“Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.”  (Efesus 5:15-16)

Sebelum Paulus menuliskan “Hendaklah kamu dipenuhi oleh Roh Kudus (ayat 18), terlebih dahulu dia memberikan beberapa prinsip yang sangat penting (ayat 15-17). Berapa banyak orang yang hanya menuntut apa yang tertulis di dalam ayat 18, tetapi mengabaikan ayat-ayat sebelumnya.

Alkitab menegaskan, sebelum seseorang dipenuhi oleh Roh Kudus, dia harus mempersiapkan diri dan mengerti hal-hal ini, memperhatikan kehidupan pribadi, teliti dan berhati-hati di dalam segala sesuatu, melakukan segala sesuatu dengan bertanggung jawab, jangan menjadi orang yang bodoh melainkan menjadi orang yang arif (bijaksana), mempergunakan waktu dengan baik-baik karena zaman ini sudah jahat, jangan menjadi orang sembarangan, tetapi menjadi orang yang mengerti kehendak Allah. Baru sesudah itu jangan bermabuk-mabukan, tetapi hendaklah kamu dipenuhi oleh Roh Kudus. Semua ajaran di dalam ayat-ayat ini saling berkaitan.

Hidup yang bijaksana adalah hidup yang takut akan Tuhan, mengerti bagaimana menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, dan mengenal zaman ini yang penuh kejahatan. Di dalam firman Tuhan, ketiga hal ini dikaitkan: kebijaksanaan, waktu dan moralitas. Di dalam filsafat Sokrates, Plato, dan Aristoteles dikatakan, “the true virtue is the true wisdom and the true wisdom ia the true happiness.”  Jadi disini kebijaksanaan digabungkan dengan kesucian (moral) dan kebahagiaan. Ketiga hal ini merupakan tiga sasaran yang penting di dalam tujuan hidup manusia, menurut filsafat baik di Timur maupun di Barat.

Manusia bergumul, berusaha, dan berjuang, untuk apa? Apa yang dicari manusia? Orang biasa mencari kesenangan, materi(uang), dan hal-hal yang hanya bersifat lahiriah. Tetapi mereka yang berpikiran lebih mendalam mencari bahagia yang sejati dan mereka mengerti bahwa bahagia yang sejati tidak harus didapatkan melalui sensasi (seks). Kita boleh menikmati seks dengan senang dan bahagia hanya di dalam rencana dan tujuan Allah menciptakan seks sebagai salah satu fungsi untuk mengisi kebutuhan hidup kita. Kita boleh menerima dan menikmati seks semaksimal mungkin hanya melalui jalur yang telah Tuhan tentukan, yaitu di dalam keluarga yang bersama-sama beriman kepada Yesus Kristus.

Inilah ketiga hal yang dicari oleh manusia pada umumnya: kebahagiaan, kebajikan dan kebijaksanaan. Orang-orang dunia, meskipun belum Kristen, juga mencari kebajikan, kebijaksanaan, dan sukacita yang lebih berarti. Maka di dalam sejarah filsafat, Sokrates, Plato, maupun Aristoteles menjadi tokoh klasik untuk segala zaman. Di dalam Wahyu Umum mereka telah melihat, memikirkan, dan mengaitkan segala sesuatu yang sangat penting; mereka mengetahui, tidak mungkin kebijaksanaan tidak digabungkan dengan moral, dan tidak mungkin moral tidak digabungkan dengan sukacita. Orang yang berbuat baik bukan orang bodoh, melainkan orang yang bijaksana, dan orang yang berbuat baik tidak mungkin tidak menerima imbalan, yaitu suka cita di dalam hatinya.

Tetapi di dalam Alkitab kita melihat kebijaksanaan dan moral sekaligus dikaitkan dengan waktu. Jadi, Alkitab memberikan pandangan filsafat yang lebih tinggi, juga memberikan dorongan bagaimana menghargai dan menggunakan waktu dengan baik di dalam hidup kita. Bisakah waktu di beli? Dapatkah waktu ditebus? Mungkinkah waktu diganti dengan uang?

Yang lalu kita telah memikirkan pandangan dunia ‘time is money’. Ini salah satu motto yang paling penting di dalam kebudayaan Barat. Di dalam menggunakan waktu untuk mengejar uang, khususnya didalam perdagangan, motto ini telah menjadi suatu nasihat yang memberikan banyak keuntungan bagi banyak orang didunia, tetapi sebenarnya itu terlalu dangkal.

