Pertemuan Nikodemus dengan Tuhan Yesus Kristus bukanlah suatu kebetulan, juga tidak direncanakan oleh manusia, melainkan merupakan rencana Allah. Bukan Yesus yang mencari Nikodemus, karena ketika Yesus hadir di dunia, Dia tidak pernah mencari raja, atau imam besar, atau orang kaya, atau pemimpin agama. Yesus menegaskan bahwa Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang, yang tersesat, untuk menjadi kawan pemungut cukai dan orang berdosa. Ketika Yesus datang ke dunia, Ia menemui dan berdialog dengan perempuan pezina di pinggir sumur; Ia menemui dan menyembuhkan seorang yang sudah 38 tahun lumpuh di tepi kolam. Yesus berbeda dari para pemimpin agama yang munafik, yang hanya mau mengunjungi orang kaya dan orang yang berkedudukan tinggi. Sekalipun Dia adalah Allah yang Mahatinggi, Dia rela menjamah dan menyembuhkan orang yang sakit kusta, menyapa pelacur, orang-orang yang dipandang hina di masyarakat, karena sesungguhnya, bukan Dia yang membutuhkan manusia, melainkan manusialah yang membutuhkan Dia. Hanya saja, manusia tidak mau datang kepada-Nya, bahkan banyak orang yang datang kepada-Nya hanya ingin mendapatkan berkat, datang dengan motivasi yang egois dan bobrok. Saat memilih gereja, banyak orang lebih suka pergi ke gereja di mana mereka bisa memamerkan dirinya.

Yesus tidak pernah mencari orang Farisi dan orang Farisi juga tidak mencari Dia, kecuali Nikodemus. Maka pertemuan antara Yesus Kristus dan Nikodemus adalah suatu rencana Allah, karena saat orang Farisi memandang kehadiran Yesus sebagai ancaman, lalu mengejek, menghina, dan mengumpat Yesus, “Mana ada nabi yang datang dari Galilea? Mana ada yang baik muncul dari Nazaret?” Nikodemus justru disentuh oleh Roh Kudus, mau datang kepada Yesus dan mengakui bahwa Yesus memiliki sesuatu yang dia dan para orang Farisi lainnya tidak miliki.

Sudah 400 tahun tidak ada nabi, tidak ada wahyu Tuhan pada Israel. Mereka hanya mendengar firman yang ada di kitab-kitab Perjanjian Lama, padahal Musa pernah menubuatkan bahwa Tuhan akan membangkitkan seorang nabi seperti Dia. Tetapi nabi itu belum datang. Ketika Yohanes Pembaptis tampil, mereka mengira bahwa dialah nabi yang dinubuatkan itu. Lalu disusul oleh kehadiran Yesus. Kekosongan yang dialami oleh orang Israel selama 400 tahun tiba-tiba dikejutkan oleh hadirnya dua orang yang susul-menyusul dengan pola yang sangat berbeda. Yang satu berseru-seru, yang lain mengajar dengan tenang; yang satu di padang gurun, yang lain di tengah masyarakat; yang satu makanannya begitu aneh, yaitu belalang dan madu hutan, berpakaian kulit unta, sementara yang lain makan dan berpakaian seperti orang pada umumnya. Kehadiran Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus di tengah sejarah menandai datangnya suatu zaman yang baru, yaitu zaman Perjanjian Baru. Anehnya, pelayanan mereka berdua tidak menyentuh Bait Allah, kecuali Tuhan Yesus pernah menyucikannya. Yohanes Pembaptis berkhotbah di padang gurun, sementara Yesus mengajar di berbagai tempat, tepi jalan, pasar, pantai, padang gurun, bukit, dan juga di Bait Allah.

