BAB V  :  KEUNIKAN DAN PEKERJAAN ALLAH TRITUNGGAL

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”  (Filipi 2:5-7)

Orang-orang dari sekte Saksi Yehovah salah menafsirkan ayat-ayat di dalam Filipi 2:5-7 dan mengatakan bahwa Yesus sendiri tidak mengakui bahwa diri-Nya setara dengan Allah. Padahal maksud ayat-ayat itu: Yesus setara dengan Allah, tetapi Dia tidak mempertahankan itu dan dengan rela Dia datang ke dunia. Kesetaraan-Nya dengan Allah itu tidak membuat Dia tidak rela datang ke dunia sebagai manusia, bersalut dengan darah dan daging. Dia begitu rela masuk ke dalam dunia manusia dan menjadi setara dengan kita, tetapi Dia adalah Allah yang menjadi manusia.

A. Sejarah Doktrin Allah Tritunggal

Pada tahun 325 di Nicea diadakan suatu konsili di bawah pemerintahan Kaisar Konstantin untuk menyelesaikan perdebatan yang berlarut-larut mengenai penafsiran terhadap Tritunggal. Pada waktu itu dapat dikatakan ada dua pihak yang mempunyai dua pandangan yang sangat bertentangan: pertama, dari Arius (Arianisme), dan kedua, dari Atanasius.

Istilah Tritunggal itu sendiri sebenarnya berasal dari Tertulianus; dialah orang pertama yang mencetuskan istilah Tritunggal. Setelah menyelidiki Alkitab dengan treliti, Tertulianus merngemukakan bahwa Kristus tidak lebih rendah dari Bapa, Roh Kudus tidak lebih rendah dari Kristus, dan tidak lebih rendah dari Bapa; sebagaimana Bapa adalah Allah yang sejati, maka Anak Allah adalah Allah yang sejati, dan Roh Kudus juga Allah yang sejati. Sekalipun perkembangan doktrin Tritunggal pada waktu itu belum sempurna, namun setelah Tertulianus sudah mencapai keadaan yang sangat sehat.

Sebelum Tertulianus, Origen dari Aleksandria Utara Mesir mengatakan, “Dari Bapa keluarlah Anak; Anak keluar dari Bapa atau dilahirkan oleh Bapa menurut kedaulatan Bapa, sehingga kedudukan Anak lebih rendah (sub-ordinasi) di bawah Bapa. Jadi, Origen berpendapat bahwa Kristus lebih rendah sedikit daripada Bapa. Tetapi pandangan itu sudah dibereskan olehTertuilianus.

Tertulianus memberikan pandangan yang jauh lebih sehat di dalam sejarah gereja, bahwa Kristus tidak sub-ordinasi di bawah Bapa. Menurut dia, Kristus dilahirkan Bapa di dalam kekekalan. Umumnya manusia mempunyai konsep bapak lebih dulu dari anak, ini dipengaruhi oleh konsep keluarga yang ada di dalam dunia (manusia). Tetapi Allah bukan manusia. Kelahiran Anak di dalam kekekalan bukan berarti karena kedaulatan Bapa maka Anak dilahirkan, melainkan karena keharusan yang kekal, sehingga Anak dan Bapa adalah fakta dua Pribadi yang kekal dengan fakta kelahiran, tetapi bukan fakta ciptaan.

Jadi. Dengan konsep yang murni, kalau dikatakan di dalam Allah Tritunggal, Bapa melahirkan Anak (Mazmur 2:7), maka itu berarti kedua Pribadi mempunyai sifat dasar yang sama. (Bandingkan: Manusia melahirkan manusia; yang dilahirkan bukan diciptakan. Yang melahirkan bersifat manusia, maka yang dilahirkan juga bersifat manusia. Sifat hidup yang melahirkan tidak lebih tinggi daripada sifat hidup yang dilahirkan, yang dilahirkan tidak lebih rendah daripada yang melahirkan. Yang melahirkan setara yang dilahirkan).  Istilah lahir di sini mempunyai signifikasi yang khusus: Yang melahirkan dan dilahirkan mempunyai natur atau sifat dasar yang sama. Maka dengan jelas kita mengerti, Yesus adalah Allah, karena Dia dilahirkan oleh Allah Bapa. Karena itu, tidak salah jika didalam Pengakuan Iman Atanasius dikatakan bahwa Yesus adalah Terang yang keluar dari Terang; Dia adalah Allah yang dilahirkan oleh Allah, dan Dia setara dengan Allah Bapa.

Demi mempertahankan doktrin atau ajaranTritunggal ini, Atanasius pernah lima kali dikucilkan oleh Gereja. Pada waktu itu di kalangan Gereja terdapat kekuatan yang tidak seimbang. Kebanyakan orang (mayoritas) percaya bahwa Yesus lebih rendah daripada Allah Bapa; mereka mengikuti aliran Sabelianisme dan Arianisme. Maka Atanasius harus berperang seorang diri (secara minoritas) melawan arus tersebut. Pada waktu orang-orang berkata kepadanya, “Sudahlah Atanasius, semua orang mengikuti ajaran yang mayoritas, dan seluruh dunia telah memusuhi engkau.”  Atanasius dengan tegas menjawab, “Seluruh dunia memusuhiku? Baik! Aku, Atanasius, akan menjadi musuh melawan seluruh dunia!”

