Apa Penyebab Ketakutan?

1. Ketakutan Dari Perubahan

Ketakutan pertama-tama datang dari suatu perubahan lingkungan dan situasi yang terlalu drastis, sehingga kita tidak tahu bagaimana harus mengatasi kondisi tersebut. Dari suara besar yang membuat bayi bangun dan menangis, kita mengetahui tentang adanya hal ini. Sesuatu yang berubah secara mendadak dan drastis  akan menimbulkan ketakutan. Apalagi, perubahan itu berada di luar kemampuan kontrol kita. Itu akan menyebabkan kita takut.

2. Ketakutan dari transendensi Pengalaman

Ketakutan dari berbagai pengalaman yang melampaui pengalaman kita sebelumnya. Sesuatu yang tidak pernah kita alami sebelumnya, namun dalam bayangan kita itu begitu besar, melampaui semua pengalaman kita sebelumnya, akan membuat kita takut.  Bagi orang yang sudah mengalami hal itu, maka kejadian itu dianggap biasa. Tetapi  bagi kamu yang belum pernah mengalami, maka pengalaman itu merupakan pengalaman yang menakutkan. Bagi dia, pengalaman-pengalaman seperti itu  tidak mengganggu, karena dia sudah sering kali mengalami hal itu. Dan kita akan merasa aman dan kurang rasa takut jika kita mengikuti orang-orang yang sudah  berpengalaman. Namun jika ada hal-hal yang berada di luar pengalaman kita, dan di luar jangkauan yang bisa kita kuasai. Kita akan takut. Sesuatu yang bersifat transenden itu menakutkan. Oleh karena itu, pengalaman itu  begitu penting, karena pengalaman tidak bisa diganti dengan pengetahuan rasional. Silahkan belajar banyak buku, namun jika kamu belum mengalami sendiri. Kamu akan tetap bodoh. Jangan beranggapan kalau kita sudah sekolah sampai tingkat yang tinggi dan membaca banyak buku, walaupun tanpa pengalaman, kita adalah orang pandai. Orang yang terjun langsung di ladang, yang menghadapi  berbagai kesulitan dilapangan, yang betul-betul bekerja keras, lalu dari situ dia menyerap pengetahuan dari ladang kerjanya, barulah dia berhak menulis buku. Dunia bukan diubah oleh mereka yang akademis, tetapi dunia diubah oleh orang-orang yang mempunyai pengalaman, lalu pengalaman ini  dijadikan teori, dan dia kemudian menulis buku untuk menggarap orang-orang akademis.

Pengalaman itu berarti sesuatu yang harus kita lewati. Dibakar atau dimurnikan di dalam api adalah kewajiban setiap generasi. Terkadang kita membiarkan anak kita melewati kesulitan dan akhirnya menjadi lebih waspada karena sudah mengalami. Terkadang jika ada api kecil, lalu anak kita mau main-main dengan api itu, biarkan saja. Nanti kalau dia terlalu  banyak dihalangi, dia tidak akan pernah merasakan dan mengerti panasnya api itu, akhirnya terkena api kecil dan merasakan panasnya, maka dia berteriak dan menangis. Setelah itu dia tidak lagi berani bermain dekat api. Biarkan anak-anak itu mempunyai pengalaman sendiri. Seorang dokter mengatakan kepada saya bahwa dia membiarkan anaknya naik pohon. Lalu saya tanya,”Bagaimana jika kemudian dia jatuh dan patah kaki?” Dia menjawab,”Ya saya sambung,” Lebih baik punya pengalaman naik pohon dan jatuh, ketimbang tidak punya pengalaman naik pohon dan jatuh, ketimbang tidak pernah punya pengalaman naik pohon. Hal-hal yang melampaui pengalaman membuat kita takut. Semakin dini kita mempunyai banyak pengalaman, sehingga akan mengurangi perasaan takut kita. Hal sedemikian akan membuat kita tidak takut lagi seumur hidup.

