“Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?”  Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”  (Matius 27:46)

Firman Allah yang menjadi daging, berfirman pada waktu Ia menderita di atas kayu salib. Jam Sembilan pagi. Kristus dipaku di atas kayu salib, dan pada tiga jam berikutnya Ia terpanggang oleh teriknya sinar matahari. Keringat mengalir masuk ke dalam lubang-lubang paku dan luka-luka Yesus Kristus. Keringat-Nya bercampur dengan darah. Kesakitan yang diderita-Nya tidak bisa di tahan oleh orang biasa, tetapi Kristus tetap tenang. Setelah tiga jam berada di bawah teriknya matahari, maka terjadilah satu hal yang ajaib, satu tanda yang besar yang dinyatakan dari langit. Satu kegelapan yang besar menudungi daerah itu.

Orang-orang yang mencaci maki di bawah salib mulai menjadi capai, orang-orang yang melontarkan penghinaan kepada Yesus Kristus mulai menjadi reda, suara-suara sungut dan kutukan dari perampok dan orang-orang yang mencaci maki mereka sudah menjadi lelah. Keadaan mulai menjadi sunyi, siapakah yang tahan terus menerus memaki orang selama berjam-jam? Mereka yang hanya sekedar menonton apa yang terjadi tidak menjadi heran akan kejadian tersebut. Mereka tidak tahu bahwa apa yang terjadi di Golgota saat itu merupakan satu peristiwa yang mempunyai makna sepanjang zaman. Orang-orang itu pulang setelah melihat bahwa tidak ada lagi hal-hal yang merangsang rasa ingin tahu mereka. Beratus-ratus bahkan beribu-ribu orang sudah turun dari Golgota. Mereka mulai pulang, lebih-lebih lagi karena kegelapan yang menudungi seluruh daerah itu. Kini terjadilah kesepian dan sunyi yang luar biasa di Golgota.

Apakah arti dari kegelapan yang besar yang menudungi bumi ini? Bukankah orang Yahudi pernah bertanya kepada Yesus Kristus tentang asal dari kuasa tang dinyatakan-Nya? (Matius 21:23). Yesus Kristus menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan pula, bukan dengan jawaban. Kristus balik bertanya kepada mereka, “Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?”  Lalu para tua-tua Yahudi tidak bisa menjawab, lalu mencari sesuatu untuk menuduh dan menjatuhkan hukuman mati agar membasmi Dia dari muka bumi. Di antara apa yang dikatakan mereka kepada Yesus adalah satu permintaan untuk menunjukkan tanda dari sorga (Matius 16:1). Tetapi saat itu Yesus Kristus tidak menjawab mereka dan tidak memperlihatkan tanda kepada mereka sampai pada waktu Ia dipaku di atas kayu salib.

Di atas kayu salib itulah, tanda ajaib yang diminta oleh orang Yahudi diberikan kepada mereka. Tanda ajaib itu bukanlah tanda yang menggirangkan, menggairahkan, memuaskan, memberikan pengharapan baru kepada mereka, melainkan satu tanda ajaib yang mengagetkan mereka. Kegelapan yang begitu besar telah menutupi seluruh daerah, sehingga orang tidak bisa menerobos ataupun mengusir kegelapan itu dari atas kepala mereka. Jikalau Yesus adalah orang biasa, maka waktu Dia dipaku sebagai seorang berdosa bahkan dipersamakan dengan perampok, bukan saja manusia akan senang karena keadilan Allah dinyatakan bahkan langit akan senang bukan? Tetapi kali ini terbalik. Matahari menjadi malu dan tidak berani melihat ini; seluruh angkasa  menyatakan keajaiban. Alam semesta yang dicipta oleh Allah, mendadak memberikan satu pernyataan bahwa mereka tidak setuju akan hal yang amat tidak berperikemanusiaan yang terjadi di tanah yang menjadi pusat agama pada waktu itu.

Yang menuduh Kristus bukanlah orang kafir. Niat untuk menyalibkan dan membunuh Yesus Kristus bukan timbul dari pikiran orang yang tidak mengenal Allah. Justru ini adalah satu rencana pengkhianatan dari bangsa yang menamakan diri “kaum pilihan Allah”.  Kristus dipaku, dihukum, dibunuh oleh orang-orang yang menamakan diri sebagai orang yang katanya beribadat kepada Allah, memiliki hukum Taurat, mencintai Allah dan mempunyai agama yang langsung diwahyukan oleh Tuhan. Apakah arti menjadi orang Kristen? Apakah arti menamakan diri sebagai orang yang mengenal Allah? Apakah perbedaan antara kita sebagai orang Kristen dengan orang lain yang atheis, kafir dan mereka yang tidak mengenal Yesus Kristus?