Jiwa, semangat, dan kesetiaan semacam inilah yang telah mempertahankan Kekristenan yang sejati, sehingga terus ada di dunia ini. Hari ini, bukankah kita telah melihat dengan mata kepala kita sendiri, bagaimana ajaran Kekristenan sudah menjadi demikian kacau balau dan simpang siur, di Indonesia khususnya, dan di seluruh dunia pada umumnya. Siapakah yang mau bersedia mempertahankan kebenaran Tuhan? Siapakah yang rela mengabdikan diri berperang bagi kebenaran Tuhan? Sudahkah kita bersiap sedia, baik-baik mempelajari kebenaran Firman Tuhan?

Tahun 325 peperangan doktrin ini dihentikan dengan konsili yang mengambil ketetapan besar. Sayangnya, ketetapan itu diambil dengan agak tergesa-gesa, karena perdebatan itu telah berlangsung berlarut-larut dan tak henti-hentinya. Sehingga kaisar Romawi (yang telah menjadi Kristen) pada waktu itu memutuskan untuk memihak pada Atanasius dan mengakhiri perdebatan itu. Namun, sebenarnya, kebenaran tidak perlu ditolong oleh kuasa politik. Kebenaran teologi seharusnya memperoleh kekuatan melalui pengertian yang diberikan oleh Roh Kudus.

Itulah sebabnya Atanasius menyatakan kekurangpuasannya, meskipun dia menang, karena kemenangannya itu dipoeroleh atas pertolongan seorang kaisar. Baginya, lebih baik terus berdebat, berdiskusi, berunding, dan menemukan kebenaran berdasarkan Wahyu Tuhan yang ditaati bersama. Kedua pihak yang bertentangan itu merasa tidak puas dengan keputusan kaisar itu, sehingga mengakibatkan keputusan kaisar selalu berubah-ubah karena dipengaruhi pihak kiri dan kanan. Setelah beberapa puluh tahun kemudian, barulah gereja bisa menerima doktrin Tritunggal ini dengan baik.

Peperangan doktrin semacam ini sangat panjang di dalam sejarah. Kita perlu mempelajari Sejarah Gereja lebih banyak dan belajar teologi lebih mendalam untuk menjadi murid Kristus yang sejati.

Sampai abad ke-empat, seorang tokoh gereja yang besar bernama Agustinus mulai menulis beberapa tesis yang besar. Agustinus bukan saja salah seorang pemikir yang terbesar di dalam kekristenan, tetapi juga di dunia intelektual, di dunia dari berbagai disiplin ilmu. Dia mempunyai intelek yang sangat tinggi dan dia mengabdikan kepandaiannya itu dibawah kuasa Firman Tuhan. Inilah prinsip Teologi Reformed yang harus kita pegang teguh: Kita harus membawa masyarakat takluk kepada Kristus, yakni dengan meninggikan Kristus di dalam dan di atas segala bidang. Boleh dikatakan, Agustinus adalah orang pertama yang mencakup ruang lingkup (scope) yang luas sekali, sehingga dia menyatakan keutamaan Kristus di dalam segala bidang. Dia menulis karya-karya yang sangat besar, antara lain: The City of God (Civitas Dei), My Confession (sebuah otobiografi yang paling menyentuh hati nurani umat manusia di sepanjang sejarah); On Trinity (mengenai Allah Tritunggal); On The Free Will (Mengenai Kebebasan Manusia). Tesis-tesis Agustinus ini, khususnya mengenai Allah Tritunggal yang ditulisnya berdasarkan kebenaran Alkitab yang ditelitinya secara mendalam, merupakan batu-batu yang teguh yang menjadi dasar yang kuat di dalam gereja.

Dalam sepanjang hidupnya, Agustinus mempunyai dua prinsip, yaitu: (1) Aku percaya untuk bisa mengerti, (2) Aku mengerti untuk mau percaya. Jadi, baginya, iman kepercayaan sudah jauh memandang ke depan, barulah intelek mengikuti apa yang telah dilihat oleh iman. Sehingga, di dalam tesisnya, tentang Tritunggal, Agustinus juga memakai dua prinsip, yaitu: (1) Taklukkan diri terlebih dahulu kepada Tuhan dengan iman yang murni; (2) Jelaskan dengan teliti apa yang seharusnya kita percaya.

Sejak itulah doktrin Tritunggal diterima dengan baik oleh gereja dan menjadi doktrin yang penting, dan barang siapa tidak menerima Tritunggal dianggap bidat dan tidak termasuk dalam gereja yang sejati.

