Seorang rekan penelaah keberatan bertanya tentang perlakuan atas biaya selisih kurs. Hal ini sehubungan dengan sengketa wajib pajak atas koreksi positif terhadap biaya pembelian yang dilakukan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak Republik Indonesia, dengan dasar koreksi adalah selisih nilai saat Rekonsiliasi (Ekualisasi) antara nilai pembelian yang dilaporkan pada SPT Masa PPN dibandingkan dengan nilai pembelian yang dicantumkan pada pada Harga Pokok Penjualan. Yang menarik adalah terkait alasan wajib pajak dalam mengajukan keberatannya yaitu bahwa selisih equalisasi tersebut disebabkan akibat adanya selisih kurs sementara dalam laporan keuangan wajib pajak tidak ada pengakuan laba atau kerugian atas selisih kurs. Menurut pendapat penulis walaupun wajib pajak dapat menjelaskan bahwa selisih ekualisasi itu disebabkan karena selisih kurs namun apakah demikian perlakuannya? Seperti diketahui untuk keperluan pembukuan tentunya harus dengan kurs per tanggal invoice sesuai dengan prinsip akrual yang dianut dalam pembukuan WP, dan memang hal ini tentu akan menyebabkan nilai barang akan berbeda antara nilai pada PPN dengan pencatatan, beberapa kondisi yang mungkin terjadi dalam kasus di atas adalah:
- Dalam penghitungan pajak bagi wajib pajak yang menggunakan mata uang asing harus menggunakan kurs Keputusan Menteri Keuangan (KMK) berdasarkan tanggal faktur dan pada saat pencatatan dalam akun pembelian saat dibukukan (saat pemesanan) menggunakan Kurs Tengah BI dan hal yang sama digunakan Kurs BI pada saat tanggal realisasi (Pelunasan). Atas kondisi ini (tanggal yang berbeda antara pencatatan saat pemesanan/invoice dan tanggal pelunasan) menyebabkan adanya laba atau kerugian akibat selisih kurs tersebut sepanjang penggunaan Kurs dilakukan secara taat asas dan konsisten. Dan tentunya akan terlihat laba atau rugi atas selisih kurs tersebut pada laporan keuangan yang dilaporkan pada akhir tahun.
- Dalam penghitungan PPN wajib pajak menggunakan kurs Keputusan Menteri Keuangan (KMK) berdasarkan tanggal faktur dan kurs yang sama (Kurs KMK) pada saat pencatatan dalam akun pembelian saat dilakukan pencatatan (saat pemesanan/invoice). Dan wajib pajak menggunakan Kurs Tengah BI pada saat tanggal realisasi (Pelunasan). Atas kondisi ini (tanggal yang berbeda antara pencatatan saat pemesanan dan tanggal pelunasan) menyebabkan mengalami laba atau kerugian atas selisih kurs tersebut sepanjang penggunaan Kurs dilakukan secara taat asas dan konsisten, dan tentunya akan tetap terlihat laba atau rugi atas selisih kurs tersebut pada laporan keuangan yang dilaporkan pada akhir tahun.
Hal inilah yang mendasari penulis kali ini untuk menulis sekilas tentang laba Dan Rugi Akibat Selisih Kurs, tentu seturut pemikiran penulis, untuk lebih memperkaya silahkan pembaca menambahkan hal-hal yang perlu ditambahkan di kolom komentar .
Pada prinsipnya wajib pajak yang pembukuannya menggunakan mata uang rupiah tetapi terdapat transaksi dalam mata uang asing, maka dari transaksi tersebut akan timbul keuntungan atau kerugian selisih kurs karena terdapat perbedaan kurs antara tanggal pengakuan penghasilan atau biaya dengan tanggal diterima atau dibayarnya penghasilan atau biaya tersebut. Keuntungan atau kerugian selisih kurs juga memungkinkan timbul dari transaksi utang-piutang, selisih kurs ini timbul akibat perbedaan kurs antara tanggal pencatatan hutang atau piutang dengan kurs tanggal neraca atau tanggal akhir periode akuntansi atau perbedaan juga timbul akibat selisih kurs mata uang asing pada tanggal neraca dengan tanggal pelunasan. Adapun jenis-jenis transaksi yang memungkinkan transaksi dalam mata uang asing diantaranya adanya pendapatan atau pembelian barang dan jasa dimana harganya ditetapkan dalam mata uang asing, adanya pembelian aktiva tetap, dan adanya utang atau pinjaman dalam mata uang asing.
Kurs yang digunakan pada umumnya oleh perusahaan adalah pada saat terjadinya transaksi adalah kurs pada tanggal transaksi tersebut dilakukan (Kurs Tetap), sedangkan pada saat pembuatan pelaporan kurs yang digunakan adalah kurs yang telah dipilih dan ditetapkan oleh perusahaan. Apabila terjadi perbedaan kurs antara tanggal transaksi dengan tanggal neraca maka perusahaan memasukkan selisih tersebut pada akun keuntungan atau rugi akibat selisih kurs.