Di dalam Efesus 5:16, di dalam terjemahan aslinya, Rasul Paulus memakai kata-kata yang luar biasa, “Tebuslah waktu…(KJV.“Redeeming the time…”). Ada terjemahan bahasa Tionghoa berarti “Cintailah, hargailah, evaluasilah, dan sayangilah waktu-waktu yang ada padamu.”  Jadi, sekalipun kita tidak bisa membeli waktu, namun kita dapat menebus waktu (hidup) kita, yakni dengan menghargainya.

Kita juga telah memikirkan tiga hal yang sangat penting mengenai waktu: (1) waktu untuk hidup, (2) waktu adalah kesempatan, dan (3) waktu adalah catatan. Waktu sama panjang dengan hidup kita, waktu mengandung kesempatan-kesempatan yang penting sekali, dan waktu mencatat segala perbuatan kita. Kita harus sadar bahwa waktu sedang merekam segala pikiran, perkataan, dan tingkah laku atau perbuatan kita. Pada waktu kita sadar bahwa waktu sedang mencatat segala sesuatu, kita tidak akan bertindak sembarangan.

Apakah waktu bisa dibeli? Misalnya, apakah seorang pegawai di kantor dengan menerima gaji berarti waktunya dibeli oleh sang majikan? Kelihatannya waktu bisa di beli. Tetapi, kalau waktu itu tidak dibeli oleh sang majikan, waktu itu juga tidak bisa ditahan. Kalau kita tidak mau bekerja, misalnya selama sebulan, karena tidak mau waktu kita dibeli oleh atasan (majikan) kita, hidup atau umur kita pun tidak akan bertambah satu bulan.  Apakah waktu bisa di beli? Apakah waktu bisa diganti dengan uang? Ini suatu bahan pemikiran yang sangat menarik. Kalau waktu bisa dibeli, berapa harganya? Waktu seorang pengemis kelihatannya murah sekali, waktu seorang majikan mahal sekali, waktu seorang presiden lebih mahal lagi. Kadang-kadang kelihatannya waktu bisa dibeli, tetapi sebenarnya tidak. Ini paradoks.

Kalau dari Jakarta saya mau ke Irian Jaya untuk melayani, apakah saya harus memilih naik kapal laut atau pesawat terbang? Kalau saya memilih kapal laut, saya harus membuang waktu lebih dari satu bulan hanya untuk perjalanan pergi dan kembali, tetapi biayanya murah. Kalau saya naik pesawat terbang, hanya perlu kira-kira sehari untuk pergi dan kembali, dan saya bisa mempunyai lebih banyak waktu untuk melayani, tetapi ongkosnya jauh lebih mahal.

Di sini kita melihat seolah-olah uang bisa membeli (menghemat) banyak waktu. Manusia terus berusaha dengan memakai banyak uang untuk bisa mencapai tempat-tempat yang jauh dengan singkat. Kalau dulu kita membutuhkan 80 hari untuk keliling dunia, sekarang tidak perlu 80 jam, dan beberapa tahun kemudian mungkin hanya memerlukan 8 jam.

Kira-kira 350 tahun yang lalu, Sir Francis Bacon (Bapak Ilmu Pengetahuan Modern dari Inggris) waktu menerima laporan bahwa di masa-masa yang akan datang manusia mungkin bisa bertamasya dengan kecepatan sampai 50 mil (sekitar 81 km) per jam, dia mengatakan tidak mungkin, karena pasir-pasir akan masuk ke dalam mata dan kita tidak sempat mengeluarkannya. Ini pandangan dari Bapak Ilmu Pengetahuan sebelum zaman modern, di mana belum ada kaca. Tetapi sekarang dunia sudah sedemikian berkembang. Sekarang kita bisa memakai banyak uang untuk mengejar atau menghemat banyak waktu, seolah-olah waktu bisa dibeli dengan uang, seakan-akan waktu bisa ditebus dengan harta benda. Tetapi, Alkitab jauh lebih tinggi daripada penebusan semacam ini. Banyak orang bisa naik kapal terbang dengan cepat, tetapi setelah itu waktunya tidak dipergunakan dengan baik-baik. Orang yang penting, waktunya akan lewat; demikian pula orang yang sederhana.

Bagaimana Kita Bisa menebus Waktu?