Kita dapat melihat segala kerusakan hati manusia yang dinyatakan secara total pada waktu Yesus Kristus dipaku di atas kayu salib. Salib Kristus adalah tempat di mana segala oknum harus menyatakan reaksi mereka. Setan menyatakan kejahatannya, manusia menyatakan dosa-dosa yang dilontarkan kepada Kristus di atas Golgota, dan Allah menyatakan keadilan-Nya ke atas Yesus Kristus; kedua perampok menyatakan reaksi mereka kepada Yesus Kristus; orang-orang di tengah jalan menyatakan kelalaian dan ketidak-pedulian mereka kepada salib Yesus Kristus. Salib Kristus adalah satu-satunya tempat di mana semua orang harus menyatakan reaksi mereka kepada Tuhan Juruselamat kita. Dengan demikian, apa yang telah dikatakan Simeon pada waktu Yesus Kristus di sunat pada hari ke delapan sudah digenapkan.

Kegelapan yang terjadi pada waktu penyaliban bukanlah kegelapan biasa, bukan pula awan tebal, juga bukan gerhana matahari karena gerhana matahari tidak mengakibatkan kegelapan sampai tiga jam lamanya, lagipula hari Paskah orang Yahudi adalah persis pada waktu bulan purnama, dan gerhana matahari tidak terjadi pada waktu bulan purnama. Jadi kegelapan tersebut adalah kegelapan yang luar biasa. Itu terjadi mulai jam dua belas siang, waktu di mana matahari bersinar paling terik dan paling besar sinarnya. Waktu matahari bersinar paling terang, waktu itu juga terjadi kegelapan paling gelap. Kuasa Allah luar biasa. Anak dari Allah yang mengadakan terang dari sejak dunia diciptakan, mengalami kegelapan yang terbesar.

Beberapa hal yang perlu kita perhatikan tentang Kristus:

  • Pada waktu Kristus dilahirkan, ada gembala-gembala yang melihat cahaya yang besar di tengah malam yang gelap.
  • Yesus Kristus pernah menyatakan terang yang jauh lebih besar dari cahaya matahari pada waktu Paulus ada di tengah perjalanan menuju Damsyik untuk menganiaya orang Kristen.

Bukankah Kristus dapat kita ibaratkan sebagai matahari kebenaran, kekekalan, keadilan dan mempunyai terang yang lebih besar dari matahari yang kita kenal dalam alam semesta? Tetapi janganlah kita lupakan bahwa ketika Kristus menanggung dosa Anda dan saya, Ia mengalami kegelapan yang paling gelap, dan kegelapan itu itu terjadi pada jam dua belas, waktu di mana seharusnya matahari bersinar paling terik. Inilah suatu paradoks yang tidak habis-habisnya kita pikirkan seumur hidup. Kristus adalah Tuhan Pemberi hidup, tetapi Dia menerima kematian di paku di atas kayu salib. Kristus adalah Pelepas bagi seluruh umat manusia, tetapi Dia diikat dan terbelenggu di atas kayu salib. Dia adalah Pemberi berkat bagi seluruh zaman dan semua bangsa, tetapi Dia sendiri menerima kutukan dan ejekan di atas kayu salib. Dia adalah terang, tetapi Dia menerima kegelapan paling besar di kayu salib.

Sesudah tiga jam kegelapan itu terjadi, barulah orang-orang menyadari bahwa matahari tidak bersinar (Lukas 23:44-45). Orang-orang yang memaku dan menjatuhkan hukuman dengan semena-mena menjadi takut dan gentar. Pilatus tidak bisa menjelaskan mengapa matahari tidak bersinar. Pemimpin-pemimpin agama dan orang-orang Yahudi menjadi terkejut dan terdiam. Tidak ada suara di Golgota. Di tengah-tengah kegelapan mereka menjadi sunyi. Dalam kegelapan ini, Yesus Kristus tidak mengucapkan satu kalimat pun. Jadi suara apakah yang mengisi kesunyian pada waktu kegelapan itu? Keluhan dan kesusahan dari perampok-perampok di atas kayui salib yang tidak bisa tahan kesakitan.

Setelah tiga jam lewat, Kristus mengucapkan kalimat ke empat di atas salib. Apakah setelah disalibkan selama enam jam, manusia masih mempunyai kekuatan yang besar? Apakah setelah mengalirkan darah begitu banyak, manusia masih bisa meneriakkan suara yang keras? Tidak mungkin. Ini satu hal yang tidak logis. Sesudah enam jam mengalirkan darah terus menerus, menurut ilmu kedokteran, orang tersebut pasti menjadi lemah sekali dan tidak memiliki kekuatan apapun untuk mengucapkan sesuatu. Jika kita terluka dan luka itu terus mengalirkan darah tanpa henti, bukankah satu dua menit kemudian hati kita sudah mulai gelisah? Bagaimanakah jika itu terjadi selama enam jam? Darah dalam tubuh orang dewasa ada kira-kira lima liter. Lima liter darah yang keluar dari luka-luka yang besar, akan habis dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tetapi dalam keadaan demikian, Yesus Kristus berteriak dengan suara yang keras! Suara yang timbul dari satu kekuatan yang bukan ditimbulkan oleh manusia biasa yang hendak mati, tetapi kekuatan yang membuktikan bahwa Kristus tidak lemah. Kristus berteriak: “Eli, Eli, lama sabakhtani!” artinya: “Allah-Ku, Allah-Ku, apakah sebabnya Engkau meninggalkan Aku?”