Kita percaya kepada Allah Bapa, kepada Allah Anak, dan kepada Allah Roh Kudus, bukan tiga Allah, melainkan satu Allah yang mempunyai tiga pribadi. Mengenai Pribadi Allah Bapa tidak terlalu menimbulkan masalah, namun bagaimana mengenai Pribadi Anak dan Pribadi Roh Kudus? Kita akan melihat mengenai beberapa aspek yang khusus.

Berbicara mengenai karya yang hanya dapat dilakukan oleh Allah sendiri saja ada empat hal yang penting, yaitu (1) mencipta, (2) menebus dan memberi hidup, (3) menghakimi dan mengampuni orang berdosa, (4)  mewahyukan Diri kepada manusia.

Mengenai Allah Bapa sebagai Pencipta, Penebus, Hakim dan Pengampunan, serta Yang mewahyukan diri, dinyatakan berulang-ulang di dalam Perjanjian Lama, misalnya di dalam Kitab Yesaya: Allah adalah Pencipta (41:20, 45:9-18, dll.); Penebus (41:14, 43:1-7, 44:21-28, 47:4,48:17); Yang menghakimi dan mengampuni (40:1-11, 45:20-25, 48:9, dll.); dan Yang mewahyukan (memperkenalkan) Diri kepada manusia (48:12-19, dll.).

B. Bukti Keilahian Kristus Melalui Pekerjaan-Nya

Berkali-kali di dalam Alkitab, Yesus disebut Allah, misalnya di dalam Yohanes 1:1, “Yesus disebut Firman (Logos) dan Firman itu bersama-sama dengan Allah (Theos) dan Firman itu adalah Allah (Logos = Theos)”  Kristus yang adalah Firman Allah (Logos), yang dipakai Allah dalam menciptakan segala sesuatu itu, adalah Allah.

Di Kaisarea Filipi, Yesus pernah melontarkan pertanyaan kepada murid-murid-Nya, “Siapakah Aku?”  (Matius 16:13-20). Mereka menjawab dengan mengutip pendapat orang-orang lain, “Ada yang mengatakan, Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan, Elia dan ada pula yang mengatakan Yeremia atau salah seorang dari para nabi.”  Ini bagaikan mahasiswa-mahasiswa Sekolah Teologi sekarang yang tidak mempunyai pengenalan akan Yesus dari kepercayaannya sendiri, hanya bisa mengutip dari buku-buku dan pandangan orang lain. Tapi Tuhan Yesus menuntut dari pendapat dan kepercayaan murid-murid itu sendiri, “Tetapi, menurut kamu, siapakah Aku ini?”  Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”  Setelah pengakuan iman yang sederhana ini diucapkan, Yesus menetapkan berdirinya Gereja-Nya di atas batu karang pengakuan itu sebagai fondasinya. Istilah Gereja (Ekklesia) muncul sejak saat itu. Dasar Gereja adalah pengakuan akan Yesus Kristus sebagai Anak Allah.

Tetapi sebutan Allah bagi Yesus bukan keluar dari mulut Petrus, melainkan dari murid-Nya yang paling skeptik, yakni Tomas. Sebelum melihat Kristus yang bangkit, Tomas pernah mengeluarkan kata-kata yang demikian lancang, : Sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.”  Kemudian Yesus menampakkan diri kepada Tomnas, yang pada waktu itu sedang bersama-sama dengan murid-murid yang lain, dan berkata, “Damai sejahtera bagi kamu!” dan khusus kepada Tomas, yang skeptik, Yesus memberikan tantangan, “ Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.”  Saat itulah Tomas yang minta bukti tidak lagi mempertahankan sikap skeptisnya sendiri melainkan bersujud menyembah Yesus sambil berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku!” Yesus tidak menolak sembah sujud Tomas, sebab Dia memang adalah Allah.

Demikian pula pada waktu seorang pemimpin datang kepada Yesus, ia berkata sambil berlutut di hadapan-Nya dan berkata,“Guru yang baik, apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Markus 10:17-27). Yesus tidak menolak sembah sujudnya itu, dan Dia menjawab, “Yang baik hanya Allah.” Orang-orang dari bidat yang menamakan diri Saksi Yehovah sekali lagi salah menafsirkan ayat ini untuk membuktikan bahwa Yesus sendiri menolak sebutan Guru yang baik, karena yang baik cuma Allah. (Sama halnya dengan salah tafsir mereka terhadap Filipi 2:6). Padahal di dalam jawaban Yesus kepada pemimpin itu terkandung suatu kaitan ironis yang luar biasa, yang belum pernah ada di dalam cara pendidikan manapun. Di sini seakan Yesus berkata, “Kalau engkau memanggil dan menganggap aku Guru, tidak perlu berlutut seperti itu. Kalau engkau memang tahu Aku adalah Allah, memang engkau harus berlutut; tetapi kalau engkau sudah berlutut di hadapan-Ku seperti itu, mengapa memangil Aku Guru, tidak ’Allah’? Apa yang kau cari? Engkau cari hidup kekal? Hidup kekal tidak ada pada guru, sebab guru tidak memberikan hidup kekal, guru hanya memberikan pengetahuan. Engkau mencari hidup kekal, tetapi datang kepada Guru dan berlutut di hadapan-Nya serta memanggil ‘Guru yang baik’. Yang baik cuma Allah; apakah engkau sudah mengetahui kalau Aku adalah Allah? Kalau engkau belum tahu Aku adalah Allah, mengapa engkau berlutut?  Jadi, pada waktu Yesus berkata, “Yang baik hanya Allah.” Berarti Dia ingin menantang, “Sudahkah engkau mengenal bahwa Aku adalah Allah? Aku belum mengumumkan hal ini kepadamu, karena waktu-Ku belum sampai.”  Sampai saat itu memang masih ada kekaburan, tetapi sesudah kebangkitan-Nya dari kematian, Yesus tidak lagi membiarkan kekaburan itu tidak dijelaskan. Sesudah Yesus bangkit, Dia menerima sembah sujud dan dipanggil Allah. Rasul Paulus menulis tentang Yesus, “Dia adalah Allah yang melebihi segala sesuatu, Allah yang patut dipuji untuk selama-lamanya.” (Roma 9:5)

