Banyak perusahaan menggunakan lembaga pembiayaan untuk mencukupi kebutuhan modalnya seperti membeli mesin, kendaraan, dan aktiva tetap lainnya. Hal tersebut dilakukan tentu dengan alasan bahwa aktiva tetap yang dibeli tersebut tidaklah murah dan akan lebih baik dana tunai digunakan untuk kepentingan operasional suatu perusahaan. Salah satu kegiatan pembiayaan tersebut adalah kegiatan sewa guna usaha disingkat SGU (leasing).

Adapun ketertarikan menuangkan kembali dengan topik ini adalah sehubungan dengan kasus sengketa yang masuk dimeja kerja penulis. Di mana pokok sengketa adalah atas adanya koreksi positif yang dilakukan pejabat fungsional pemeriksa pajak pada pos Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif atas biaya pembayaran leasing yang dipercepat. Maka dalam tulisan diawal Bulan September ini, penulis lebih memfokuskan relasi perpajakan atas kegiatan pembiayaan dalam bentuk kegiatan sewa guna usaha (leasing) dengan judul tulisan kali ini adalah “Sekilas Tentang Pajak Atas Kegiatan Sewa Guna Usaha”. Semoga memberi informasi yang bermanfaat…

Dasar Hukum

  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 634/KMK.013/1990 Tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing).
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).
  • Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-129/PJ./2010 tanggal 29 November 2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Transaksi Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi Dan Transaksi Penjualan Dan Penyewagunausahaan Kembali.

Sejarah Kegiatan Sewa Guna Usaha

Jika kita membuka buku-buku seputar sewa menyewa maka hukum sewa menyewa yang dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan telah terekam dalam sejarah paling tidak sudah ada sejak lebih kurang 4500 tahun Sebelum Masehi. Yakni sewa menyewa yang dipraktekkan dan dikembangkan oleh orang-orang Sumeria.

Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Karena dasarnya artinya memang sewa-menyewa. Kemudian dalam dunia bisnis berkembanglah sewa-menyewa yang disebut leasing itu kadang-kadang disebut saja sebagai lease, dan telah berubah menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia leasing sering di istilahkan dengan “sewa guna usaha.”

Istilah Sewa Guna Usaha (leasing) di Indonesia dikenal melalui surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Mentri Perdagangan Repupblik Indonesia dengan No. KEP-122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing.

Adanya lembaga keuangan leasing merupakan salah satu alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena pada saat ini mereka cendrung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa meperoleh dana untuk membiayai pembelian barang-barang modal dalam jangka waktu pengembalian antara tiga tahun atau lima tahun ataupun lebih.

Definisi Dan Istilah

Akuntansi

Istilah Sewa Guna Usaha (SGU) di dalam akuntansi mengacu pada PSAK 30. PSAK yang terbit tahun 1990 telah direvisi 2 (dua) kali. Revisi pertama adalah PSAK 30 (revisi 2007) yang berlaku mulai tahun 2008 dan kedua PSAK 30 (IAI 2011). Sejak revisi pertama, istilah SGU  tidak lagi digunakan di dalam akuntansi dan hal itu berimplikasi pada pembagian jenis sewa dan kriteria pengakuan sewa.

Pengertian sewa : Suatu perjanjian dimana lessor memberikan kepada lesee hak untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya, lesee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor.

Klasifikasi Sewa : Klasifikasi sewa didasarkan atas sejauh mana risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset sewaan berada pada lessor atau lesee. Sewa dibagi menjadi dua, yaitu :

  • Sewa operasi, sewa selain sewa pembiayaan
  • Sewa pembiayaan, sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh resiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan.

Kriteria Sewa : Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan pada umumnya mengarah pada sewa pembiayaan dan dapat menunjukan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah :

  • Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lesee pada akhir masa sewa;
  • Lesee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan sehingga awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan;
  • masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomik aset meskipun hak milik tidak dialihkan;
  • pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial  mendekati nilai wajar aset sewaan; dan
  • aset sewaan bersifat khusus dan hanya lesee yang dapat menggunakan tanpa perlu modifikasi secara material.
    • jika lesee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang terkait dengan pembatalan ditanggung lesee
    • untung atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada lesee
    • lesee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah dari nilai pasar rental.