Kini Nikodemus, karena desakan Roh Kudus datang menemui Tuhan Yesus. Dia berkata, “Rabi, kami tahu bahwa tanpa penyertaan Allah, tidak ada orang yang dapat melakukan mujizat seperti yang Kau lakukan.” Dia ingin menegaskan bahwa baik dirinya maupun seluruh kelompoknya, yaitu para orang Farisi, tidak memiliki penyertaan Allah seperti yang Yesus miliki. Secara tidak langsung, pengakuan Nikodemus telah mempermalukan seluruh kebudayaan Yahudi dan sekaligus orang-orang Farisi, yang dianggap sedemikian menyelidiki dan mempelajari Perjanjian Lama. Mereka memiliki gelar, memiliki kemampuan akademis tinggi, memiliki kedudukan tinggi, tetapi tidak memiliki urapan dan penyertaan Allah. Sayang, fakta ini tidak diakui oleh orang-orang Farisi lainnya. Mereka juga tidak mau meneliti mengapa Yesus dapat melakukan mujizat seperti itu, tetapi sebaliknya malah menuduh-Nya menggunakan kuasa pemimpin setan. Maka, pengakuan Nikodemus di sini mengisyaratkan Tuhan sedang membuang bangsa yang sangat berpotensi ini, bangsa satu-satunya yang menerima Perjanjian Lama. Sekaligus, pengakuan itu menyatakan Nikodemus adalah orang yang paling jujur di antara orang Farisi yang begitu mahir secara akademis

Mari kita perhatikan, ketika Nikodemus memuji Yesus, Yesus tidak terbuai dalam pujian dan menjadi lupa diri. Pepatah Tionghoa mengatakan: “Karena terlalu girang, hingga lupa diri.” Jika engkau sedikit dipuji sudah mabuk kepayang, maka engkau tidak akan pernah mengerti dan peka akan pimpinan Tuhan, serta tanggung jawabmu kepada-Nya. Ketika saya menerima undangan untuk menerima pemberian gelar Doktor dari Westminster Theological Seminary, saya pertama-tama mempertanyakan: Apa perlu saya menerima gelar itu? Apakah bedanya menerima gelar Doktor dari Amerika atau tidak? Apakah sekolah yang memberi gelar itu cukup bertanggung jawab? Saya tahu ada satu dosen yang tidak beres di sekolah itu. Maka saya tidak menggubris surat undangan tersebut. Saya hanya mendiskusikan hal ini dengan pimpinan STEMI Internasional, Dr. Jahja Ling. Setelah dua bulan kemudian dosen tersebut dikeluarkan, maka saya baru memutuskan untuk menerima gelar tersebut, karena saya merasa sekolah tersebut masih menghargai firman Tuhan.

Kita melihat jawaban Yesus begitu tegas kepada Nikodemus, “Jikalau engkau tidak dilahirkan kembali, engkau tidak akan melihat Kerajaan Allah.” Jika kita memerhatikan pembicaraan Tuhan Yesus dengan Nikodemus, Pilatus, Hanas, dan Raja Herodes, kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa bukan hanya Yesus tidak berbicara untuk menyenangkan mereka, tetapi Dia justru berbicara lebih tegas dari mereka. Pernyataan “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu…” muncul 25 kali sepanjang Injil Yohanes, dan tiga kali di antaranya dikatakan oleh Tuhan Yesus kepada Nikodemus di pertemuan malam itu. Saya tidak tahu apakah Nikodemus dapat tidur nyenyak malam itu. Setiap pernyataan Tuhan Yesus merupakan kebenaran yang tidak mengenal kompromi, yang begitu menusuk hati. Apalagi, kata-kata itu tidak ditujukan kepada khalayak ramai, tetapi di dalam pembicaraan pribadi, kepada satu orang saja. Pernyataan “Sesungguhnya…” biasanya kita nyatakan untuk memberikan tekanan akan kepastian kebenaran dan kejujuran dari pernyataan tersebut. Dalam hal ini, Nikodemus tidak marah ketika Tuhan Yesus berbicara demikian lugas kepadanya. Ia menemukan penyertaan Allah pada Yesus dan dia menghormati Yesus. Ini menunjukkan Nikodemus adalah orang baik karena dia menemukan Yesus yang mempunyai sesuatu yang tidak ia miliki, mau mengakui, menghargai, bukan malah rendah diri atau iri hati lalu menyerang Dia.

Dialog Yesus dan Nikodemus sarat dengan prinsip dan kita akan membahasnya satu per satu.