Dasar Hukum Laba Rugi Selisih Kurs
Laba rugi selisih kurs merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi laba perusahaan. Selisih kurs didapat dari tenggang waktu antara waktu transaksi dan waktu pembayaran dimana didalam tenggang waktu tersebut kurs rupiah juga berubah, ketentuan perpajakan dalam UU Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan ke empat atas UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengakomodir laba rugi selisih kurs, sebagai berikut :
- Pasal 4 (1) huruf l UU PPh, Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
- Pasal 6 ayat (1) huruf e, Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
Dalam penjelasan pasal ini dijelaskan bahwa kerugian selisih kurs mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan sistem pembukuan yang dianut, dan harus dilakukan secara taat azas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), pembebanan kerugian selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata uang asing tersebut. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.
Yang perlu diperhatikan adalah kerugian selisih kurs mata uang asing akibat fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dan dilakukan secara taat asas sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.42/1999 tanggal 4 Februari 1999.
Dalam pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 memperjelas perlakuan PPh atas keuntungan atau kerugian selisih kurs ini, terutama dalam hal selisih kurs yang terkait dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang bukan objek pajak. Pasal 9 ayat (1) menegaskan kembali prinsip umum sebagaimana sudah dinyatakan dalam Undang-undang PPh, yaitu bahwa keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK Nomor 10). Pasal 9 ayat (2) menegaskan bahwa keuntungan atau kerugian selisih kurs yang terkait langsung dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang dikenakan PPh final atau yang bukan objek pajak, tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.
Jenis Kurs
Beberapa jenis kurs yang mempengaruhi nilai dalam setiap transaksi yang menyebabkan keuntungan maupun kerugian akibat selisih tersebut, ada pun jenis kurs tersebut perlu kita ketahui yang terdiri dari :
Kurs Menteri Keuangan
Kurs Menteri Keuangan, kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Mulai 1 Oktober 1997 kurs Menteri Keuangan ditetapkan setiap minggu. Atas pajak-pajak yang terutang dalam mata uang asing harus terlebih dahulu dinilai ke dalam mata uang rupiah. Maka atas dasar tersebut, perlu ditetapkan keputusan tentang nilai kurs sebagai dasar pelunasan. Dasar pelunasan terkait Nilai Kurs Menteri Keuangan ini hanya digunakan untuk :
- Perhitungan pelunasan Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN-Impor, PPh Pasal 22 sesuai dengan tanggal Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD);
- Perhitungan PPN dan PPnBM sesuai tanggal Faktur Pajak, apabila pembayaran, Harga Jual, atau Nilai Penggantian dilakukan dengan mata uang asing (Pasal 14 PP No. 1/2012).
- Perhitungan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 apabila penghasilan diterima dalam mata uang asing.
- Perhitungan Pajak Ekspor
- Perhitungan Pajak-Pajak Final yang dibayarkan dalam valuta asing
Contoh:
Pada tanggal 18 Juli 2013 PT. Nusahati (PKP) menjual barang secara kredit kepada PT. Nusagames (PKP) seharga $10,000 (belum termasuk PPN). Faktur Pajak dibuat tanggal 28 Agustus 2013 dan dilunasi tanggal 09 September 2013. Kurs Menteri Keuangan, periode 17 s.d. 23 Juli 2013 Rp. 9.991,00 periode 28 Agustus s.d 3 September 2013 Rp.10.863,00 dan Periode 04 s.d. 10 September 2013 Rp. 11.194,00.
Maka perhitungan PPN sebagai berikut :
Faktur Pajak dibuat pada tanggal 28 Agustus 2013. Saat itu kurs Menteri Keuangan adalah Rp.10.863,00 maka PPN dihitung sebesar 10% x $ 10,000 x Rp.10.863,00 = Rp.10.863.000,00
Kurs Realisasi (Kurs Historis/tetap)
Kurs realisasi yaitu kurs yang sebenarnya terjadi pada waktu perusahaan merupiahkan mata uang asing atau pada waktu perusahaan membeli mata uang asing atau menghitung besarnya realisasi penerimaan dalam mata uang rupiah. Dalam penggunaan kurs ini pengakuan atau pencatatan keuntungan atau kerugian selisih kurs hanya satu kali yaitu pada saat terjadinya realisasi. Sehingga tidak dibolehkan mengkonversi pos-pos moneter pada tanggal neraca (akhir tahun).