1. Kekekalan Yesus Kristus

Mengenai Yesus Kristus telah kita bahas, melalui nubuat mengenai diri-Nya di dalam Mikha 5:1, maupun melalui pernyataan-Nya sendiri di dalam Yohanes 8:58 bahwa Dia sudah ada sejak di dalam kekekalan. Tetapi mengenai akhir-Nya kita baca di dalam Ibrani 1:11-12:

“Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada….. tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan.”

Sifat kekekalan ini hanya bisa dimiliki oleh Allah sebagai ousia Allah dan ini dimiliki oleh Kristus, karena Dia adalah Allah. Bukan saja ditinjau dari aspek nama-Nya, tetapi juga dari aspek sifat-Nya yang kekal, Yesus Kristus adalah Allah.

Bagaimana dengan Roh Kudus? Apakah Roh Kudus juga mempunyai sifat kekal? Di dalam seluruh Perjanjian Baru hanya satu kali tercantum mengenai hal ini, yakni di dalam Ibrani 9:14:

“Betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup?”

Di dalam ayat ini dikatakan bahwa pada waktu Yesus mati disalibkan, Dia telah memberikan suatu persembahan kepada Allah dan persembahan kepada Allah ini diberikan melalui Roh yang kekal. Ini suatu istilah yang indah, sebab sifat Allah yang kekal dikaitkan dengan Pribadi Ketiga, yaitu Roh Kudus, sehingga menjadi Roh yang kekal (The Eternal Spirit).  Roh Kudus adalah Roh yang kekal; Allah yang kekal dinyatakan di dalam Pribadi Yang Ketiga; Dia-lah Roh Kudus yang kekal. Oleh sebab itu, tidaklah mustahil bagi-Nya untuk berdiam di dalam orang-orang yang menerima perjanjian-Nya akan disertai selama-lamanya, sebagaimana yang dijanjikan Kristus mengenai Roh Kudus kepada murid-murid-Nya di dalam Yohanes 14:16,

“Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu, sampai selama-lamanya.”

2. Karya Yesus Kristus

a. Yesus Kristus adalah Pencipta

Yesus Kristus sebagai Pencipta sebenarnya sudah dinyatakan sejak permulaan Kitab Kejadian, “Pada mulanya Allah (Elohim) menciptakan langit dan bumi…dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah, “Jadilah terang.” Lalu terang itujadi.” (Kejadian 1:1-3). Allah menciptakan, ini adalah Allah Yang Esa. Roh Allah melayang-layang, ini adalah Pribadi Ketiga yang ikut serta di dalam penciptaan. “Berfirmanlah Allah, “Jadilah….” Ini menunjukkan Allah Bapa dan Yesus Kristus, karena Dia adalah Firman (Logos) Allah. Jadi, Allah Tritunggal bekerja bersama-sama di dalam menciptakan segala sesuatu. Logos ikut serta di dalam penciptaan, hal ini kemudian dikembangkan di dalam Amsal pasal 8 di mana Dia disebut sebagai Hikmat, dan semakin jelas di dalam Yohanes 1:1-3 yang telah kita bahas, dan akhirnya di dalam Kolose 1:5 dan seterusnya. Kristus adalah Pencipta.

b.Yesus Kristus adalah Penebus (Pemberi Hidup kekal)

Pada waktu Yesus datang ke dalam dunia, Yohanes Pembaptis berkata, “Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia.” (Yohanes 1:29). Anak Domba Penebusan inilah yang telah ditetapkan oleh Bapa menjadi Pengganti domba yang harus dikorbankan setiap hari raya Pasah (Grafirat), karena dia-lah Domba Paskah yang sesungguhnya. Yesus adalah Penebus. Yesus Kristus sendiri pernah berkata,

“….Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”  (Matius 20:28)

“Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.”  (Matius 26:28)