Pertama,  kita harus sadar, insaf, dan mempunyai pengertian yang tepat, bahwa waktu kita harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Allah. Karena pengertian inilah, maka nabi Amos menyampaikan, “maka bersiaplah untuk bertemu dengan Allahmu, hai Israel!” (Amos 4:12). Setiap kita pasti akan berdiri dihadapan hadirat-Nya dan harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang pernah diberikan ke dalam tangan kita: harta, keluarga, kesempatan, dan khususnya waktu di dalam hidup kita. Itulah sebabnya perlu sekali kesadaran akan kekekalan yang mengakibatkan kita merefleksikannya ke dalam dunia sekarang; inilah eksistensialisme Kristen.

Di dalam eksistensialime non-Kristen, yang atheis, manusia juga mementingkan memegang waktu sekarang, tetapi mereka memegang waktu sekarang tidak melalui refleksi kekekalan. Inilah perbedaan antara orang Kristen yang mengerti akan eksistensi dan nilainya dengan mereka yang bukan Kristen. Yang bukan Kristen mau memegang sekarang ini dalam pengertian tentang sekarang, tetapi orang Kristen memegang sekarang melalui refleksi kekekalan yang kembali ke sekarang. Ini berarti sebagai orang Kristen kita mengetahui bahwa dunia ini bukan rumah kita yang kekal, bukan rumah kita yang sebenarnya; rumah kita sebenarnya di sana, di dalam kekekalan, yang harus kita persiapkan sekarang.

Dari pengertian inilah kita kembali kepada pengertian dan kesadaran akan waktu. Dengan demikian kita mempunyai kesadaran akan suatu relasi antara kekekalan dengan kesementaraan. Dan juga kita selalu ingat, apa yang kita perbuat sekarang di dunia ini adalah untuk nanti di sana. Demikianlah kita menjadi orang yang bijaksana, dan dengan perasaan serta kesadaran demikian kita mulai bertindak untuk menebus waktu.

Menebus waktu harus dengan berjanji dengan hati nurani kita. Bukankah banyak orang setelah menjadi tua baru menyesal karena mereka telah membuang banyak waktu dan kesempatan di dalam hidup mereka dengan melakukan hal-hal yang tidak penting dan tidak benar. Mereka hanya bisa menyesal dan berteriak, “Sudah terlambat!”

Pada waktu David Livingstone (seorang misionaris Inggris yang melayani di Afrika) meninggal dunia, atas permintaannya sendiri sebelumnya, ia minta agar jantungnya dikuburkan di Afrika; menunjukkan betapa dia mencintai rakyat Afrika. Maka dokter melakukan operasi untuk mengeluarkan jantungnya dan jenasahnya di bawa pulang ke London. Pada waktu itu diadakan upacara perkabungan dan beribu-ribu orang Negro yang dicintainya menghadirinya. Juga pada waktu jenasahnya di bawa kembali ke London untuk dikebumikan, beribu-ribu orang Inggris menghantarnya. Di tengah-tengah upacara yang begitu serius dan yang paling mengagumkan kota London, di perjalanan menuju ke pekuburan, seorang tua sambil berjalan di sisi peti jenasah berteriak-teriak,“Terlambat! Sudah terlambat! Saya menyesal!”  Waktu ditanyakan mengapa ia berteriak-teriak seperti itu, orang tua itu menjawab, “Sebenarnya saya adalah teman sekolah Livingstone. Kami sama-sama dilahirkan pada zaman yang sama, bersekolah disekolah yang sama, bahkan kami sama-sama berdiri di hadapan Tuhan Yesus untuk menyerahkan diri kepada-Nya. Hari ini, dia sudah menyelesaikan tugas dan perjalanan hidupnya di dunia dan dia sudah menerima mahkota di sorga. Tetapi saya, meskipun saya sudah berjanji kepada Tuhan, akhirnya saya hanya bermain-main dan menghamburkan waktu hidup saya dengan berbuat hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Saya sangat menyesal.”

Marilah kita berjanji dengan hati nurani kita sendiri melalui kesadaran yang tidak mungkin diberikan oleh siapapun, selain oleh Roh Kudus. Pada waktu Roh Kudus bekerja memberikan iluminasi atau cahaya di dalam hati kita, biarlah kita berjanji kepada Tuhan dari dasar hati nurani kita. Di dalam psikologi, apa yang kita katakan kepada diri kita, sangat mempengaruhi hari depan kita. Apa yang kita janjikan sedalam-dalamnya hati kita kepada diri kita sendiri sangat menentukan tindakan kita di waktu-waktu kemudian.