Perpajakan

Beberapa definisi dan istilah dalam Sewa Guna Usaha (leasing) yang perlu diketahui sebagaimana Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing)  adalah sebagai berikut :

  • Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala;
  • Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee;
  • Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa-guna-usaha;
  • Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Lessor;
  • Pembayaran Sewa-guna-usaha (Lease Payment) adalah jumlah uang yang harus dibayar secara berkala oleh Lessee kepada Lessor selama jangka waktu yang telah disetujui bersama sebagai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha;
  • Piutang sewa-guna-usaha (Lease Receivable) adalah jumlah seluruh pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha;
  • Harga Perolehan (Acquisition Cost) adalah harga beli barang modal yang dilease ditambah dengan biaya langsung;
  • Nilai pembiayaan adalah jumlah pembiayaan untuk pengadaan barang modal yang secara riil dikeluarkan oleh Lessor;
  • Angsuran Pokok Pembiayaan adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-usaha yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan;
  • Imbalan Jasa Sewa-guna-usaha adalah bagian dari pembayaran sewa guna usaha yang diperhitungkan sebagai pendapatan sewa-guna-usaha bagi Lessor;
  • Nilai Sisa (Residual Value) adalah nilai barang modal pada akhir masa sewa-guna-usaha yang telah disepakati oleh Lessor dengan Lessee pada awal masa sewa-guna-usaha;
  • Simpanan Jaminan (Security Deposit) adalah jumlah uang yang diterima Lessor dari Lessee pada permulaan masa lease sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran lease;
  • Masa Sewa-guna-usaha (Lease Term) adalah jangka waktu sewa-guna-usaha yang dimulai sejak diterimanya barang modal yang disewa-guna-usaha oleh Lessee sampai dengan perjanjian sewa-guna -usaha berakhir;
  • Masa Sewa-guna-usaha Pertama adalah jangka waktu sewa-guna-usaha barang modal untuk transaksi sewa-guna-usaha yang pertama kalinya;
  • Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha.

Prosedur Dan Mekanisme Perjanjian Leasing

Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

  • Lessor hanya diperkenankan memberikan pembiayaan barang modal kepada lessee yang telah memiliki NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.
  • Lessee dilarang menyewa-guna-usahakan kembali barang modal yang disewa-guna-usaha kepada pihak lain.
  • Lessor wajib menempelkan plakat atau etiket pada barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan mencantumkan nama dan alamat lessor serta pernyataan bahwa barang modal dimaksud terikat alam perjanjian sewa-guna-usaha.
  • Plakat atau etiket harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dengan mudah barang modal tersebut dapat dibedakan dari barang modal lainnya yang pengadaannya tidak dilakukan secara sewa-guna-usaha.
  • Selama masa sewa-guna-usaha, lessee bertanggung jawab untuk memelihara agar plakat atau etiket tetap melekat pada barang modal yang disewa-guna- usaha.
  • Perusahaan sewa-guna-usaha atau perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan sewa-guna- usaha, dapat membuka kantor cabang/kantor perwakilan dan menggunakan tenaga asing setelah memperoleh izin/persetujuan dan rekomendasi dari Menteri Keuangan (KMK 1169/KMK.01/1991).
  • Tata cara pemberian izin/persetujuan, dan rekomendasi diatur oleh Direktur Jenderal Moneter.

Yang perlu diperhatikan bahwa setiap transaksi sewa guna usaha (leasing) wajib diikat dalam suatu perjanjian (lease agreement), wajib dibuat dalam bahasa Indonesia apabila perlu dapat diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Di dalam perjanjian sewa guna usaha tersebut sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :

  • Jenis transaksi sewa guna usaha
  • Nama dan alamat masing-masing pihak
  • Nama, jenis, type dan lokasi penggunaan barang modal
  • Harga perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran sewa guna usaha, angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa sewa guna usaha, nilai sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan asuransi atas barang modal yang disewa guna usahakan;
  • Masa sewa guna usaha;
  • Ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa guna usaha yang dipercepat, dan penetapan kerugian yang harus ditanggung lesee dalam hal barang modal yang disewa guna usaha dengan hak opsi hilang, rusak atau tidak berfungsi karena sebab apapun;
  • Opsi bagi penyewa guna usaha dalam hal transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi
  • tanggung jawab para pihak atas barang modal yang disewa guna usaha.