Kedua pernyataan Yesus yang sangat penting di dalam kedua ayat di atas merupakan proklamasi Kristus sendiri mengenai penebusan-Nya. Seorang teolog bernama Adolf von Harnack (1851-1930) pernah mengungkapkan suatu kalimat yang terlalu berani, “: Orang Kristen, tinggalkan Paulus, kembali ke Yesus!”  Harnack mengira Yesus datang hanya untuk masalah sosial, hanya untuk memberikan sumbangsih di dalam masyarakat, memperbaiki atau mengubah kemiskinan di dalam kehidupan umat manusia dengan jalan mengadakan perubahan dalam diri setiap pribadi; dia menganggap kedatangan Kristus ke dunia tidak ada sangkut pautnya dengan penebusan dosa. Kedua pernyataan tegas dari Yesus di atas menjawab Harnack, “Aku datang untuk menjadi tebusan bagi banyak orang; darah-Ku dicurahkan untuk pengampunan dosa.”

c. Yesus Kristus Menghakimi dan Mengampuni

“Tetapi Yesus berseru, kata-Nya, “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia yang telah mengutus Aku; dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku. Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan. Dan jikalau seorang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menghakiminya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya. Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu Firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman.”  (Yohanes 12:44-48)

Ayat di atas menunjukkan maksud kedatangan-Nya yang pertama: bukan untuk menghakimi. Melainkan untuk menyelamatkan. Dengan kedatangan-Nya di dalam daging (inkarnasi) dan melalui tubuh-Nya yang dijatuhi hukuman di atas kayu salib menggantikan manusia yang berdosa, Yesus menyelamatkan kita. Namun, kemudian dikatakan juga, “Barang siapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah hakimnya, yaitu Firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya di akhir zaman.”  Hal ini akan digenapi pada waktu kedatangan-Nya yang kedua kali kelak; pada waktu itulah Dia akan menghakimi seluruh umat manusia dengan firman-Nya. Siapakah Dia ini, yang dapat menyelamatkan dan menghakimi manusia? Dia, Yesus Kristus, adalah Allah. Selama di dunia Yesus juga mengatakan sifat ilahi-Nya dengan memproklamirkan pengampunan dosa bagi manusia.

“Lalu Ia berkata kepada perempuan itu, “Dosamu telah diampuni.”  Dan mereka, yang duduk makan bersama Dia, berpikir dalam hati mereka, “Siapakah Ia ini, sehinga Ia dapat mengampuni dosa?”  (Lukas 7:48-49)

“Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu, “Hai anak-Ku, dosamu saudah diampuni! …..Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari Allah sendiri?”  (Markus 2:5-7, Matius 9:2)

d. Yesus Kristus Menyatakan Diri

“Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak, dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.”  (Matius 11:27)

Kristus, Anak Allah, sendirilah yang menyatakan Bapa kepada manusia menurut yang dikehendaki-Nya. Allah menyatakan diri melalui Kristus, dan Kristus menjadi Pewahyu yang menurunkan Wahyu kepada manusia untuk mengenal Allah yang diwahyukan. Allah berada di dalam Kristus dan Kristus menyatakan Allah. Ini pun menunjukkan bahwa Kristus adalah Allah.

Itulah ke-empat karya atau pekerjaan yang dilakukan oleh Kristus yang menyatakan bahwa Dia adalah Allah. Keempat hal yang sama juga kita lihat dikerjakan oleh Roh Kudus, Pribadi Ketiga AllahTritunggal.

C. Bukti Keilahian Roh Kudus Melalui Pekerjaan-Nya

Apakah Roh Kudus juga disebut Allah? Melalui dua perbandingan di bawah ini kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa Roh Kudus juga disebut Allah.

“Tetapi Petrus berkata, “Ananisas, mengapa hatimu dikuasai iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah.” (Kisah Para Rasul5:3-4)

Melalui cara membandingkan kedua ayat itu kita mengetahui bahwa Roh Kudus adalah Allah, karena barang siapa berdusta kepada Roh Kudus berarti berdusta kepada Allah. Di sini bukan saja Roh Kudus dipersamakan dengan Allah, tetapi juga Roh Kudus langsung disebut sebagai Allah. Roh Kudus bukan hanya angin, kuasa, atau prinsip kerja Allah. Barang siapa bersalah kepada Roh Kudus berarti bersalah kepada Allah, karena memang Roh Kudus adalah Allah.

“Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1Korintus 6:19)

“Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut Firman Allah ini, “Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku.” (2 Korintus 6:16)

Ayat ini sebenarnya merupakan suatu teguran bahwa orang Kristen tidak boleh memberikan tubuhnya menjadi tempat perbuatan dosa atau alat untuk melakukan dosa. Tubuh setiap orang Kristen sudah dikuduskan dan menjadi tempat kediaman Roh Kudus. Tubuh orang Kristen adalah bait Roh Kudus dan juga bait Allah. tempat kediaman Roh Kudus dan tempat kediaman Allah ini disatukan; ini membuktikan Roh Kudus disebut Allah. Perbandingan ini ditemukan oleh Agustinus di dalam tesisnya mengenai Tritunggal.

