PajakDengan banyaknya Wajib Pajak atau calon Wajib Pajak yang masih belum paham tentang bagaimana cara melakukan pembayaran pajak, penyetoran pajak dan pelaporan pajak. Dan  sehubungan dipenghujung tahun 2014 kemarin bapak Menteri mengeluarkan ketentuan tentang pembayaran, penyetoran serta penyampaian SPT  maka kali ini penulis mencoba menulis kembali uraian Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014 tanggal 24 Desember 2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan.

Adapun judul tulisan kali ini adalah “Sekilas Tentang Pembayaran, Penyetoran & Pelaporan Pajak.” Semoga tulisan ini mengingatkan kembali tentang kewajiban perpajakan kita dan tata caranya sehingga tidak menyebabkan kita harus menanggung konsekuensi dari keterlambatan pembayaran maupun pelaporan terkait perpajakan tersebut.

Dasar Hukum

  1. Pasal 9 ayat (1), ayat (3a), ayat (4), Pasal 10 ayat (1), ayat (1a), dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
  2. Pasal 9 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
  3. Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014 tanggal 24 Desember 2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.
  4. Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 tanggal 24 Desember 2014 tentang Surat Pemberitahuan

Istilah Seputar Pembayaran & Pelaporan Pajak

  1. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP.
  2. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  3. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar pengeluaran negara.
  4. Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari sistem penerimaan dan anggaran negara.
  5. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.
  6. Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara dalam rangka ekspor dan impor.
  7. Bank Persepsi Mata Uang Asing adalah bank devisa yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing.
  8. Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara.
  9. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan melalui MPN.
  10. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penerimaan negara yang diterbitkan oleh Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi.
  11. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penerimaan negara yang diterbitkan oleh Pos Persepsi.
  12. Nomor Penerimaan Potongan yang selanjutnya disingkat NPP adalah nomor bukti transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan Surat Perintah Membayar (SPM).
  13. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara yang mencantumkan NTPN dan NTB/NTP serta elemen lainnya yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) atas transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM yang mencantumkan NTPN dan NPP.
  14. Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
  15. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor yang selanjutnya disebut SSPCP adalah surat setoran atas penerimaan negara dalam rangka impor berupa bea masuk, denda administrasi, penerimaan pabean lainnya, cukai, penerimaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, bunga dan PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, serta PPnBM Impor.
  16. Pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai.
  17. Bukti Pemindahbukuan yang selanjutnya disebut Bukti Pbk adalah bukti yang menunjukkan bahwa telah dilakukan Pemindahbukuan.

Pembayaran Pajak

Jangka Waktu Pembayaran dan penyetoran

  1. Jenis Pajak PPh Pasal 4 ayat 2
    1. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
    2. PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
    3. PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dipotong/dipungut atau yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, harus disetor sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
  2. Jenis Pajak PPh Pasal 15
    1. PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
    2. PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
  3. Jenis Pajak PPh Pasal 21, PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
  4. Jenis Pajak PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
  5. Jenis Pajak PPh Pasal 25, PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
  6. Jenis Pajak PPh Pasal 22
    1. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
    2. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
    3. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran atau pejabat penanda tangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPh Pasal 22, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
    4. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran, harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara.
    5. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
  7. Jenis Pajak PPN dan PPnBM
    1. PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan.
    2. PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
    3. PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
    4. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
    5. PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
    6. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN yang ditunjuk selain Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
  8. Jenis Pajak PPh Pasal 25
    1. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir.
    2. Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud  pada ayat (20) harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.
  9. Jenis Pajak Bea Materai, Bea Meterai harus dilunasi pada saat terutang Bea Meterai.

Tata Cara Pembayaran & Penyetoran

Pembayaran dan penyetoran pajak pada Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing. dilakukan ke Kas Negara melalui:

  1. layanan pada loket/teller (over the counter); dan/atau
  2. layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya,

Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP, SSP atau sarana administrasi lain dinyatakan sah, dalam hal telah divalidasi dengan NTPN. Sarana administrasi lain dapat berupa:

  1. BPN atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik atau dengan datang langsung ke Bank Persepsi
  2. SSPCP atas pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN impor, dan PPnBM impor serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri;
  3. Bukti Pbk atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui Pemindahbukuan; atau
  4. bukti penerimaan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Satu formulir SSP dengan menggunakan 1 (satu) kode akun pajak dan 1 (satu) kode jenis setoran,  hanya dapat digunakan untuk pembayaran:

  1. 1 (satu) jenis pajak,
  2. 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak, dan
  3. 1 (satu) surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Tagihan Pajak PBB.

SPT & Pelaporan Pajak

Surat Pemberitahuan (SPT)

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Surat pemberitahuan (SPT) yang disampaikan dapat berupa formulir kertas (harcopy); atau dokumen elektronik yang meliputi :

  1. SPT Tahunan PPh, dan
  2. SPT masa yang terdiri dari :
    1. SPT Masa PPh
    2. SPT Masa PPN dan
    3. SPT Masa PPN bagi Pemungut

SPT paling sedikit membuat jenis pajak; nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak; Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan; dan tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak.

SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak, dalam hal SPT ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak, SPT harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Penandatanganan SPT dilakukan dengan cara: tanda tangan biasa; tanda tangan stempel; atau tanda tangan elektronik atau digital. Tanda tangan tersebut mempunyai hukum yang sama

Batas Waktu Penyampaian

Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari libur tersebut adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari ang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional.

  1. SPT Tahunan, Wajib Pajak orang pribadi wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Wajib Pajak badan wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
  2. SPT Masa, Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, wajib melaporkan dengan menyampaikan SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir atas :
    1. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong;
    2. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dibayar sendiri;
    3. PPh Pasal 15 yang dipotong;
    4. PPh Pasal 15 yang dibayar sendiri;
    5. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong (tetap berlaku dalam hal jumlah PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil) ;
    6. PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong; dan/atau
    7. PPh Pasal 25 dibayar (Apabila telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi dan Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.)

Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak wajib melaporkan PPh Pasal 22 yang dipungut dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Bendahara wajib melaporkan PPh Pasal 22 yang dipungut dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lama 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak, PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dan PPN kegiatan membangun sendiri dengan menggunakan SPT Masa PPN, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut, ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa, wajib menyampaikan SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.

Pemungut Pajak PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor wajib melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya.

Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri yang telah disetor dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang telah disetor, dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.

Dikecualikan dari Kewajiban Menyampaikan SPT

Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT. Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu merupakan Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang PPh (dikecualikan dari kewajiban menyampaikan ; atau SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi.)
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas (dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25.)

loading…

Aturan dapat didownload di sini :

  1. Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014
  2. Lampiran Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014
  3. Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014