Mengapa di antara ribuan orang Farisi, hanya Nikodemus seorang yang mau datang kepada Yesus? Nikodemus mau datang karena dia mau belajar dari Tuhan Yesus. Mengapa Yesus memperlakukan dia dengan begitu tegas? Yesus bersikap demikian karena memaparkan satu kebenaran, yaitu Nikodemus harus memiliki hidup yang baru. Ia harus dilahirkan kembali. Dia sudah menjadi seorang Farisi, sudah mempelajari Perjanjian Lama, sudah memiliki banyak pengetahuan akademis, dan bahkan sudah menjadi pemimpin agama, tetapi kehilangan yang paling utama. Nikodemus sulit menangkap hal ini. Sering kali ada kesenjangan besar antara apa yang Tuhan ingin kita ketahui dengan apa yang kita sendiri ingin ketahui. Saya tidak tahu berapa banyak orang, ketika mendengar pemaparan prinsip-prinsip firman Tuhan, bisa dan mau mengerti serta menjalankannya. Alkitab yang terlihat sederhana sebenarnya tidak sederhana. Di dalamnya tersimpan rahasia-rahasia sifat ilahi, sifat manusia, kegagalan manusia, kejatuhan ke dalam dosa dan semua pengaruhnya, kehidupan baru di dalam Kristus, dan lainnya. Maka, tidak ada kitab yang seperti Alkitab, meskipun terus kita kupas tidak akan pernah habis.

Jawaban Yesus sepertinya menyimpang dari pertanyaan Nikodemus. Nikodemus begitu mengagumi penyertaan Allah yang Yesus miliki, dengan mujizat yang dilakukan-Nya. Tetapi Yesus sama sekali tidak menyinggung mujizat. Maka antara pernyataan Nikodemus dan jawaban Yesus Kristus adalah dua hal yang berbeda. Hal ini disebabkan karena dunia mereka berbeda, pemikiran berbeda, wawasan berbeda, dasar pembicaraan juga berbeda. Perhatikan pernyataan Yesus, “Jika engkau tidak diperanakkan pula, engkau tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” Hal ini mengindikasikan Nikodemus buta rohani. Betapa malangnya seseorang yang sudah studi begitu banyak, memiliki gelar theologi dan kedudukan agama, tetapi dinyatakan sebagai buta rohani. Ini senada dengan apa yang Tuhan Yesus katakan di kayu salib, “Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Banyak orang sudah melayani, sudah menjadi majelis, tetapi ternyata dia belum tahu apa-apa, bahkan tidak tahu apa yang dia perbuat.

Ada banyak orang yang tidak tahu, tetapi mereka berani mengerjakan pelayanan, bahkan mengerjakannya dengan begitu giat. Akibatnya, semakin giat mereka melakukan, mereka semakin mempermalukan Tuhan dan semakin merusak pekerjaan Tuhan dan merusak orang lain. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Saulus sebelum dipertobatkan menjadi Paulus. Ketika Tuhan menyelamatkan Paulus, Ia membutakan matanya. Di sini kita melihat cara Tuhan berbeda dari kita. Justru kebutaan itulah yang membuat Paulus sadar. Paulus tidak pernah menyadari bahwa dirinya buta rohani, sampai ketika Tuhan membutakan matanya. Kebutaan itu membuat Paulus bisa mengakui bahwa dia sudah melayani Tuhan, tetapi dengan cara menganiaya orang Kristen. Paulus tidak merasa bersalah menganiaya orang Kristen, malah dia merasa dia melakukan hal yang baik dan sedang melayani Tuhan dengan giat. Ini semua terjadi karena dia buta. Apakah kita juga sedang melayani Tuhan di dalam kebutaan?

Tuhan berkata, “Jika engkau tidak dilahirkan kembali, engkau tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” Mendengar hal itu, Nikodemus tidak mengerti. Ia salah persepsi dengan berpikir, “Bagaimana mungkin aku yang sudah setua ini masuk lagi ke rahim ibuku dan diperanakkan pula?” Artinya, ia belum menyadari kebutaannya. Ia tetap saja terpaku pada cara diperanakkan pula. Ini mirip seperti orang yang ketika belajar berkhotbah, yang dipentingkannya adalah cara orasinya bukan isinya. Banyak orang Kristen yang lebih mementingkan bagaimana mendapat berkat, bukan bagaimana taat kepada firman Tuhan. Banyak orang salah dalam penekanan, fokus, tujuan, dan prinsipnya. Inilah dunia kita. Nikodemus sedemikian akademis, mempunyai jabatan tinggi, kaya pengalaman, tetapi tidak dapat menanggapi khotbah Tuhan Yesus dengan benar. Maka, Rasul Yohanes memberikan satu kunci kepada kita untuk mengerti seluruh Injil yang ia tulis, yaitu, “Yang dari atas berbicara perkara di atas; dan yang dari bawah berbicara tentang perkara di bawah.” Ini adalah dua wilayah yang berbeda.