1. RohKudus adalah Pencipta

Selain Kejadian 1:1 yang telahkita bahas, dua ayat yang penting mengenai Roh Kudus adalah Pencipta ialah:

“Oleh nafas-Nya langit menjadi cerah, tangan-Nya menembus ular yang tangkas.”  (Ayub 26:13)

Istilah nafas atau nephes di dalam bahasa Ibrani mempunyai dua arti: (1) Nafas di dalam yang dicipta, dan (2) Roh dari Allah Pencipta. Kalau di dalam Ayub 26:13 ini dikatakan “Oleh nafas-Nya Allah menciptakan langit (dan segala sesuatu)”, apakah ini berarti Allah mempunyai hidung untuk bernafas, untuk menghirup dan menghembuskan udara yang diciptakan-Nya sendiri? Tentu saja tidak! Allah adalah Roh Pencipta. Jadi disini mempunyai pengertian yang kedua: “Roh dari Allah Pencipta.”  Itulah Roh Kudus yang mencipta. Pada waktu Allah menghembuskan nafas-Nya untuk menciptakan segala sesuatu, Dia melakukankarya-Nya itu melalui Roh Kudus yang keluar dari-Nya; dengan Roh-Nya, yakni Roh Kudus, Allah menciptakan segala sesuatu dalam alam semesta ini. Bandingkan: Setelah kebangkitan-Nya, Kristus menemui murid-murid-Nya, menghembusi mereka, dan berkata, “Terimalah Roh Kudus.” (Yohanes 20:22)

“Roh Allah telah membuat aku, dan nafas Yang mahakuasa membuat aku hidup.”  (Ayub 33:4)

Di dalam Ayub 33:4 ini lebih jelas menunjukkan Roh Kudus Allah yang menciptakan manusia. Di sini Ayub lebih menunjuk kepada aspek penciptaan di dalam wilayah kedua yakni menciptakan manusia. Penciptaan di dalam wilayah yang kedua ini dikatakan lebih khusus, karena penciptaan manusia ini lebih sulit dibandingkan dengan penciptaan alam semesta dan karena manusia diciptakan menurut gambar dan teladan Allah sendiri. Kalau di dalam Ayub 26:13 dikatakan “Oleh nafas-Nya segala sesuatu terjadi, “di sini (Ayub 33:4) secara lebih khusus dikatakan, “Roh Allah telah membuatku, dan nafas Yang mahya kuasa membuat aku hidup.”  Namun, kedua ayat ini jelas menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah Pencipta.

2. Roh Kudus adalah Pemberi Kuasa Kebangkitan dan Hidup Baru

“Demikianlah sekarang tidak  ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.”  (Roma 8:1-2)

Ini adalah satu-satunya ayat di dalam Alkitab yang mencatat Roh Kudus adalah Pemberi hidup. Roh yang memberi hidup sudah memerdekakan kita dari hukum dosa dan hukum maut. Roh Kudus sudah menebus dan memberikan hidup baru kepada setiap orang yang sudah diperanakkan-Nya. Ayat11 merupakan komentar lebih lanjut dari ayat ini:

“Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam didalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari  antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam didalam kamu.”

Di dalam Pengakuan Iman Rasuli tercantum, “Aku percaya kepada Roih Kudus, Gereja yang kudus dan am, Persekutuan orang kudus, Pengampunan dosa, Kebangkitan orang mati, dan Hidup yang kekal.”  Di dalam kalimat ini juga ditunjukkan pekerjaan Roh Kudus: Kebangkitan orang mati dan pemberian hidup yang kekal bagi manusia dikerjakan oleh Roh Kudus yang telah membangkitkan Kristus dari kematian; Roh ini juga yang berdiam di dalam diri setiap orang Kristen dan menjadi meterai keselamatan (Efesus 1:13-14), dan Roh ini juga yang kelak akan membangkitkan kita dari kematian. Roh memberi hidup kepada kita yang ada didalam Kristus, sehingga kita hidup berkenan di hadapan Allah, yakni hidup untuk kebenaran dan mati terhadap dosa, sambil menantikan saat di mana tubuh kita akan dibangkitkan. Ini pekerjaan yang hanya dapat dikerjakan oleh Allah; Roh Kudus dapat membangkitkan dan memberikan hidup kekal kepada manusia, karena Dia adalah Allah.

3. Roh Kudus Menghakimi dan Mengampuni

“Sebab itu Aku berkata kepadamu, “Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.”  (Matius 12:31-32)

“….apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak akan mendapat ampun selama-lamanya.”  (Markus 3:29)

“Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi barang siapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.”  (Lukas 12:10)

