Nats : Yohanes 3 : 15 – 16 ” Ayat 15 : Supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal. Ayat 16 : Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Prinsip ini memang bertentangan dengan pengertian orang Yahudi: seorang diselamatkan karena perbuatan baiknya – konsep yang sama dengan semua agama: antroposentris; kelakuan manusia yang menjadi penentu seorang diselamatkan atau tidak. Kalau seorang menjalankan syariat yang ada di Taurat, dia diselamatkan. Tapi mengapa Tuhan Yesus menegaskan mereka diselamatkan, karena memandang pada ular tembaga? Karena ular tembaga itu melambangkan diriNya. Hal itu mengindikasikan, orang Yahudi mempelajari Kitab Suci, tapi mereka tidak menemukan hal yang terpenting: injil yang tersimpan di PL, masih beranggapan asal melakukan Taurat pasti selamat. Jadi, betapa kasihannya orang yang membaca Kitab Suci tapi tak menemukan injil.

Maka di penutup dialogNya dengan Nikodemus, Yesus Kristus menyodorkan satu paradigma baru, satu inspirasi baru atau tawaran baru: Sadarkah kau bahwa orang yang dipagut ular berbisa, meski perbuatannya baik; melakukan Taurat tetap akan mati. Hanya mereka yang memandang pada ular tembaga tetap hidup. Orang Israel terus menantikan kedatangan Mesias, mengharapkan Kerajaan Allah terwujud. Karena pikir mereka, saat Mesias datang, semua masalah akan jadi beres. Padahal tidak, Alkitab justru menuntut orang yang mengikut Yesus harus memikul salib, menyangkal diri. Jadi mungkin hidup lebih susah dari non-Kristen. Hanya saja, kita punya Tuhan yang mati dan bangkit bagi kita, yang memberi kita pengharapan hidup kekal.

Jadi, walau hidup kita di dunia mungkin mengalami banyak masalah, Dia memberi kita sejahtera, sentosa, damai…jauh melampaui apa yang dapat dunia berikan. Orang baik membutuhkan Tuhan, sebab setiap orang, betapapun baiknya dia, tak dapat menyelamatkan diri dengan perbuatan baiknya — dia tetap butuh Tuhan Yesus. Maka kata Yesus, sama seperti Musa meninggikan ular tembaga, Anak Manusia juga akan ditingggikan, supaya barangsiapa yang percaya padaNya beroleh hidup kekal. Jadi, bukan jasa, bukan agresif atau pengorbananmu dalam agama yang membuat kau diselamatkan melainkan anugerah Tuhan yang mengirim Kristus menggantikan kita mati diatas kayu salib —satu-satunya jalan keluar.

Saya percaya setiap kalimat yang malam itu Yesus katakan, membuat Nikodemus goncang, karena sama sekali berbeda dengan semua pengertian Epistemologi dan agama yang dia pelajari selama itu. Ayat 16 adalah ayat yang paling terkenal dan paling populer di sejarah dunia. Saya percaya, tak ada orang Kristen yang tak tahu dan tak dapat menghafalnya. Tapi saya ingin anda memperlihatkan satu prinsip: ayat ini muncul setelah dialog Yesus Kristus dengan Nikodemus, tokoh agama yang merasakan ada sesuatu yang kurang di agamanya. Dan rasul Yohanes mendapatkan satu prinsip yang baru tentang hubungan Allah dan manusia.