Contoh :
PT. Nusatekno tanggal 18 Oktober 2013 melakukan penjualan komputer dengan harga jual US$ 1.000 dengan Nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan adalah US$ 1 = Rp. 9.000,-, Maka Harga Jual sebagai dasar pengenaan pajak adalah sebesar : US$ 1.000 x Rp. 9.000,- = Rp.9.000.000,-. PPN : 10 % x Rp.9.000.000,- = Rp.900.000,-
Jika pada tanggal 23 Oktober 2013 nilai US$ 1.000 tersebut ditukarkan dengan mata uang rupiah (kurs realisasi) sebesar US$ 1 = Rp. 9.500,- sehingga diperoleh Rp. 9.500.000,- maka selisih tersebut merupakan pendapatan atas selisih kurs yaitu Rp. 500.000,- (9.500.000-9.000.000).
Sebagai catatan, Nilai kurs ini digunakan juga untuk mencatat posisi kas atau bank pada Neraca per 31 Desember. Jadi pada tanggal 31 Desember posisi kas dan bank yang berbentuk mata uang asing dilakukan penilaian sesuai nilai kurs pada hari itu.
Kurs Tengah Bank Indonesia
Kurs Bank Indonesia (Kurs BI) digunakan untuk mencatat hutang piutang serta transaksi dalam mata uang asing. Kurs BI terdiri dari kurs beli bank dan kurs jual bank. Kurs BI yang digunakan sebagai dasar pembukuan yaitu kurs tengahnya yang merupakan rata-rata antara kurs jual dan kurs beli BI. Kurs Tengah Bank Indonesia (Kurs Tengah BI) digunakan oleh perusahaan yang pembukuannya dengan rupiah untuk membukukan transaksi-transaksi yang nilainya dalam mata uang asing. Perbedaan selisih kurs BI yang terjadi pada saat membukukan hutang piutang mata uang asing dengan kurs BI pada saat realisasi menimbulkan laba atau rugi selisih kurs.
Contoh 2 :
Pada tanggal 18 Juli 2013 PT. Nusahati (PKP) menjual barang secara kredit kepada PT. Nusagames (PKP) seharga $10,000 (belum termasuk PPN). Dilunasi tanggal 09 September 2013. Kurs Tengah BI 18 Juli 2013 Rp. 9.248,26 dan kurs realisasi tanggal 09 September 2013 Rp.10.282,90
perhitungan Laba dan/ Rugi : Penjualan PT. Nusahati $ 10.000,- x Rp. 9.248,26 = Rp. 92.482.600,- Pelunasan oleh PT. Nusagames $ 10.000,- x Rp. 10.282,90 = Rp. 102.829.000,- Selisih Kurs $ 10.000,- x (Rp. 10.282,90 – Rp. 9.248,26) = Rp. 10.346.400,- Jurnal Kedua Perusahaan sebagai berikut : PT. Nusahati (Tanggal 18 Juli 2013) Piutang Dagang (Dr) Rp. 92.482.600,- Penjualan (Cr) Rp. 92.482.600,- PT. Nusagames (Tanggal 18 Juli 2013) Pembelian (Dr) Rp. 92.482.600,- Utang Dagang (Cr) Rp. 92.482.600,- PT. Nusahati ( Tanggal 09 September 2013) Kas (Dr) Rp. 102.829.000 Piutang Dagang (Cr) Rp. 92.482.600 Laba Selisih Kurs (Cr) Rp. 10.346.400 PT. Nusagames (Tanggal 09 September 2013) Utang Dagang (Dr) Rp. 92.482.600 Rugi Selisih Kurs (Dr) Rp. 10.346.400 Kas (Cr) Rp. 102.829.000Keuntungan Dan Kerugian Akibat Selisih Kurs
Berdasarkan contoh tersebut di atas PT. Nusagames mengalami Kerugian selisih kurs terjadi karena perbedaan kurs antara tanggal pengakuan biaya dengan tanggal dibayarnya biaya tersebut.
Kerugian selisih kurs mata uang asing akibat fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dan dilakukan secara taat asas sehingga kerugian yang terjadi karena selisih kurs tersebut dapat diakui sebagai pengurang penghasilan. Syarat terpenting adalah apabila Wajib Pajak tersebut mempunyai sistem pembukuan yang diselenggarakan secara taat asas, sesuai dengan bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan dalam rangka kegiatan usahanya atau berkaitan dengan usahanya.
Penguatan nilai Rupiah terhadap USD membawa dampak yang berbeda sesuai karakteristik bisnis wajib pajak. Bagi perusahaan yang mempergunakan bahan-bahan produksinya dengan barang-barang impor akan mendapatkan keuntungan, karena dengan nilai rupiah yang sama, akan dapat membeli barang impor dalam jumlah yang lebih besar. Dengan bahan baku produksi yang lebih murah, maka keuntungan yang didapatkan akan lebih besar.