Ketika anak saya berusia empat tahun, saya bawa kesebuah jalan yang sangat ramai. Saya ajar dia menyeberang. Saya beritahu kapan dia harus menyeberang. Lalu kemudian kembali lagi. Setelah sepuluh kali menyeberang, maka dia sudah tahu kapan dia harus menyeberang, sering kali anak bayi diberikan ketenangan, dijaga dari suara keras. Nanti kalau mendengar anjing kentut, dia langsung sakit jantung. Mark Twain dari Amerika Serikat menjelajah 70 macam pekerjaan, sehingga seumur hidupnya dia mengerti begitu banyak bidang pekerjaan. Dengan demikian, ketika dia menulis sastra dan novel, maka dia bisa menjelajah ke semua bidang yang ingin dibicarakannya dengan penuh kekayaan bahasan. Jika kamu tidak memiliki pengalaman apapun, maka kamu akan menjadi orang yang sangat lugu dan bodoh di masa depan, karena banyak hal yang kamu tidak mengetahuinya. Kita takut keluar dari pengalaman kita, kita takut keluar dari rasa aman kita. Inilah yang membuat kita takut.

3. Ketakutan Terhadap Kekuatan Penghancur

Kita takut terhadap kekuatan-kekuatan yang bisa menghancurkan (Destructive power). Begitu kita melihat sesuatu yang besar dan bisa menghancurkan, maka kita takut. Ketakutan ini adalah ketakutan yang mengandung emosi agama. Hinduisme mengenal tiga dewa utama, dewa brahma sebagai dewa pencipta, dewa wishnu sebagai dewa pemelihara, dan dewa Syiwa adalah dewa penghancur. Bagi orang Hindu, kekuatan penghancur ini merupakan kekuatan yang sangat menakutkan. Maka dewa Syiwa dianggap dewa yang paling besar. Orang harus takut kepada dewa ini karena takut  dihancurkan. Ini merupakan ketakutan yang bersifat agamawi.

Di dalam Alkitab kita takut kepada Tuhan Allah bukan di dalam arti demikian. Kita mengenal arti ketakutan yang lebih tinggi daripada ketakutan agamawi yang menghancurkan. Emosi rohani dalam iman Kristen jauh lebih tinggi daripada emosi penghancur yang ada dalam agama-agama lain.

4. Ketakutan Terhadap Hukuman

Ketakutan keempat adalah ketakutan akan hukuman. Inilah paradoks kehidupan: Ketika seorang berbuat dosa, dia tidak takut. Tetapi ketika dia harus dihukum akibat dosanya itu, dia menjadi takut. Ini sikap orang yang kerdil. Sebaliknya seorang yang agung takut berdosa, tetapi tidak takut hukuman. Bagi seorang yang agung, berbuat dosa haruslah dihindari. Tetapi jika dia sudah berbuat salah, dia tidak takut menghadapi akibat dari perbuatannya. Inilah perbedaan antara orang yang agung dan orang yang kerdil.

Orang agung tidak takut hukuman jika tidak bersalah. Orang kerdil takut hukuman tetapi tidak takut berdosa. Begitu banyak perampok yang ketika merampok, gagah sekali, berani sekali, kelihatan galak sekali dan perkasa sekali. Tetapi ketika divonis 30 tahun penjara, dia menangis, sikap apakah ini? Tangisan apakah ini? Ini suatu kelicikan dan kekerdilan. Suatu kesedihan yang tidak ada artinya. Kesedihan demikian tidak bernilai karena kesedihan ini adalah kesedihan karena takut dihukum. Kesedihan ini merupakan kesedihan yang sangat hina. Sebaliknya kesedihan karena takut berbuat dosa adalah kesedihan yang sangat anggun.