Jenis Leasing & Perlakuan Perpajakannya

Pada prinsipnya perlakuan akuntansi atas sewa guna usaha (leasing) dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi di bidang sewa guna usaha di Indonesia. Kegiatan sewa-guna-usaha dapat dilakukan secara :

1. Finance Lease (sewa guna usaha dengan hak Opsi)

Kegiatan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease atau capital lease) ditetapkan sebagai kegiatan lembaga keuangan lainnya. Suatu kegiatan sewa guna usaha dapat digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria sebagai berikut :

  • Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
  • Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan; (sesuai penggolongan pada UU PPh).
  • Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Setiap leasing dengan hak opsi, diakhir masa lesee dapat melaksanakan opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan masa sewa guna usaha (leasing). Jika opsi untuk membeli dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa guna usaha.

Perlakuan PPh bagi Lessor (Perusahaan Pembiayaan)

  • Penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) adalah sebagian dari pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha;
  • Lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan hak opsi;
  • Dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan (2 tahun untuk gol I, 3 tahun untuk gol II & III,  7 tahun untuk gol bangunan), maka  Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor;
  • Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
  • Kerugian yang diderita karena piutang sewa-guna-usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan;
  • Dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.

Dalam pasal 15 ketentuan KMK-1169 disebutkan bahwa Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dari lessor kepada lessee, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Perlakuan PPh bagi lessee (Pengguna Barang Modal)

  • Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;
  • Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;
  • Atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut memenuhi kriteria hak opsi;
  • Dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan, maka Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna usaha.

Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.

2. Operating Lease (sewa-guna-usaha tanpa hak opsi)

Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

  • Jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;
  • Perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Perlakuan PPh bagi Lessor (Perusahaan Pembiayaan)

  1. Seluruh pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh lessor merupakan obyek Pajak Penghasilan.
  2. Lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan tanpa hak opsi, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 beserta peraturan pelaksanaannya.

Perlakuan PPh bagi lessee (Pengguna Barang Modal)

  1. pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
  2. lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha tanpa hak opsi dari lessor kepada lessee, terhutang Pajak Pertambahan Nilai.

Kewajiban Lessor (Perusahaan Pembiayaan)

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk setiap bulan yang terutang oleh lessor adalah jumlah Pajak Penghasilan sebagai hasil penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 1984 terhadap Penghasilan Kena Pajak berdasarkan laporan keuangan triwulanan terakhir sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20 Keputusan ini disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

Lessor wajib menyampaikan laporan keuangan triwulanan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Moneter. Laporan keuangan triwulan tersebut harus sudah disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.

Lessor wajib menyampaikan laporan operasional secara semesteran berdasarkan tahun takwim kepada Direktorat Jenderal Moneter. Bentuk laporan dan tata cara penyampaiannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Moneter.

Setiap perubahan anggaran dasar, pemegang saham, pengurus, tenaga ahli, dan alamat kantor wajib dilaporkan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah perubahan dilaksanakan.

Dalam hal laporan  atau berdasarkan informasi lain ditemukan adanya penyimpangan, Menteri Keuangan atau Pejabat yang ditunjuknya dapat melakukan pemeriksaan. Pelanggaran terhadap ketentuan, dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 jo. Nomor 1256/KMK.00/ 1989.

 Kesimpulan

Wajib pajak yang dalam hal ini sebagai pengguna barang modal (lessee) harus memastikan terlebih dahulu bahwa lessee menggunakan hak opsinya di akhir leasing agar barang modal yang menjadi objek perjanjian dalam finance lease dapat menjadi aset perusahaan dan tentu dapat disusutkan, hal ini sebagaimana disebutkan dalam ketentuan tentang finance lease pasal 16 ayat 1(a) “Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli“. Dan terkait pembayaran angsuran leasing tetap dianggap sebagai biaya pada tahun bersangkutan. Ketentuan ini juga berlaku pada pembayaran leasing yang dipercepat.

loading…