Baru-baru ini penulis diperintahkan oleh Bidang Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat untuk  memberikan talkshow disebuah Radio Swasta di daerah Bekasi, walaupun ada pertanyaan terkait materi yang akan diberikan karena belum ada aturan pelaksanaannya namun sebagai petugas yang diperintahkan tentu saja siap untuk melakukan. Materi yang diberikan adalah seputar Perubahan Batasan Pengusaha Kecil. Dalam tulisan ini penulis menuangkan kembali Materi Talkshow Radio tersebut demikian :

Tema : Perubahan Batasan Pengusaha Kecil

Penyiar : Kami mendengar ada perubahan batasan pengusaha kecil, kapan mulai berlakunya?

Narasumber : Benar, hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013  tanggal 20 Desember 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai. Yang berlaku sejak  1 Januari 2014.

Penyiar :  Apa yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil ?

Narasumber : Pengertian Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto dalam 1 (satu) tahun buku tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,- (Empat Milyar Delapan Ratus Juta Rupiah).

Penyiar : Boleh sedikit cerita tentang nilai batasan pengusaha kecil yang pernah berlaku selama ini?

Narasumber : Melalui Peraturan Menteri Keuangan tentang Batasan Pengusaha Kecil sudah 8 (delapan) kali mengalami perubahan dimulai sejak tahun 1 januari 1984, sebelumnya dibedakan batasan untuk Pengusaha Kecil yang bergerak dalam penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) namun sejak tahun 2003 sudah tidak dibedakan lagi batasannya. Nilai batasan PKP tersebut dimulai dari Rp. 24.000.000 tahun 1983, Rp. 60.000.000,-, Rp. 120.000.000,-, Rp. 240.000.000,-, Rp. 360.000.000,- (2001), Rp. 600.000.000,- (01 Januari 2004)   dan terakhir Rp. 4.800.000.000,-

Penyiar : Apakah Perbedaan Pengusaha Kecil dengan Pengusaha Lainnya?

Narasumber : Perbedaannya adalah tentang kewajiban memungut PPN. Bagi Pengusaha Kecil dapat memilih untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP). Apabila memilih untuk menjadi Non PKP maka tidak boleh memungut PPN dan membuat Faktur Pajak (tidak memiliki kewajiban melaporkan PPN). Namun apabila memilih menjadi PKP maka wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.

Penyiar : Boleh cerita, apa tujuan dinaikkannya batasan pengusaha kecil?

Narasumber :  Tujuan perubahan batasan Pengusaha Kecil ini untuk mendorong wajib pajak dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun lebih banyak berpartisipasi menggunakan skema Pajak Penghasilan (PPh) Final sebagaimana didasarkan atas Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2013 yang telah berjalan sejak Juli 2013.

Penyiar : Kalo seseorang atau perusahaan baru berdiri, menjalankan kegiatas usaha, apakah diwajibkan untuk mendaftarkan diri guna dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak?

Narasumber :

  1. Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
  2. Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/ atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Penyiar : Kira-Kira bagi Wajib Pajak yang Omsetnya masih dibawah batasan yang sudah ditentukan yaitu tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,- bagusnya memilih PKP atau Non PKP?

Narasumber : Wah, pertanyaan ini sebenarnya dikembalikan kepada Wajib Pajak karena mereka lebih memahami jenis usahanya. Namun menurut pendapat pribadi (saya) bahwa apakah Wajib Pajak memilih tetap menjadi PKP atau memilih Non PKP (meminta dicabut PPKP), perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

  1. Apakah Wajib Pajak selama ini transaksi dengan Pengusaha Kena Pajak, jika demikian maka sebaiknya tetap memilih menjadi PKP jika tidak ingin ditinggalkan pelanggan.
  2. Sebaliknya bagi Wajib Pajak yang selama ini jarang transaksi dengan PKP lebih baik mencabut Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
  3. Dan Lain Lain

Penyiar : Terakhir, boleh tidak bapak memberikan alasan atas contoh  yang pertama tadi, yaitu Apakah Wajib Pajak selama ini transaksi dengan Pengusaha Kena Pajak, jika demikian maka sebaiknya tetap memilih menjadi PKP jika tidak ingin ditinggalkan pelanggan.

Narasumber : Misalkan Sdr. Solihin adalah pengusaha bengkel bubut (Peredaran usaha satu tahun mencapai Rp. 2 Milyar) yang mendapatkan pekerjaan dari beberapa Perusahaan di Kawasan Industri yang notabene adalah Pengusaha Kena Pajak. Maka mereka akan tetap menghendaki Sdr solihin tersebut untuk tetap PKP agar mereka dapat mengkreditkan Pajak Masukan PKP tersebut yang tentunya akan  mengecilkan PPN yang terutang.

Penyiar : Jika, masih ada pendengar yang ingin bertanya terkait dengan Batasan Pengusaha Kecil dapat menanyakan dimana?

Narasumber : Silahkan datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diwilayah saudara atau dapat menelepon di (021) 500200.

Tentu pembaca setia Nusahati kira-kira apa saja yang menjadi pertanyaan dari para pendengar dan seperti apa jawaban yang diberikan? 🙂