Mengapa Yesus memakai peristiwa “orang-orang yang diselamatkan dari bisa ular karena percaya dan memandang pada ular tembaga” untuk mengakhiri pembicaraanNya dengan Nikodemus, bukankah Nikodemus adalah wakil dari satu-satunya bangsa yang menerima Taurat; wahyu Allah? Sungguh, semua agama di Timur: Konfusionisme, Daoisme, Budhisme, Hinduisme, Zoroasterisme sampai yang paling Timur: Shintoisme… tak ada yang mengklaim: menerima wahyu dari Tuhan. Karena hanya ada satu bangsa: bangsa Yahudi; Ibrani yang menerima wahyu dari Tuhan. Dimulai dari leluhur mereka Abraham, sampai zaman Yesus Kristus, selama dua ribu tahun itu mereka menerima hak istimewa: menerima kebenaran Tuhan yang sempurna. Di kemudian hari, memang Islam juga mengklaim menerima wahyu dari Tuhan. Karena hanya ada satu bangsa: bangsa Yahudi; Ibrani yang menerima wahyu dari Tuhan. Bedanya: ada puluhan orang Yahudi yang menerima wahyu PL (Perjanjian Lama), ada belasan orang Kristen yang menerima wahyu PB (Perjanjian Baru). Sementara di Islam, hanya satu orang yang menerima wahyu. Karena di Kitab suci terdapat satu dalil: tak boleh menggunakan saksi tunggal. Dalil itu berasal dari Allah dan Allah sendiri juga menjalankannya: PL dan PB ditulis oleh empat puluh orang yang menerima wahyu dariNya. Jadi, kita hanya menerima PL yang Allah berikan pada orang Yahudi, dan PB yang mayoritas Allah berikan pada orang-orang Galilea.

Orang Yahudi mempelajari Taurat yang Tuhan wahyukan pada Musa lewat malaikat, tentang apa yang harus mereka perbuat. Setelah seribu lima ratus tahun, mereka justru jadi congkak, arogan: menganggap diri adalah satu-satunya bangsa yang mengenal Allah, bahkan sudah mempelajari; menghafal; menguasai Taurat, maka perbuatan baik mereka pasti Tuhan perkenan dan selamatkan. Tapi di akhir dialog Yesus Kristus dengan Nikodemus, Dia menyinggung yang terjadi di zaman Musa: banyak orang yang harus mati karena dipagut ular berbisa, tak peduli sebaik apapun kelakuannya. Adakah cara untuk melepaskan mereka dari bisa ular yang mematikan itu? Menuruti perintah Allah yang disampaikan oleh Musa, memandang pada ular tembaga, bukan melakukan Taurat. Inilah satu prinsip yang sudah sama sekali bangsa yahudi lupakan atau abaikan, maka hari itu, Yesus kembali mengangkat: mereka terluput dari maut bukan dengan melakukan Taurat melainkan memandang pada ular tembaga yang ditinggikan.

Yohanes pembaptis juga pernah ditanya oleh pemimpin Yahudi yang mempelajari PL, “apakah kau Mesias?” “Bukan” “Apakah kau Elia?” “Bukan” “Apakah kau nabi itu?” “Bukan” Merekapun marah: “jika demikian, siapakah kau, berani berseru-seru di padang belantara?” Tapi jawabnya dengan tegas: “akulah suara (orang) yang berseru-seru di padang belantara” — nubuat di PL. Tapi mengapa mereka tak menemukannya? Karena mereka sudah punya prisaposisi, saat Mesias datang, semuanya jadi beres. Hari ini banyak orang mengira: asal percaya Tuhan segalanya pasti beres, asal menikah dengan orang Kristen pasti OK. Padahal ada banyak orang kafir yang hidupnya lebih beres. Sayang mereka belum menjadi Kristen. Sementara ada banyak orang Kristen yang hidupnya justru lebih bobrok dari non-Kristen, tak tahu kehendak Tuhan, tak menemukan hal-hal penting di Alkitab.

Maka saya tak ingin jadi hamba Tuhan yang menyeleweng firman Tuhan, mengumbar janji-janji palsu, tapi mengajak kita menggali Kitab Suci, menemukan setiap prinsip, semua hal penting yang sudah orang Kristen lalaikan. Dengan begitu, kita menemukan betapa limpah, indah dan sempurnanya kehendak Allah, jauh lebih tinggi dari sifat manusia yang amat terbatas. Tentu bukan maksud saya mengatakan: orang baik tak membutuhkan Tuhan, sebab setiap orang, betapapun baiknya dia, tak dapat menyelamatkan diri dengan perbuatan baiknya — dia tetap butuh Tuhan Yesus. Maka kata Yesus, sama seperti Musa meninggikan ular tembaga, Anak Manusia juga akan ditingggikan, supaya barangsiapa yang percaya padaNya beroleh hidup kekal. Jadi, bukan jasa, bukan agresif atau pengorbananmu dalam agama yang membuat kau diselamatkan melainkan anugerah Tuhan yang mengirim Kristus menggantikan kita mati diatas kayu salib —satu-satunya jalan keluar.