“Diperanakkan pula” merupakan sumber dan aliran hidup yang baru, yang bukan berasal dari Adam. Inilah tema utama di dalam Perjanjian Baru. Tuhan Yesus tidak memiliki waktu banyak dengan Nikodemus untuk menjelaskan semua hal dalam lima belas sesi katekisasi seperti yang biasa gereja lakukan. Allah hanya memberikan kesempatan malam itu untuk Nikodemus dapat bertemu dengan Tuhan Yesus. Maka, kita harus selalu peka dan sadar bahwa kesempatan tidak selalu akan tiba pada kita. Kesempatan hanya tiba satu kali dan kita harus cepat menangkapnya.

Yesus memberikan tiga pernyataan tentang “diperanakkan pula”, yaitu: 1) Kalau tidak diperanakkan pula, engkau tidak dapat melihat Kerajaan Allah; 2) Kalau tidak diperanakkan pula oleh air dan Roh Kudus, engkau tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah; dan 3) Angin bertiup ke mana ia mau, demikian pula orang yang diperanakkan. Kita tidak mendapatkan konfirmasi terbuka apakah pada akhirnya Nikodemus menjadi seorang Kristen. Alkitab tidak mencatat bagaimana ketika Nikodemus meninggalkan Tuhan Yesus malam itu. Alkitab juga tidak mencatat respons Nikodemus berkenaan dengan tantangan Tuhan Yesus malam itu. Nikodemus membutuhkan waktu untuk memutuskan apakah ia mau mengikut Yesus atau tidak. Nikodemus harus mengubah konsep hidupnya, meninggalkan imannya yang semula dan perasaan sudah melayani Tuhan dengan giat.

Tetapi saya percaya, setelah firman yang benar ditanam di hati seseorang, mungkin membutuhkan bertahun-tahun untuk berbuah, tetapi akhirnya akan membawa orang itu untuk bertobat. Jadi, kita tidak boleh terlalu tergesa-gesa memaksa orang menerima Tuhan Yesus. Ketika dalam Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), saya memanggil orang untuk maju ke depan, saya percaya bahwa orang itu sebelumnya sudah mendengar firman. Sudah ada orang-orang lain yang menanam, saya hanya menuainya. Jadi, kita hanyalah salah satu dari sederetan orang yang Tuhan pakai untuk melakukan pekerjaan-Nya. Setelah suatu KKR di sebuah gereja yang berbuah luar biasa, saya diminta untuk memberikan satu dua patah kata. Saya berkata, “Hari ini saya merasa tidak layak untuk berkata-kata, karena sebenarnya kalianlah yang sudah berbulan-bulan terlebih dahulu mempersiapkan KKR ini, dan sudah melakukan jauh lebih banyak dari saya. Jadi, ketika hari ini begitu banyak orang yang menerima Tuhan, itu bukan karena saya hebat, melainkan karena rencana Tuhan menyelamatkan mereka. Allah memakai engkau dan saya untuk mempersiapkan hati mereka dan mempertemukan mereka dengan Yesus, sehingga mereka menyatakan iman di hadapan Allah.”

Kita melihat, sebelum munculnya John Sung, yang membawa kebangunan rohani di delapan belas provinsi di Tiongkok, telah ada dua wanita yang berdoa siang dan malam lebih dari sepuluh tahun untuk kebangunan rohani di Tiongkok. Demikian Yesus mengajar tiga kali kepada Nikodemus, sepertinya tanpa hasil. Tetapi sejarah mencatat bahwa di masa tua, Nikodemus percaya kepada Tuhan Yesus dan dikucilkan dari Sanhedrin. Tidak ada orang Yahudi yang boleh menyapa atau berjabat tangan dengannya. Hidupnya lebih kasihan dari seorang pengemis buta. Sebenarnya, ketika Yesus mati, dia ikut menguburkan Tuhan Yesus, tetapi saat itu ia masih menjadi orang Farisi. Baru puluhan tahun kemudian dia percaya sungguh-sungguh pada perkataan Kristus. Pertemuan malam itu dengan Tuhan Yesus membuat ia susah hati. Sepanjang hidupnya menjadi menderita. Ini berbeda dari ajaran Theologi Sukses hari ini, yang mengajarkan bahwa ikut Tuhan Yesus akan membuat kita nyaman, sukses, enak, makmur, kaya, dan sehat. Ketika tua, Nikodemus harus ikut anak perempuannya menebang kayu dan menjualnya di tepi jalan untuk menyambung hidupnya. Inilah orang Kristen sejati yang mengikut Tuhan, dengan memikul salib sedemikian berat.