Banyak orang sesudah mengalami sakit keras lalu berjanji pada dirinya sendiri; ada yang sesudah mengalami kecelakaan besar atau keadaan kritis berjanji di hadapan Tuhan. Biarlah kita menjadi orang-orang Kristen yang mengerti bagaimana berjanji dengan hati nurani kita sendiri dihadapan Tuhan. Dengan demikian kita bisa menebus waktu kita.

Kedua, kita bisa menebus waktu melalui pengenalan makna, berarti kita tidak mau hidup tanpa seleksi menerima segala sesuatu. Kita perlu menyaring (menyeleksi) segala sesuatu yang kita kerjakan; yang tidak bermakna kita tolak. Sebenarnya banyak hal yang tidak perlu dibaca, banyak film yang tidak perlu ditonton, musik yang tidak perlu didengarkan, dsbnya. Misalnya, kita perlu benar-benar menyeleksi di dalam membeli buku-buku; yang benar-benar berbobot, yang berisi kristalisasi kebudayaan dan pemikiran manusia yang sangat penting, baru kita beli dan kita baca. Dengan demikian kita telah menghemat banyak uang dan waktu. Banyak orang yang mempunyai konsep yang salah, mengira untuk bisa menjadi orang yang pandai harus belajar ke luar negeri, padahal sebenarnya tidak tentu. Immanuel Kant, sehari-hari dan seumur hidupnya tidak pernah keluar dari Konigsberg, tetapi pikirannya telah menjelajah dan berpengaruh ke mana-mana. Sesuatu (pengetahuan) bisa didapat dari tempat yang kecil asalkan kita dapat mencarinya dengan baik.

Demikian juga dalam hal mendengarkan khotbah-khotbah. Sekali pun kita telah mendengarkan ratusan khotbah, namun tanpa menyaring (menyeleksi)nya, maka iman kita tidak akan bertambah apa-apa. Kita hanya akan berputar-putar di suatu tempat bagaikan bangsa Israel yang hanya berputar-putar di padang gurun. Tetapi kalau kita menerima Firman yang berbobot, iman kita akan terus bertambah-tambah. Kita harus menyeleksinya, karena waktu kita tidak banyak. Jangan menjadi orang Kristen yang hanya mau mendengarkan khotbah yang ringan, mudah, enak didengar, tidak perlu digumulkan dan buang waktu, dan langsung jadi, tinggal terima. Orang semacam ini tidak mungkin menjadi orang Kristen yang berbobot. Kalau kita demikian pandai di dalam hal-hal duniawi, tetapi sangat bodoh dan buta di dalam hal-hal rohani, bagaimana kita bisa memenangkan orang-orang pandai yang perlu akan Tuhan Yesus? Bagaimana kita akan memberikan jawaban bagi segala pertanyaan mereka? Bukan berarti yang dangkal tidak berarti sama sekali. Terhadap anak-anak kecil, kita perlu berkata-kata secara sederhana, tetapi tetap dengan prinsip-prinsip yang mendalam (mendasar) untuk mengarahkan mereka kepada jurusan yang benar.

Biarlah kita mencari hal-hal yang berarti dan yang bermakna, lalu arti yang bermakna itu kita kumpulkan, sehingga didalam waktu yang sedikit (singkat) kita boleh mendapatkan kebijaksanaan yang besar. Menebus waktu berarti kondensasi  makna, Maksudnya, yang tidak perlu kita buang, yang penting kita raih, kita olah baik-baik, dan kita pelihara.

Ketiga, kita harus membedakan antara waktu dan momen. Dua kata Yunani yang penting untuk waktu adalah kronos dan kairos; dan tense dalam bahasa Yunani dibagi menjadi 64. Ini menunjukkan orang Yunani mempunyai kepekaan terhadap waktu. Kronos menunjukkan waktu yang berjalan secara mekanis, sedangkan kairos menunjukkan suatu saat (momen) di dalam waktu yang tidak akan kembali lagi. Kalau kita diminta menuliskan riwayat hidup kita, kita tentu tidak akan menuliskan hal-hal rutin yang kita lakukan setiap hari, seperti sikat gigi,makan, minum, dll. Tetapi kita hanya akan menuliskan tahun berapa kita bersekolah (SD, SMP, SMA, dstnya), tahun berapa, bulan apa, kita bertobat atau menerima Tuhan Yesus, dibaptis, dsbnya. Ini semua merupakan momen-momen (kairos), unsur-unsur penting yang membentuk riwayat hidup kita. Hidup kita bukan dibentuk oleh waktu mekanis (kronos).