Saya percaya setiap kalimat yang malam itu Yesus katakan, membuat Nikodemus goncang, karena sama sekali berbeda dengan semua pengertian Epistemologi dan agama yang dia pelajari selama itu. Meski dia adalah guru tapi Yesus memandangnya nothing. Bahkan kataNya: eventhough you are a teacher, you teach the law to the Israel, but you, yourself never understand –sikapNya begitu tegas, berani mengkonfrontir pemimpin agama di zamanNya yang sudah melupakan banyak hal terpenting, terus berkutat dalam hal yang kurang penting.

Memang di dunia ada banyak orang yang ketika menghadapi kematian baru menyadari: selama hidupnya telah mengerjakan banyak hal yang tak berarti. Tapi sudah tak punya kesempatan lagi; sudah harus meninggalkan dunia ini. Bagaimana dengan kita: sudah menunaikan tugas kita, sehingga kita tak masuk ke kekekalan dengan membawa-serta penyesalan? Mari kita mengoreksi diri, biar firman Tuhan mencerahkan hati kita. Saya percaya, kalau saja semua orang Yahudi di zaman itu mendengar dan merenungkan dialog Nikodemus dengan Yesus, tentu banyak dari antara mereka yang akan berubah. Sayang, mereka tak merasa perlu. Mengapa merasa tak perlu? Karena mereka rasa, diri mereka cukup baik dan cukup benar, sehingga mereka mengeritik Yesus, bahkan akhirnya menyalibkanNya, tak mau menyimak ajaran Yesus dengan rendah hati. Dan akibatnya: yang bersalah memvonis yang benar, yang harus dihakimi menghakimi sang Hakim, yang sementara mendakwa yang kekal, yang berdosa menghancurkan Dia, yang datang untuk menanggung dosa manusia. Dunia memang sudah terbalik: yang normal dianggap tidak normal; yang tidak normal dianggap normal. Saat Michael Jackson meninggal dunia, banyak orang menangisi kepergiannya. Bulu kunduk saya berdiri, dia toh hanya seorang yang hidupnya hampa, yang patut dikasihani bukan malah dijadikan idola.

Nikodemus tahu: dia butuh Yesus, bukan Yesus yang butuh dia. Barangsiapa menganggap gereja butuh uangnya, dia tak mungkin jadi orang Kristen yang baik. Barangsiapa memberi persembahan lalu ingin jadi “boss” bagi Yesus, karena dia cukup pintar, berbakat, berpengetahuan, berduit, sanggup menopang kebutuhan gereja, akan ditumbangkan oleh Tuhan. Tapi orang-orang yang punya kekayaan, kepintaran, bakat, pengetahuan, kesempatan…dan masih selalu merasa diri tak layak, dia akan menjadi orang Kristen yang baik. Siapakah Stephen Tong, orang yang sejak usia tiga tahun sudah tak punya ayah, mengapa Tuhan mau memakainya? Semakin kita merasakan anugerah Tuhan, dan tanggungjawab atas hak yang Tuhan beri, semakin menuntut diri melalui hidup yang berarti di mata Tuhan.

Diantara banyak orang Yahudi yang menganggap diri hebat, hanya Nikodemus seorang yang malam itu datang menemui Yesus. Yesus memberi isyarat padanya, bukan dengan melakukan Taurat, melainkan memandang pada ular tembaga yang ditinggikan, lambang dari diriNya yang juga akan ditinggikan. Bukankah ular itu lambang dari setan? Kitab Kejadian menyebut ular adalah binatang yang lebih licik dari semua ciptaan Tuhan. Sebenarnya mengacu pada ular yang didominasi oleh setan. Begitu juga saat Yudas menerima roti yang Yesus berikan padanya, Alkitab mencatat: lalu masuklah setan ke dalam hatinya —dia menjadi Yudas yang dikuasai setan, kehilangan kemurniannya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Maka waspadailah motivasimu, peliharalah kesucianmu, jangan biarkan iblis menabur benih jahat di hatimu.