Orang Kristen harus dapat membedakan kedua hal ini. Kalau kita salah, kita harus takut. Tetapi kalau kita tidak bersalah, dihukum sekalipun kita tidak perlu takut. Inilah jiwa Krsiten. Petrus akhirnya disalibkan sampai mati. Orang yang dihukum salib menurut hukum romawi, adalah orang-orang yang berbuat dosa sangat berat, seperti seorang pembunuh, atau penghianat bangsa, atau pemberontak. Petrus tidak berbuat sedemikian. Dia tidak merampok, tidak membunuh, tidak menghianati bangsa, juga bukan pemberontak. Dia disalib hanya karena mengabarkan injil. Apakah dia meminta tolong, meminta pengampunan, supaya jangan disalib? Tidak! Di dalam cerita-cerita Tiongkok, juga di dalam berbagai cerita sejarah atau di film, kita melihat orang-orang yang mau dihukum selalu berlutut meminta pengampunan. Begitu kasihan, bahkan lebih kasihan daripada seorang pengemis. Tetapi di dalam Kekristenan tidak ada sikap sedemikian. Jika kita tidak berbuat salah, lalu kita mau disalibkan, kita akan menghadapinya dengan tegar, tanpa rasa takut. Petrus, ketika disalibkan mengajukan satu permintaan, yaitu dia tidak mau disalibkan dengan cara yang biasa, tetapi minta disalibkan dengan cara terbalik, dengan kepala di bawah. Mengapa? Karena dia merasa tidak layak disalib seperti Tuhannya, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Ketika berdosa, dia takut, tetapi ketika dihadapkan pada hukuman bukan karena dosa, dia tidak takut. Inilah semangat, jiwa dan iman Krsiten yang sesungguhnya.

5. Ketakutan Terhadap Orang Jahat

Kita takut sekali kepada orang jahat. Maka cara di dunia ini adalah memakai orang yang lebih jahat untuk menakuti dan menghadapi orang jahat. Kalau kamu mempunyai gang yang kuat untuk menakut-nakuti saya, maka saya akan mencari bantuan pada gang yang lebih besar dan lebih kuat lagi untuk menghadapi kamu. Inilah cara orang jahat menghadapi orang jahat. Inilah cara orang dunia menghadapi orang jahat. Lalu, kita juga merasa kuat dan sombong jika kita ditopang dan dijaga oleh orang-orang jahat tersebut.

Ada sebuah restoran yang sangat ramai di tepi jalan yang juga ramai. Restoran itu tetap buka walaupun situasi cukup genting dan banyak kerusuhan. Ketika saya tanyakan, “Apakah kamu tidak takut tetap buka restoran di tempat dan situasi seperti ini?” Dia mengatakan bahwa memang banyak yang mau berusaha mengganggu restorannya, tetapi akhirnya setelah mereka tahu, mereka tidak berani melakukannya. Mengapa?” Pemilik itu mengatakan bahwa ada jenderal yang menjadi pelindung restorannya, sehingga orang-orang yang mau mengganggu itu tidak berani bertindak. Tetapi mengapa jenderal itu mau melindungi restoran tersebut? Pemilik itu mengatakan bahwa dia membayar iuran tertentu kepada sang jenderal, untuk menjadi biaya perlindungan itu.

Satu kali, ketika saya sedang makan disebuah restoran di Malaysia dengan beberapa pendeta, tiba-tiba datang seorang India yang besar sekali badannya, lalu berkata kepada saya :”Apakah kamu mengingat saya? Bukankah dulu ketika kamu pindah rumah saya yang membantu kamu pindah?” Lalu dia berkata banyak hal lain sambil tiba-tiba ikut duduk ditempat kami makan. Lalu  mulai memesan beberapa makanan yang paling mahal. Teman saya mengatakan bahwa itu tidak beres, dan dia memanggil pemilik restoran dan memberitahukan masalah ini. Pemilik restoran ini seorang wanita muda yang berperawakan kecil. Dia datang lalu mengusir orang India itu keluar. Lalu kami bertanya, kenapa dia berani mengusir orang tersebut, yang badannya begitu besar. Dia mengatakan  bahwa di daerah tempat kami makan itu banyak orang jahat. Tetapi bagaimana mereka bisa tidak berani? Karena di daerah itu ada orang yang lebih jahat lagi, dan dialah yang melindungi restoran ini. Ketakutan orang Kristen bukanlah ketakutan sedemikian.