Mengerti kairos membuat kita lebih mudah menebus waktu, yakni bagaimana kita menciptakan saat yang bermakna atau momen yang bernilai kekal. Seringkali kita membiarkan waktu lewat begitu saja, seolah-olah tidak ada maknanya, sehingga di dalam hidup kita, kita menjadi pasif dan waktu menjadi aktif. Kita digeser oleh waktu. Tetapi kalau kita yang menjadi aktif dan waktu yang menjadi pasif, maka kita yang memperalat waktu. Setiap waktu kita ganti ganti menjadi momen, dan setiap momen kita ubah menjadi nilai yang bersifat kekal. Dengan demikian kita menumpuk harta yang sungguh-sungguh bernilai kekal untuk menghadap Tuhan.

Sebagai hamba Tuhan, saya selalu berdoa agar setiap kali saya menyampaikan firman Tuhan, para pendengar saya menemukan momen. Setiap kebaktian tidak berlalu secara rutin hanya untuk mengisi waktu. Berapa banyak momen yang berarti yang sudah kita jumpai, terima, dan ciptakan di hadapan Tuhan? Kadang-kadang momen (kairos) tidak mungkin kita ciptakan, melainkan semata-mata hanya merupakan anugerah Tuhan kepada kita. Tetapi, kita harus bisa melihat, menangkap, dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya.

Keempat, kita harus bisa menemukan titik pusat hidup kita masing-masing; kalau tidak kita akan kehilangan seluruh arti hidup dan tidak bisa menebus waktu dengan baik. Banyak orang mempunyai hidup yang mungkin lebih panjang, tetapi tidak ada pusatnya, karena dia tidak dapat menemukannya.  Kalau kita bisa menemukan titik pusat sesuatu (misalnya sebuah buku), maka kita dapat meletakkannya dengan seimbang hanya diujung satu atau dua jari tangan kita. Demikian pula, kalau kita bisa menemukan titik pusat seluruh kehidupan kita, maka kita dapat mengatur hidup kita dengan baik dan kita akan mempunyai kestabilan.

Adalah suatu pemborosan yang paling besar kalau kita menggunakan waktu dan pikiran kita untuk hal-hal yang negatif, kecemasan atau kekuatiran. Hal-hal yang kita kuatirkan itu sebenarnya tidak ada dan tidak akan terjadi. Banyak dokter memperkirakan penyakit secara fisik hanya kira-kira 25%, selebihnya 75% adalah karena pikiran (psikis). Maka salah satu cara kita bisa menebus waktu kita adalah dengan membuang banyak hal yang tidak perlu kita kuatirkan. Dengan demikian, titik pusat hidup kita itu kita pindahkan kepada yang memang perlu dan penting kita pikirkan.

Ada orang-orang Kristen yang pergi ke gereja setiap Minggu hanya untuk melepaskan (membuang) segala masalah hidupnya (kekuatiran, kecemasan, dsbnya) di hadapan Tuhan atau pendetanya (seakan-akan Tuhan atau pendetanya itu menjadi ‘tempat pembuangan sampah’), tetapi setelah itu dari Senin sampai Sabtu menumpuk kembali semua kecemasan dan kekuatiran hidupnya. Kita tidak perlu menumpuk hal-hal yang tidak perlu di dalam hati (hidup) kita, dan Tuhan akan memberikan kunci atau prinsip kepada kita, bagaimana menyingkirkan semua itu. Kita harus memikirkan setiap firman Tuhan yang dikhotbahkan di dalam kebaktian. Alkitab berkata, “Pikirkanlah Taurat Tuhan siang dan malam, maka engkau akan berbuah senantiasa seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air.” (Mazmur 1:2-3). Kita membaca dan memikirkan firman Tuhan bukan untuk menjatuhkan orang lain, tetapi merenungkan dan merefleksikannya untuk diri kita sendiri. “Apa maknanya untuk diri kita, apa kewajiban yang harus kita jalankan, dan apa kaitannya dengan doktrin yang lain?”  Ayat-ayat di dalam Alkitab kita kaitkan satu dengan yang lain dengan kebijaksanaan dari Tuhan yang semakin bertambah-tambah, kita hayati, menjadi sesuatu yang hidup di dalam diri kita.

