlawanan dengan apa yang mereka teorikan dalam teori filsafat mereka. Semua ini menyadarkan kita untuk kembali kepada Alkitab. Hanya di dalam Kitab Suci dinyatakan tegas bahwa Allah menciptakan manusia dan membubuhkan di dalam diri manusia roh yang berkekekalan. Itu sebabnya, Saudara bernilai, saya bernilai, karena kita mempunyai jiwa yang bersifat rohaniah dan mempunyai hidup yang bersifat kekal.

Karena jiwa kita kekal, maka kita bisa mengatakan pada kekasih kita: “Aku mencintai engkau sampai selama-lamanya.” Jika anak berusia enam belas tahun mengatakan kalimat di atas, bagaimana dia bisa mengetahui “sampai selama-lamanya”? Bukankah ia baru berusia enam belas tahun? Ini disebabkan di dalam jiwanya ada unsur kekekalan. Konsep sedemikian bisa dipandang benar dari konsep ide. Tetapi kalimat tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena orang yang mengatakan demikian, bisa bercerai dua tahun kemudian. Bukankah pada zaman ini perceraian begitu banyak, begitu umum dan begitu terbiasa? Ini semua membuktikan bahwa kita mengaku adanya kegagalan. Kita tidak bisa memastikan apa yang sudah kita janjikan. Hanya Tuhan yang bisa janji dan menepati janji kekal. Puji Tuhan!

 …

Penulis : Pdt. Dr. Stephen Tong, Diambil dari Buku Yesus Kristus Juruselamat Dunia halaman 10 s.d 16