TOKOH DALAM ALKITAB YANG PERNAH TAKUT

Sekarang kita akan melihat bagaimana Alkitab mencatat orang yang memiliki tindakan yang tidak benar akibat takut. Pertama, Adam. Adam adalah permulaan dari takutnya manusia. Dia menutup diri, menyembunyikan diri, merusak lingkungan, dan tidak mau bertemu Tuhan Allah. Banyak orang yang tidak lagi datang ke gereja karena diam-diam mulai mempunyai simpanan, mempunyai dosa, mempunyai hal yang tidak beres, maka dia tidak mau datang ke gereja. Alkitab berkata, orang yang berjalan di dalam kebenaran tidak takut terang. Tetapi orang yang hidup di dalam dosa takut ditimpa sinar terang. Itulah Adam.

Kedua, Abraham. Karena takut kepada kuasa raja dan takut dibunuh, maka Abraham berbohong dengan menyebut istrinya sebagai adik perempuannya. Dia berbohong karena takut. Kalau sudah takut, sering kita tidak jujur. Kalau sudah takut, orang rohanipun berbohong dan tidak memaparkan dengan sungguh-sungguh apa yang sebenarnya. Abraham, seorang bapa iman dan bapa rohaniah, telah berbohong berkali-kali hanya karena takut.

Ketiga, Saul. Saul takut kalau sekuritas dan kedudukannya direbut Daud. Dari ketakutan itu, timbul dua hal, yaitu iri hati dan berusaha membunuh. Takut dapat menjadi sesuatu yang fatal. Karena takut kehilangan sesuatu, maka Saul menjadi benci, iri, dan berusaha membunuh Daud.

Kita hendaklah jangan takut. Saya sebagai pimpinan tidak perlu takut kepemimpinan saya direbut atau anggota saya pergi. Kalau di tempat lain kamu merasa lebih baik, lebih dijunjung tinggi, dan mendapat fasilitas lebih baik, silahkan pergi. Kalau kamu merasa tidak mendapatkan apa-apa disini, silahkan pergi. Saya hanya takut kepada Tuhan dan menjalankan kehendakNya. Segala sesuatu saya serahkan kepada Tuhan. Begitu juga dengan rekan-rekan saya. Semua harus mengerti bahwa ini adalah gerakan penting yang menuntut kamu untuk berjuang. Ini adalah gerakan yang sangat indah, mulia, dan hormat. Saat Yesus memberi makan kepada 5.000 orang, semua orang mendekat kepada-Nya. Tetapi saat Yesus mengatakan kalimat khotbah yang sangat sulit, mereka semua pergi. Lalu Yesus berkata kepada ke dua belas murid-Nya. Dia tahu kebenaranlah yang sedang dinyatakan-Nya.