Ingat : Tuhan tak suka banyak bicara tentang setan. Maka kalau seorang pendeta suka berkhotbah tentang setan, saya meragukan cintanya pada Tuhan. Suatu kali, SAAT (Sekolah Teologi) kedatangan seorang pendeta dari Jerman, yang menguraikan tentang setan kepada ±200 orang , banyak orang kagum, karena jarang ada orang yang membahas hal itu. Saya dan DR. Andrew Gih duduk di baris paling depan. Sampai waktu yang ditetapkan; satu setengah jam, dia minta izin untuk menambah tiga puluh menit, tapi ditolak oleh DR. Gih. Maka selesai acara itu, saya tanyakan pada DR. Gih: “Mengapa kau menolak permohonannya untuk menambah waktu?” “untuk apa membiarkan setan mempropagandakan dirinya dengan gratis lagi. Dia terus menyebut-nyebut nama setan, setan tentu senang. Kadang-kadang, kita memang bodoh sekali : sudah bayar mahal masih harus jadi iklan gratis dari barang-barang bermerek. Waktu kau mengenakan pakaian yang bertuliskan Christian Dior, kau mungkin merasa bangga, karena orang memandangmu sebagai orang kaya, padahal kau sudah dipakai jadi iklan gratis oleh Dior dan tak sadar. Bodoh sekali, bukan? Tuhan menyuruh kita jadi saksinya, mengapa kita bukan bersaksi bagiNya malah banyak berbicara tentang setan.

Tahukah kau istilah “setan” hanya muncul empat kali di PL, itupun untuk memaparkan kejahatannya, bukan memuliakan dia. Bahkan di Kejadian 3, tidak terdapat istilah “setan” melainkan ular. Istilah ular muncul saat Musa melakukan mujizat, juga saat Israel di padang belantara, banyak yang mati karena dipagut ular berbisa. Maka Tuhan memerintahkan Musa meninggikan ular tembaga, supaya orang yang memandang ular tembaga itu tidak mati. Istilah ular juga muncul di Mazmur; lidah orang yang berbohong bagai ular berbisa, akan ditusuk oleh panah. Karena Tuhan tak berkenan kepadanya. Lalu di PB, istilah ular muncul di khotbah Yohanes pembaptis: Hai kamu, keturunan ular beludak. Di Roma 3, kata-kata yang jahat bagai ular yang berbisa, tak diperkenan Tuhan. Lalu di Kisah Para Rasul, setelah kapal yang Paulus tumpangi dihantam gelombang besar dan karam. Mereka menghangatkan diri di depan api unggun, tiba-tiba ada ular berbisa yang keluar menggigit Paulus, dia menghempas ular itu dan dia tidak mati. Terakhir, istilah ular; naga besar muncul di Kitab Wahyu. Banyak kali, istilah “ular” dipakai untuk melambangkan si jahat; iblis, mengapa di bagian ini Yesus mengidentikan diriNya dengan ular tembaga?

Perhatikan, Yesus bukan mengibaratkan diriNya dengan ular berbisa melainkan ular tembaga yang tak berbisa. Ular itu jahat, tapi Yesus adalah sang Kudus yang masuk ke dunia yang najis; Anak Allah yang untuk sementara jadi Anak Manusia, Dia yang tak berdosa rela mengenakan peta teladan orang berdosa (Roma 8:3), akibatnya: 1 Petrus 2:24, Dia menanggung dosa kita diatas tubuhNya; dipaku diatas kayu salib. Behold the lamb of God, Who takes away the sin of the world; Dialah Domba Allah yang membebaskan kita dari bisa ular yang mematikan. Statemen Yesus itu menghantar orang di PL masuk ke PB, menegaskan bahwa Taurat tak dapat menyelamatkan, Aku memberimu paradigma yang baru: diselamatkan dengan memandang pada Kristus.

Mengapa orang yang melakukan Taurat takan dapat diselamatkan? Karena tak ada orang yang sanggup menjalankan Taurat dengan sempurna. Terlebih, perbuatan yang kita anggap baik, tak terhitung apa-apa di mata Tuhan. Yesaya 64 menggambarkannya bagai pakaian yang compang-camping. Bahkan Dia menegaskan, tak ada orang baik, tak ada yang mencari Tuhan, tak ada yang mengerti — satupun tidak! Ayat itu juga dikutip di Roma 3:10-12. Sangat mengejutkan dan sangat berbeda dengan konsep agama: mengajar orang berbuat baik. Karena yang manusia pikirkan adalah jahat, dia mengarah ke kebinasaan. Itu sebab, kita tak dapat diselamatkan dengan menjalankan Taurat. Kecuali memandang pada Kristus.