Perhatikan, Nikodemus adalah orang yang jujur. Motivasinya mencari Yesus adalah untuk mau mengerti kebenaran. Sekalipun dia sempat salah menanggapi perkataan sorgawi Tuhan Yesus dengan konteks dunia, tetapi dia tetap mau mendengar dengan sabar. Tuhan Yesus di sini lebih banyak aktif dan Nikodemus lebih pasif dan mendengarkan-Nya. Di saat itu, Tuhan Yesus sedang menghancurkan sistem Yahudi yang dia terima sejak kecil.

Satu ketika, seorang wanita mengajak suaminya, seorang profesor dari Tiongkok yang komunis, untuk mengikuti retret di Chicago. Setelah mendengarkan khotbah, suaminya marah. Istrinya bingung dan bertanya apakah khotbah dalam retret itu jelek. Suaminya menjawab, “Bukan, khotbahnya sangat bagus, dan sekarang aku tidak tahu harus bagaimana. Seluruh sistem epistemologi, wawasan dunia, kerangka pikir yang sudah kubentuk puluhan tahun dengan landasan Materialisme Komunisme dari Marx, Dialektika Materialisme dari Hegel, hancur begitu saja.” Empat hari kemudian setelah selesai acara penutupan retret itu, dia berkata kepada saya, “Syukur pada Tuhan. Malam pertama saya marah, tetapi tadi saya sudah menaklukkan diri kepada Kristus.”

Ketika struktur epistemologi seseorang yang berbeda dari Kitab Suci dihancurkan, ia akan resah sekali. Demikian juga Nikodemus. Setelah dia berdialog dengan Tuhan Yesus, dia menggumuli hal itu sampai tua baru bisa percaya kepada Kristus. Berbeda dengan kebanyakan orang yang tidak memiliki struktur epistemologi yang mendalam, dia mudah sekali menerima Tuhan Yesus. Maka, menginjili orang seperti perempuan Samaria, bisa kita lihat langsung hasilnya. Tetapi menginjili orang-orang pemikir seperti Nikodemus tidak bisa langsung terlihat hasilnya. Kita tidak boleh menilai keberhasilan sebuah kebaktian dari hasilnya. Bukan berarti seseorang adalah hamba Tuhan yang besar jika banyak orang menerima Tuhan di dalam kebaktiannya.

Di dalam ayat 5, Tuhan Yesus membicarakan tentang “air” di dalam dua arti: 1) pertobatan; dan 2) pembersihan. Yohanes Pembaptis mengajak orang untuk bertobat terlebih dahulu barulah dibaptis dengan air. Namun, tidak semua noda bisa dibersihkan dengan air. Cat kayu atau cat besi tidak bisa dibersihkan dengan air, melainkan dengan thinner. Demikian juga dosa kita. Air tidak bisa membersihkan dan tidak dapat memberikan hidup yang baru. Maka baptisan air tidak menjamin seseorang memperoleh hidup yang kekal. Bukan seperti ajaran yang menyatakan bahwa asalkan sudah dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus maka ia sudah pasti diperanakkan pula.

Ini jelas dalam kasus Simon si Penyihir, yang sempat dibaptis oleh Filipus di Samaria, tetapi kemudian terlihat bahwa ia belum diperanakkan pula ketika ia bertemu dengan Petrus dan Yohanes. Ia memiliki motivasi ingin memperalat agama untuk kepentingan dirinya. Sebaliknya, ada orang yang tidak sempat dibaptis, tetapi diselamatkan, yaitu perampok yang disalibkan bersama dengan Tuhan Yesus. Jadi, satu-satunya yang menjamin orang diselamatkan adalah jika dia diperanakkan oleh Roh Kudus.

Amin.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/nikodemus-menemui-yesus-bagian-3#hal-1