Ayat-ayat di atas memberitahukan kepada kita suatu kebenaran, bahwa pengampunan ditetapkan oleh Roh Kudus. Jika Roh Kudus tidak mengampuni, maka tidak ada seorang pun dapat diampuni; jika Roh Kudus mengampuni, barulah manusia diampuni. Jadi, Roh Kudus-lah yang menahan dan memberikan pengampunan. Di dalam seluruh Alkitab hanya di dalam Ibrani 10:29  Roh Kudus disebut dengan satu sebutan khusus Roh Kasih Karunia. Terjemahan Alkitab bahasa Indonesia yang lama, yang lebih mendekati arti semula, adalah Roh Pohon Anugerah. Di dalam bahasa Inggris ada yang diterjemahkan menjadi the Spirit of Grace (King James Version) dan the Holy Spirit Who imparts grace (Amplified Bible). Kata aslinya mengandung pengertian Roh yang melaksanakan anugerah. Roh Kudus adalah Sumber Anugerah, karena Dia yang mengambil keputusan memberikan anugerah atau tidak; anugerah penebusan dan pengampunan ditetapkan oleh Roh Kudus. Di dalam penebusan, Allah Bapa mempersiapkan atau menyediakan keselamatan, Allah Anak menggenapi keselamatan, dan Allah Roh Kudus melaksanakan keselamatan.

4. Roh Kudus Mewahyukan Kebenaran

“Segala tulisan (yang) diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”  (2 Timotius 3:16)

Istilah yang diterjemahkan menjadi diilhamkan Allah  di sini, di dalam bahasa Yunani adalah teopneustos, yang berarti dinafaskan Allah (Inggris: God-breathed) yang juga dapat berarti hembusan atau nafas Allah. Jadi secara harafiah, secara lebih akurat, ayat di atas boleh diterjemahkan: “Segala (setiap) tulisan (Alkitab) dinafaskan Allah dan bermanfaat untuk…”  Pada waktu Allah menghembuskan, ini adalah pekerjaan dari Roh Kudus. Dengan demikian kita mengerti bahwa Roh Kudus-lah yang mewahyukan dan menyatakan kebenaran Allah kepada manusia. Hal ini dapat kita lihat juga di dalam 2 Petrus 1:20-21:

“Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.”

Setiap perkataan dari Allah yang dinubuatkan atau dikatakan melalui manusia adalah karena dorongan, gerakan, atau pekerjaan dari Roh Kudus. Tanpa digerakkan oleh Roh Kudus, manusia tidak dapat mengatakan perkataan-perkataan (Firman) Allah, karena hanya Roh Kudus-lah yang dapat mewahyukan Firman Allah.

D. Baptisan Dalam Allah Tritunggal

Beberapa aspek lain yang menyatakan hal yang khusus mengenai peranan ketiga Pribadi di dalam Allah Tritunggal nampak di dalam Baptisan dan Berkat.

“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan baptiskanlah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”  (Matius 28:19-20)

Baptisan orang Kristen dilakukan di dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Di dalam bahasa aslinya (Yunani) mengandung kata sandang ho (Inggris: the). Jadi di dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi: in the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit.  Di dalam bahasa Yunani, kata sandang ho mengandung pengertian yang berpribadi. Jadi, di sini maksudnya: Bapa itu dan Anak itu dan Roh Kudus itu; ketiga-Nya berpribadi. Kalau the dihilangkan, menjadi: in the name of Father and Son and Holy Spirit, pengertian bisa menjadi seperti pandangan Modalistic Monarchianisme atau Sabelianisme: in the bame of Father, which Sometimes becomes Son, and next time becomes Holy Spirit. Bapa, yang kadang-kadang bisa menjadi Anak, dan kadang-kadang bisa berubah menjadi Roh Kudus; berubah-ubah menurut zaman; satu pribadi dengan tiga topeng; satu pribadi dengan tiga fungsi atau peranan; satu pribadi yang muncul tiga kali dalam tiga periode yang berlainan; ini bukanTritunggal.

Tetapi nama di dalam ayat ini memakai bentuk tunggal, bukan jamak: in the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit, bukan in the names of the Father and of the Son and of the Holy Spirit.  Menurut tata bahasa, seharusnya nama memakai bentuk jamak, sebab Bapa satu Pribadi, Anak juga satu Pribadi, dan Roh Kudus juga satu Pribadi; Bapa. Anak, dan Roh Kudus adalah tiga Pribadi. Tetapi di dalam ayat ini satu nama tiga Pribadi; inilah Tritunggal. Seorang teolog bernama Louis Berkhoff mengingatkan Gereja di seluruh dunia untuk meninjau kembali kepada ayat ini, yang dengan jelas menunjukkan akan Allah Tritunggal.

Demikian juga kita dapat menemukan ketiga Pribadi di dalam Allah Tritunggal melalui penyampaian berkat oleh Rasul Paulus yang sekarang dijadikan standar berkat di gereja-gereja di seluruh dunia:

“Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus, menyertai kamu sekalian.” (2 Korintus13:13)