Setelah Yesus mengakhiri dialogNya, kapan Nikodemus meninggalkan Yesus… tak tertulis. Malam itu, dia datang dengan sungguh-sungguh rendah hati, mengakui Yesus memiliki sesuatu yang tidak dia dan orang-orang Farisi lain miliki: disertai Tuhan, punya kuasa Ilahi untuk menyembuhkan orang sakit, melakukan mujizat… tapi setelah mendengar Yesus berkata: “dengan sesungguh-sungguhnya Aku berkata padamu, jika seorang tak diperanakan pula, dia tak akan melihat Kerajaan Allah”. “Jika seorang tidak diperanakan pula oleh air dan Roh Kudus, dia tak akan masuk ke Kerajaan Allah. Angin bertiup sesuai dengan kemauannya…, demikian juga orang yang diperanakan pula…” dia jadi bingung: “bagaimana mungkin hal itu terjadi?” dia malah ditegur: “kau adalah guru orang Israel, dan kau tak tahu hal ini?” “Jika Aku berbicara tentang hal duniawi saja, kau tak percaya. Apa jadinya kalau Aku berbicara akan hal sorgawi, mana mungkin kau percaya?” Lalu Dia menyinggung dua hal: Tak ada orang yang pernah naik ke sorga dan tetap berada di sorga. Nikodemus lebih bingung, karena di Kitab Suci tertulis, Henokh, Elia pernah naik sorga. Dan ternyata, Henokh dan Elia bukan ke sorga yang mahatinggi; in the highest; dimana Yesus berada; tingkat tiga. Mereka hanya sampai di tingkat dua. Tapi Nikodemus tak mendebat atau menghina Yesus, menyatakan dia memang berbeda dengan orang-orang Farisi yang menganggap diri hebat. Selesai dialog, Alkitab memang tak memberikan kesimpulan, apakah Nikodemus bertobat, menerima Yesus. Tapi paling tidak, malam itu, dia sudah mendengar statemen-statemen yang tak mungkin dia dengar dari orang lain, yang merangsang pikirannya, meski tak segera mengambil keputusan. Tapi kita sudah membahasnya, waktu dia tua, dia percaya Yesus, dan karenanya dia dikucilkan dari masyarakat, dikeluarkan dari Sanhedrin, lembaga agama yang bergengsi, hidup miskin sekali, menyambung hidup dengan menebang kayu dan menjual kayu bakar.

Delapan belas tahun lalu, ada tiga orang Profesor dari Beijing University yang hadir di kebaktian saya di Wisconsin. Hari itu, saya menjawab banyak pertanyaan dari para mahasiswa yang berlatar-belakang Ateisme, Komunisme, Evolusionisme, Materialisme. Selesai kebaktian, salah seorang mengatakan pada saya: “Saya ingin jadi orang Kristen, tapi masih ada masalah tentang teori Evolusi”. Saya memperkenalkan buku-buku yang dapat dia pakai untuk meneliti lebih jauh. Dan saya katakan padanya, sebagai Profesor, tentu kau tahu akan dalil atropi, semakin merosot bukan semakin maju. Sementara Evolusi mengajar kita, semuanya jadi semakin baik, binatang mengalami evolusi. Lalu katanya: “Pak Stephen Tong, jika kami betul-betul menemukan bahwa Kristus adalah kebenaran, Kitab Suci adalah ajaran yang dapat kita andalkan, kami pasti jadi orang Kristen” “karena kau adalah Profesor di Universitas terpenting di Tiongkok, apa jadinya kalau mereka menganiayamu karena kau percaya Yesus?” Jawabannya sangat mengejutkan: “Kalau saya tahu Alkitab adalah kebenaran, dianiaya seberat apapun, saya akan tetap setia pada kebenaran.” Maka mendoakan dia, agar Tuhan memberkati dia jadi orang Kristen dan memberi pengaruh pada mahasiswa yang dia didik.

