Pada sebuah acara motivasi dan pengembangan diri, sang motivator meminta para peserta seminar yang menggunakan jam tangan analog untuk maju ke depan podium. Lima peserta maju dan diminta untuk meletakkan pergelangan tangan di belakang tubuh, agar jam tangan mereka tidak terlihat.

Setelah memastikan bahwa jam tangan itu tak terlihat, sang motivator menanyakan pada masing-masing peserta berapa usia dan harga jam tangan mereka. Hampir semua pemilik jam tangan ingat berapa usia dan harga mereka, hampir semua jam tangan yang dimiliki telah berusia lebih dari satu tahun. Sang motivator lalu tersenyum dan menanyakan pertanyaan kedua.

“Kalau Anda semua ingat berapa usia dan harga jam tangan tersebut, sekarang coba Anda ingat, berapa kali Anda melihat jam tangan itu setiap hari?”

Semua peserta yang maju mengatakan bahwa mereka sangat sering melihat waktu pada jam tangan itu. Hampir setiap satu jam sekali mereka melihat, bahkan bisa beberapa menit sekali jika mereka sedang menunggu kedatangan seseorang atau bosan. Lalu sang motivator mengatakan,

“Jika sudah memiliki jam tangan ini dalam waktu yang lama, sering memakainya bahkan sering melihat waktu pada jam tangan Anda, ingat juga dengan harganya, sekarang silahkan Anda ingat, tangan tetap di belakang ya! Apakah penanda waktu pada jam tangan Anda memakai angka Arab (1, 2, 3, dst) atau angka Romawi (I, II, III, dst)?”

Para peserta tampak kebingungan dan berpikir keras untuk mengingat apakah penanda waktu pada jam tangan mereka memakai angka Arab atau Romawi. Satu persatu dari mereka menjawab dengan tidak yakin, ada yang memakai angka Arab, ada juga yang memakai angka romawi. Setelah menjawab, sang motivator meminta para peserta melihat jam tangan mereka untuk memastikan apakah tebakan mereka benar atau salah.

Ternyata… hampir semua peserta salah menebak penanda waktu pada jam tangan mereka, hanya satu yang benar. Bahkan ada peserta yang menjawab bahwa penanda jam tangannya memakai angka Romawi, padahal jam tangan miliknya hanya memakai penanda strip ( – ). Sang motivator lalu tertawa renyah dan berbicara dengan nada ramah,

“Loh, bagaimana ini, ingat harga jam tangan tapi kok hampir semua nggak ada yang ingat angka penanda waktu jam tangan sendiri. Padahal jika dalam sehari Anda semua melihat jam tangan itu sepuluh kali saja, sudah berapa ribu kali Anda melihat penanda waktu pada jam tangan Anda, tetapi hal kecil ini justru luput dari pandangan Anda. Yang Anda ingat justru hal besar, harganya saja,”

Sahabat, percobaan kecil ini menjadi tanda bahwa mayoritas dari kita seringkali meremehkan dan meluputkan hal-hal kecil yang sebenarnya justru membantu kita setiap hari. Kita lebih sering berterima kasih pada orang asing yang membawakan kantong belanja kita yang berat, tetapi sudahkah kita berterima kasih pada keluarga yang justru selalu membantu apapun yang kita butuhkan? Mulai dari hal yang kecil seperti mengingatkan waktu makan hingga bantuan tak ternilai lainnya. Kita seringkali meluputkan hal ini dari pandangan mata, padahal kita menerimanya hampir sepanjang hidup kita. Kita harus belajar lebih memerhatikan hal-hal kecil yang sangat berguna tetapi luput dari rasa terima kasih dan syukur kita.

Sumber : https://www.jagatmotivasi.com/hal-kecil-yang-sering-terluputkan/#chitika_close_button