Keempat, Elia. Elia takut bukan kepada Ahab, tetapi kepada Izebel, Istri Ahab. Di dalam istana saat itu yang dominan adalah Izebel. Akan tetapi, dalam situasi bagaimana pun, di dalam sebuah keluarga Kristen, seharusnya prialah yang menjadi kepala keluarga. Pria harus menjadi contoh yang baik. Pria harus menjadi pimpinan keluarga. Pria harus menjadi contoh yang baik. Pria harus menjalankan kehendak Tuhan; istri tunduk kepada suami, anak-anak taat kepada ibu bapa. Inilah rantai otoritas (The chain of authority). Rantai otoritas yang ditetapkan Alkitab ini jangan dirusak. Ini prinsip yang penting. Walaupun yang menjadi raja adalah Ahab, tetapi yang lebih dominan adalah istrinya. Ahab memelihara 450 nabi Baal, sedangkan Izebel mempunyai 400 nabi Asyera yang dipeliharanya dengan kas negara. Lalu Elia menegur Ahab,”Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun dan hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan.” Ahab menjadi marah dan lebih memilih memelihara 450 nabi sesat daripada perkataan Elia. Raja yang hanya mau dipuji itu bodoh. Elia menghadapi situasi politik yang sulit, seorang nabi Tuhan yang menghadapi 850 nabi sesat. Lebih banyak yang mendengarkan nabi sesat daripada Elia. Seluruh dunia memilih ke sana, sementara Elia mau menjaga Firman Tuhan. Inilah situasi Reformed, kita mau memelihara Firman Tuhan dengan baik tapi di dunia ini harus menghadapi begitu banyak orang yang sembarangan  berkhotbah. Elia dengan teguh mempertahankan iman dan terus berdoa. Allah memihak orang yang betul-betul  setia kepadaNya, tidak peduli apakah  dia mayoritas atau minoritas. Allah memihak Elia sehingga benar-benar dalam 3,5 tahun tidak turun hujan di seluruh tanah Yudea dan Israel. Tanah menjadi kering, tidak ada hasil bumi, dan kelaparan melanda sehingga banyak orang meminta-minta makanan di tengah jalan.

Dalam peperangan besar di Gunung Karmel itu. Elia berkata agar air dibawa kepadanya untuk dituang ke atas tanah. Orang-orang berkata, pada saat di mana air lebih mahal daripada emas, janganlah membuang-buang air. Setelah menuang banyak air, lalu Elia berdoa kepada Tuhan,”ya Tuhan, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah ditengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu,” Lalu langsung turunlah api dari sorga membakar habis seluruh mezbah yang tadinya basa kuyup oleh air. Ahab terkejut. Kalau begini, 450 nabinya itu tidak ada gunanya, karena semuanya nabi palsu. Kuantitas banyak, apa gunanya? (Kadang orang menganggap  hamba Tuhan itu gila, tapi hamba Tuhan tahu dia tidak gila). Setelah itu Elia memerintahkan Ahab untuk naik keretanya dan memasang tutupnya karena hujan akan segera turun.

Elia adalah satu-satunya nabi yang dengan penuh keberanian memerintahkan  agar nabi-nabi palsu itu dibunuh dipinggir sungai sampai sungai menjadi merah . Elia begitu keras dan tidak kompromi. Ketika didengar Izebel, maka dia mengancam Elia untuk pergi dalam 24 jam. Perempuan yang gila kuasa mengancam dahulu, tapi secara psikologi, hal ini menandakan kelemahannya. Dia tidak mengatakan “Pergi, dan bunuh Elia.” Tapi dia mengatakan untuk memberitahu Elia supaya lari, membuktikan bahwa dia adalah seorang pengecut yang memakai psikologi.

Waktu Elia diancam, dia lari karena takut. Hamba Tuhan paling besarpun memiliki rasa takut. Maka Perjanjian Baru mengatakan Elia sama seperti kita . Waktu berani, dia melampaui siapa pun. Tetapi tetap ada ketakutan yang tersembunyi, dan Tuhan menyatakan kelemahan Elia. Sebenarnya setelah kejadian ini, Elia tidak lagi dipakai Tuhan untuk hal besar, karena dia telah berkompromi. Tidak peduli kamu adalah hamba Tuhan sebesar apapun, pada saat kamu takut, kamu telah berkompromi. Barang siapa yang ketakutannya tidak wajar, dia dibenci Tuhan. Barang siapa yang takutnya wajar, dia diberkati oleh Tuhan. Yang kita perlukan adalah keberanian, bukan ketakutan.