Marilah kita bertanya pada diri kita masing-masing: Setelah sekian lama menjadi orang Kristen, berapa banyak pikiran yang saya pakai dipimpin Roh Kudus, dan berapa jauh kemajuan saya dalam mengerti firman Tuhan? Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang dipenuhi Firman, dipenuhi cinta kasih terhadap jiwa-jiwa yang terhilang, dan ketaatan terhadap pimpinan Tuhan. Biarlah kita kembali kepada prinsip-prinsip Alkitab yang jauh lebih penting, bukan menerima gejala-gejala yang sama sekali tidak berdasarkan firman Tuhan.

Akhirnya, secara praktis ada beberapa hal yang perlu kita usahakan:

Pertama,  mengalihkan pemikiran dan mencoba bagaimana mengerjakan sesuatu yang belum pernah kita kerjakan. Kalau dulu kita mungkin  telah membuang uang dan waktu terlalu banyak untuk memenuhi nafsu dan hal-hal yang jahat, sekarang kita bertekad di hadapan Tuhan, “Tuhan, tubuh, uang, dan waktuku kusucikan dan asingkan untuk pekerjaan-Mu.”  Marilah kita mengerjakan pekerjaan Tuhan yang belum kita kerjakan, supaya kemarahan Tuhan tidak ditimpakan atas kita, meskipun ini bukan menjadi motivasi kita melayani Tuhan.

Kedua, berusaha melihat dan mencari orang-orang yang berpotensi melakukan pekerjaan Tuhan, lalu membantu dan mendidiknya. Sebuah kutipan dari sebuah buku mengatakan, “Sejarah dibentuk oleh bayang-bayang dari orang-orang yang penting di dalam sejarah.”  Bukankah hal ini benar? Bukankah di dalam sejarah Perancis berada di bawah bayang-bayang dari Napoleon, Montesqueu, Rousseau, Louis XIV? Dan sejarah Inggris berada di bawah bayang-bayang Shakepeare, Churchill, Henry Purchell? Demikian juga sejarah Kekristenan berada di bawah bayang-bayang Matin Luther, John Calvin, Agustunus, B.B.Warfield, dan tokoh-tokoh besar lainnya. Penginjilan berada di bawah bayang-bayang tokoh-tokoh besar seperti Billy Graham dan Bill Bright.

Jikalau sekarang kita melihat orang-orang yang berpotensi, maukah kita membantu dan menunjang mereka, mempersiapkan dan memperlengkapi mereka, sehingga mereka berpengaruh untuk zaman yang akan datang? Ini cara yang sangat baik untuk menebus waktu. Ini perlu kita sadari dan pikirkan baik-baik. Seorang tua menyaksikan, “Sepanjang hidupnya D.L. Moody menginjili kira-kira 100 juta orang, dan setelah dia meninggal dunia, Amerika mempunyai pemimpin-pemimpin yang dipengaruhinya selama 25 tahun.”

Salah satu cara yang baik menebus waktu adalah mempengaruhi orang-orang lain yang mengabdikan diri dan waktu mereka bagi Tuhan. Kita berharap di dalam sepuluh tahun sebelum abad ke-20 ini kita bisa menemukan orang-orang yang paling pintar, yang berjiwa besar, yang bersemangat, dan yang paling berpotensi untuk Tuhan, dalam bidang teologi, musik, politik, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan khususnya di dalam penginjilan. Maka orang-orang yang lebih tua akan melihat dengan sukacita bagaimana mereka yang lebih muda meneruskan api obor Injil.

Biarlah setiap kita ikut ambil bagian didalam investasi yang sangat penting ini. Dan orang-orang muda tidak boleh lupa, ada tugas besar dari Tuhan yang menunggu. Jangan tunggu sampai selesai studi baru menginjili. Kalau Saudara sekarang tidak mencintai dan tidak mempunyai hati yang menangisi jiwa-jiwa untuk dibawa kepada Kristus, walau Saudara sekolah setinggi apa pun dan sampai kapan pun tetap tidak akan menginjili. Biarlah sekarang, dengan kesungguhan, kita melayani Tuhan.

Sebelum Tuhan Yesus datang kembali kedua kalinya, mari kita baik-baik mempergunakan waktu, menebus waktu, dan mempersiapkan diri menjadi pelayan Tuhan yang berguna dan setia.

 Amin.

Sumber : https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/tebuslah-waktumu-artikel-pdt-dr-stephen-tong/608656652516125

 

Nama Buku        :  Waktu & Hikmat

Sub Judul          :  Tebuslah Waktumu

Penulis              :  Pdt. DR. Stephen Tong

Penerbit            :  Lembaga Reformed Injili Indonesia (LRII),1990

Halaman            :  46 – 56