Jadi, seorang intelektual yang punya pengetahuan, kedudukan tinggi, dihormati dan dikenal di masyarakat, memang sulit untuk mengambil keputusan. Orang yang mendengar khotbah saya, juga tak banyak yang mengambil keputusan. Tapi setelah mereka jadi orang Kristen, setia luar biasa. Sementara kebaktian yang tingkatnya lebih rendah, persentasae yang mengambil keputusan lebih banyak. Misalnya KKR Remaja, khususnya anak-anak, bisa-bisa 95% anak maju ke depan. Apakah itu pertanda Tuhan bekerja secara besar-besaran? Belum tentu. Sebab ada anak yang setiap kali ikut KKR pasti angkat tangan. Hal seperti ini terjadi, hanya memberi semangat bagi pemberita injil, agar mereka tak minder, merasa dirinya tak berkuasa. Padahal faktanya, orang yang sulit mengambil keputusan percaya Yesus, kelak jadi orang Kristen yang baik. Setiap kali kita memanggil orang jadi hamba Tuhan, orang yang segera mengangkat tangan selalu tak berbobot. Tetapi orang yang setelah lama menggumuli baru angkat tangan, kelak akan jadi hamba Tuhan yang baik. Bukan maksud saya mengatakan, saat panggilan nanti, kau sengaja menunda-nunda waktu, supaya terlihat berbobot.

Yohanes 3 berbeda dengan Yohanes 4: di Yohanes 3, Nikodemus datang mencari Yesus, di Yohanes 4 Yesus mendatangi pelacur itu. Di Yoh.3, orang yang berdialog dengan Yesus adalah pria, tapi di Yoh.4 adalah wanita. Yang di Yoh.3 adalah orang terpelajar, pemimpin agama, tapi yang di Yoh.4 adalah orang biasa, pelanggar agama. Yang di Yoh.3 adalah orang Israel, yang di Yoh.4 adalah orang Samaria. Dua penginjilan pribadi yang Yesus lakukan, prinsip dan sifatnya bertolak-belakang satu dengan yang lain, tapi Yesus melakukan keduanya: menginjili kaum intelektual juga kalangan grass root.

Kata Paulus, aku berhutang injil pada orang Yahudi dan orang Yunani, orang terpelajar juga orang barbar. Apa artinya? Paulus melayani semua lapisan masyarakat, karena dia merasa berhutang injil pada setiap orang, semua bangsa, semua lapisan masyarakat. Saya sering berkhotbah di Universitas, tapi juga sering melayani sopir taksi, orang miskin. Apakah anda suka melayani Tuhan, suka mengabarkan injil? Permisi tanya, kau memilih untuk melayani lapisan masyarakat yang mana? Kalau kau hanya melayani sekelompok orang, itu bukan semangat Kristen. Yesus menginjili Nikodemus yang berkedudukan tinggi, juga melayani perempuan Samaria yang status sosialnya rendah. Yesus berani menegur Herodes (Raja), berani menjamah orang yang berpenyakit kusta, melayani pemimpin agama orang Yahudi, juga duduk di tepi perigi, menginjili perempuan Samaria. Dia memanggil orang yang sudah menikah; sudah punya mertua, seperti Petrus, juga memanggil orang muda seperti Yohanes.. Itu tandanya: Dia melayani seluruh umat manusia, jadi teladan kita.

Saya percaya Yoh. 3: 16, ayat yang dapat kita hafal itu bukan statemen yang Yesus ucapkan, melainkan tulisan rasul Yohanes untuk memperkenalkan dan menyimpulkan dialog Yesus dengan Nikodemus: for God so love the world, He gave His only begotten Son, so that everyone believe in Him should not perish, but obtain the eternal life. Bahasa asli untuk isi dunia: cosmos, punya tujuh arti: seluruh alam semesta, seluruh bumi, seluruh umat manusia…., terjemahan bahasa Mandarin yang paling jelas: for God love the whole human race bukan mencintai bumi; dunia melainkan mencintai manusia yang ada di seluruh muka bumi, sehingga memberikan AnakNya yang tunggal itu, supaya barang siapa yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

Pengkhotbah : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber :  Ringkasan Khotbah 1048 Tanggal 11 Oktober 2009