PENUTUP

Kalau doktrin Allah Tritunggal ini disalah mengerti, akan menimbulkan dua pandangan ekstrim yang keliru: (1) Percaya akan tiga allah, dan (2) Percaya akan satu allah yang memakai tiga topeng.  Kedua-duanya bukan ajaran Kristen; bukan teologi yang berdasarkan Alkitab yang benar; bukan ajaran mengenai Allah yang sejati. Allah yang sejati adalah Allah yang mempunyai ousia ilahi, tiga Prosopon; satu sifat dasar ilahi, tiga Pribadi. Orang-orang Yahudi hingga kini tidak bisa menerima Tritunggal, demikian pula orang-orang Islam, Mormon, Saksi Yehovah. Orang-orang Yahudi tetap mempertahankan iman monoteistik, percaya kepada Allah yang tunggal, tetapi tidak mempunyai tiga Pribadi. Mereka memegang erat paham itu sejak zaman Moses Maimonaides (abad pertengahan),  yang dianggap sebagai “Musa kedua di dalam sejarah bangsa Yahudi”. Musa pertama adalah Musa yang menulis Pentateukh (kelima kitab Taurat). Untuk mempertahankan pandangannya, Moses Maimonaides mengemukakan kata Ibrani  “yachid” yang berarti yang satu-satunya, tidak ada yang lainnya (the only one, and no more other). Dengan kata“yachid” ini, Moses Maimonaides dengan serius dan ketat melarang orang Israel menerima konsep Allah Tritunggal, sebab dia hanya percaya kepada Allah YangTunggal, tetapi tidak “tri” atau terdiri dari tiga Pribadi.

Sampai kemudian ada seorang teolog Reformed bernama Loraine Boettner, yang setelah menyelidiki dengan teliti, mengemukakan di dalam bukunya, “Itu kesalahan yang telah mengurung bangsa Yahudi selama kira-kira 800 tahun, sehingga mereka tidak bisa menerima konsep AllahTritunggal, karena diikat oleh istilah “yachid” yang diajarkan oleh Moses Maimonaides. Tetapi itu salah, karena di dalam Alkitab istilah “yachid” tidak pernah dipakai untuk Allah.”

Istilah “yachid” dipakai dalam pengertian tunggal yang benar-benar hanya satu; misalnya, Allah berkata kepada Abraham, “Ambillah anakmu yang tunggal itu….” (Kejadian22:2). Kata “tunggal” di sini memakai istilah “yachid” sebab artinya adalah satu-satunya, tidak ada yang lain. Tetapi untuk Allah dipakai istilah “ehad”, bukan “yachid”.  Ehad  berarti satu, yachid  berarti hanya satu. Dimana letak perbedaannya? Misalnya, di dalam Kejadian 1 dikatakan, “Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.” Adalah satu hari, hari pertama; maka, satu di sini memakai istilah ehad, sebab di dalam satu hari ini mengandung dua yang disatukan petang dan pagi. Jadi, ehad adalah kesatuan dari penyatuan, sedangkan yachid adalah kesatuan yang mutlak tunggal, satu-satunya. Demikian pula ketika Allah berkata, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Kejadian 2:24). Kata “satu” di sini memakai kata“ehad”, sebab ini merupakan kesatuan hasil persatuan dua insan. Demikian pula “ehad” sekali lagi dipakai di dalam Ulangan 6:4 : “Dengarlah, hai Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa!”,  karena ini merupakan kesatuan dari persatuan ketiga Pribadi, yaitu Pribadi Bapa, Pribadi Anak, dan Pribadi Roh Kudus.

Jikalau kita tidak percaya Allah itu adalah Allah Tritunggal, maka kita tidak berhak percaya bahwa Allah itu Kasih adanya. Sebab jikalau Allah hanya Tunggal dan bukan Tritunggal, siapakah yang menjadi obyek kasih-Nya sebelum segala sesuatu diciptakan? Kalau Dia adalah Allah yang Kasih, tetapi sebelum segala sesuatu ada, tidak ada obyek kasih-Nya, maka Dia akan merasakan kesepian yang akan menjadi masalah. Sebelum segala sesuatu diciptakan, sebelum ada waktu dan tempat, di dalam kekekalan, Dia tetap adalah Allah yang Kasih dan Dia adalah Allah yang Kekal, sebab di antara ketiga Pribadi itu Allah saling mengasihi. Allah Tritunggal dan Allah yang Kasih menjadi gabungan yang kekal; Allah yang Kekal mempunyai kasih yang kekal juga.

Maka, di dalam agama apapun di luar Kekrisatenan, tidak ada ungkapan Allah itu Kasih, sebab mereka tidak mampu menggabungkan Allah yang Tunggal dengan Allah yang Kasih dan Allah yang Kekal. Di sinilah keunikan teologi Kristen. Satu-satunya agama yang menyatakan Allah adalah Kasih adalah yang didasarkan atas kepercayaan bahwa Allah adalah AllahTritunggal. Dan karena Allah Tritunggal adalah Allah yang Kasih, maka Dia berhak menuntut kepada manusia, “KasihilahTUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ulangan 6:5). Jikalau kita percaya Allah Tritunggal, kita harus mengasihi Dia dan jikalau kita mencintai-Nya, kita harus mentaati segala perintah-Nya.

Amin.

 

Nama Buku        :  Allah Tritunggal (Edisi Revisi)
Penulis              :  Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit            :  Momentum, 2013

 

Sumber : https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/allah-tritunggal-bagian-6selesai-artikel-pdt-dr-stephen-tong/655288121186311