Dalam Perjanjian Baru, Rasul Petruspun pernah takut. Yang pertama, dia takut kepada seorang hamba perempuan hingga menyangkal Tuhan sebanyak tiga kali (Mat 26:69 dst). Ini ketakutan. Bagaimana bisa laki-laki dewasa takut kepada seorang hamba perempuan? Bisa, ini contohnya. Yang kedua, karena takutnya pada orang Yahudi, dia bersifat munafik, dan Paulus menegurnya dihadapan umum (Galatia 2: 11-14).

KETAKUTAN YANG BENAR

Mari kita simpulkan, bolehkah kita takut? Bagaimana seharusnya seorang Kristen dengan emosi ketakutannya? Kalau orang Kristen harus takut, apa yang harus ditakutinya? Alkitab mengatakan bahwa orang Kristen  boleh takut, bahkan harus takut, tetapi harus takut yang benar. Yesus berkata, jangan takut kepada orang yang bisa membunuh tubuhmu tapi tidak bisa membunuh jiwamu. Takutlah kepada Dia yang bisa membawa jiwamu ke neraka. Orang Kristen harus takut kepada Tuhan, takut berdosa, takut kepada neraka, dan takut menyedihkan Roh Kudus. Empat hal inilah yang perlu kita takuti.

  1. Takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Takut akan Tuhan berarti menghormati Dia, betul-betul mengagungkan perintah-Nya dan taat kepada-Nya. Inilah ketakutan yang pertama dan utama. Kita harus memiliki perasaan takut akan Tuhan, bukan sebagai Tuhan yang jahat, karena kita mau menghormati Tuhan. Kita mau dan harus menghormati bahwa Allah, mengagungkan dan menaati perintah-Nya
  2. Takut berdosa. Ketakutan yang kedua adalah takut berbuat dosa yang dapat mencemarkan tubuh,  jiwa, dan status saya sebagai manusia, atau merusak harkat saya sebagai orang suci yang mewakili Tuhan di dunia. Saya sangat takut hidup tidak suci, lalu berbagian di dalam tindakan dan perilaku yang berdosa. Saya sangat takut menodai diri dan merusak kedudukan saya sebagai wakil atau saksi Tuhan.
  3. Takut keadilan dan hukuman Allah. Ketakutan yang ketiga adalah ketakutan dan keadilan dan hukuman Allah. Kita bukan takut hukuman karena sudah berdosa, kita akan melanggar keadilan dan kemarahan-Nya. Takut kepada kemarahan Tuhan berbeda dari sikap yang tidak takut berbuat dosa tetapi takut dan tidak mau dihukum. Saya justru takut melanggar dosa, keadilan Tuhan, sehingga mau menjaga kesucian baik-baik
  4. Takut mendukakan Roh kudus. Ketakutan yang keempat adalah takut mendukakan roh kudus. Efesus 4 : 30 mengatakan , “Janganlah kamu mendukakan Roh kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan.“ Apakah kamu sudah diselamatkan? Apakah kamu telah mengalami penebusan-Nya? Jikalau kamu sudah ditebus oleh Tuhan, maka kamu akan menerima meterai. Meterai itu adalah Roh kudus sendiri yang berada di dalam dirimu. Roh kudus bagaikan seorang ibu yang baru melahirkan dan melihat pertumbuhanmu. Kesedihan ibu yang melihat anaknya tidak taat atau tidak sehat adalah kesedihan yang suci. Demikianlah Roh kudus yang berada dalam diri kita tidak ingin kita terus hidup dalam dosa. Maka janganlah kita mendukakan Roh kudus.

Keempat hal inilah yang perlu kita takuti. Kiranya Tuhan memberkati kita dengan emosi yang suci, dengan ketakutan yang berbeda di dalam hidup orang Kristen. Amin.

Diambil dan disalin kembali dari buku  Pdt. Dr. Stephen Tong , DLCE:  Pengudusan Emosi (Hal 125 s.d 138)