Keuntungan juga didapatkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki pinjaman dalam bentuk mata uang US Dolar, atau yang berbasis mata uang USD. Angsuran pinjaman dan beban bunga yang dibayar dengan menggunakan mata uang USD akan lebih ringan ketika mata uang rupiah menguat.
Kesimpulan
Melihat kasus di atas, seharusnya wajib pajak dapat menjelaskan bahwa sangat memungkinkan terjadi perbedaan nilai barang antara yang tercantum dalam SPM PPN dengan pembukuan wajib pajak, kecuali wajib pajak tidak dapat menunjukan bahwa wajib pajak konsisten dalam menggunakan nilai kurs. Seperti dijelaskan bahwa dalam penggunaan Kurs Tengah Bank Indonesia, setiap kerugian akibat selisih kurs dapat dibebankan sebagai biaya, baik kerugian tersebut sudah direalisasikan maupun belum direalisasi dan dilakukan secara konsisten. Sedangkan dalam Kurs Tetap, rugi selisih kurs dapat diakui sebagai biaya jika kerugian sudah direalisasikan. Pengertian rugi selisih kurs yang direalisasi adalah apabila dalam kondisi kurs menguat atau nilainya lebih rendah jika dilakukan dalam pembayaran mata uang asing atas piutang perusahaan. Atau sebaliknya dalam kondisi kurs melemah, dilakukan pembayaran dalam mata uang asing atas utang perusahaan.
Dalam penggunaan Kurs Tengah Bank Indonesia, setiap kerugian akibat selisih kurs dapat dibebankan sebagai biaya, baik kerugian tersebut sudah direalisasikan maupun belum direalisasi dan dilakukan secara konsisten. Dengan penggunaan kurs ini maka piutang yang belum direalisasi pembayarannya pada akhir tahun, apabila nilai kurs menguat maka akan diakui sebagai rugi , demikian pula halnya dengan utang apabila nilai kursnya melemah. Sedangkan dalam penggunaan Kurs Tetap, kerugian yang terjadi atas perubahan nilai kurs diakui pada saat terjadinya pembayaran berkaitan adanya perubahan nilai kurs tersebut. Dengan cara ini maka piutang atau utang yang belum terealisasi pembayarannya, apabila terjadi perubahan nilai kurs maka belum diakui sebagai kerugian.
Maka dalam hal ini kedua penggunaan kurs tersebut di atas memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, perlu di pahami bahwa dalam memilih penggunaan salah satu kurs harus dilakukan secara konsisten. Jika menggunakan kurs tetap, pengakuan rugi dilakukan setiap saat terjadinya perubahan nilai kurs dan setiap terjadinya realisasi pembayaran. Hal ini tentunya melimitasi wajib pajak untuk tidak mengatur biaya kerugian akibat selisih kurs. Apabila rugi selisih kurs karena realisasi utang tentunya pihak debitur telah mencatat, demikian pula jika rugi karena piutang, maka pihak kreditur telah mencatatnya.
Sedangkan penggunaan Kurs Tengah Bank Indonesia, perhitungan rugi selisih kurs didasarkan atas mutasi perubahan utang atau piutang dengan menggunakan kurs tengah BI di awal tahun dan di akhir tahun. Perubahan nilai kurs yang sangat besar pada perjalanan tahun, yang ditutup dengan kembalinya nilai kurs saat mendekati posisi di awal tahun akan membuat perhitungan rugi selisih kurs yang menggunakan kurs tengah BI menjadi tidak akurat. Apabila dalam perjalanan tahun nilai kurs cenderung melemah dan diakhir tahun kembali ke posisi di awal tahun, maka wajib pajak yang pada perjalanan tahun membayar utang, maka pengakuan ruginya akan menjadi semakin kecil.
Untung atau rugi dalam penggunaan Kurs Tetap dan Kurs Tengah BI ditentukan oleh fluktuasi nilai kurs dan tentunya ini tidak dapat dipengaruhi oleh wajib pajak. Banyak wajib pajak cenderung menggunakan kurs tengah BI karena lebih sederhana. Dan perlu diketahui bahwa PSAK mensyaratkan hutang piutang dalam mata uang asing pada akhir tahun harus dinyatakan dalam kurs per tanggal 31 Desember, sementara Pajak memberikan pilihan bagi wajib pajak, untuk menyesuaikan nilai hutang piutang mata uang asing pada akhir tahun (berdasarkan kurs tengah BI) maupun tidak, sepanjang dilaksanakan secara taat asas/konsisten. Apabila wajib pajak tidak menyesuaikan nilai hutang piutang mata uang asing sesuai kurs pada akhir tahun berarti wajib pajak menggunakan sistem kurs tetap.
loading….
Siang.. mohon maaf mau tanya untuk dapat data selisih kurs itu bagaimana ya?