Suara itu bukan saja menggentarkan hati manusia yang ada di bukit Golgota, tapi suara yang begitu keras menggema di awan-awan dan seluruh alam semesta. My God, My God, why hast Thou forsaken Me? Kalimat ke empat ini begitu menggentarkan dan saya sendiri merasa tidak layak mengkhotbahkan kalimat ini. Perkataan Kristus ini adalah yang paling sulit dimengerti. Martin Luther pernah memikirkan ayat ini selama berjam-jam dan akhirnya dia berdiri sambil memukul dadanya dan berkata: “Siapakah dapat mengerti bahwa Allah meninggalkan  Allah?”  Allah-Nya Allah, hanya ditulis dalam Ibrani 1:8-9. Kristus adalah Allah Anak, Oknum, Kedua Tritunggal yang diutus oleh Allah Bapa, Oknum Pertama Tritunggal. Allah Oknum Kedua adalah Allah yang mencintai kebenaran, mencintai keadilan dan membenci segala dosa dan kefasikan. Allah Oknum Pertama mengurapi Dia dengan minyak sorgawi, minyak sukacita. Tapi kini di atas salib, Allah-Nya Allah mengurapi Allah dengan tudungan kegelapan yang agung. Kini Allah berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Beberapa jam sebelum penyaliban, Kristus mengatakan satu kalimat kepada murid-murid-Nya bahwa mereka akan meninggalkan Dia, tapi Dia tidak akan menjadi takut karena Bapa-Nya beserta dengan Dia (Yohanes 16:32). Yesus berdoa di taman Getsemani kepada Bapa-Nya meminta agar cawan perpisahan disingkirkan tetapi bukan menurut kehendak Dia melainkan menurut kehendak Bapa. Tidak ada doa yang lebih memuncakkan ketaatan dari doa Yesus di taman Getsemani. Dia mengetahui apa yang akan terjadi pada diri-Nya. Pada waktu itu Kristus memilih tiga orang murid yang rohaninya paling baik dan paling dekat dengan Dia. Kristus mengharapkan agar mereka berjaga-jaga dan berdoa, tetapi ketiga orang ini tertidur. Kristus berdoa tiga kali dengan kalimat yang sama: “Ya Bapa, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Matius 26:39). Berapa besar pergumulan yang dihadapi Kristus saat itu tidak mungkin kita mengerti, tetapi yang kita kita tahu adalah bahwa Kristus menyatakan ketaatan yang luar biasa, ketaatan yang tuntas kepada Allah. Bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mu yang jadi.

Apakah di antara Oknum Tritunggal ada kehendak yang saling berlawanan? Apakah kehendak Allah Bapa berbeda dengan kehendak Allah Anak? Tidak. Di dalam waktu, di mana Kristus menjadi manusia yang bersalut daging dan darah, Dia mempunyai kebebasan untuk tidak taat kepada Allah. Tetapi di dalam kemungkinan ini, Kristus tetap rela dan taat menyerahkan kehendak-Nya kepada kehendak Bapa. Apakah arti dari doa Yesus di Getsemani? Apakah Yesus takut mati? Tidak. Jika Yesus takut mati, Ia tidak akan berinkarnasi datang ke dalam dunia. Di dalam menyelamatkan manusia, perlu tiba satu saat yang paling sulit bagi Yesus Kristus, saat itu ialah di waktu Dia berteriak, “Allah-Ku, Allah-Ku, apakah sebabnya Engkau meninggalkan Aku?”

Di taman Getsemani, Kritus pernah menegur Petrus yang menghunus pedang memotong telinga Malkhus demikian: “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. Atau kau sangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?”  Waktu Yesus Kristus mengalami kesulitan yang terbesar, malaikat-malaikat suci yang bersembah sujud kepada-Nya ikut melihat dengan teliti. Malaikat-malaikat ingin mengetahui segala sesuatu yang terjadi, karena Raja Sorga yang rela turun ke dalam dunia dan begitu sengsara adalah hal yang di luar dugaan dan kemampuan pikiran manusia (1 Petrus 1:12).

Malaikat-malaikat menyaksikan kelahiran Kristus, melayani Dia setelah dicobai di padang gurun, menjaga kubur Yesus, bersaksi atas kebangkitan-Nya, memberitahukan tentang kedatangan Kristus pada saat kenaikan-Nya dan kelak akan ikut datang ke dunia pada waktu kedatangan Kristus yang kedua kali. Iblis adalah malaikat jahat yang sudah jatuh. Dalam setiap langkah Kristus, baik sejak kelahiran sampai kenaikan Kristus ke Golgota, iblis berminat untuk menjatuhkan Kristus, membunuh Kristus, meremukkan Kristus. Tetapi malaikat yang baik, yang suci atau istilah khususnya malaikat yang terpilih, memperhatikan setiap langkah dan peristiwa teragung dalam sejarah dalam diri Yesus Kristus. Kalau Kristus mau meminta pertolongan pada malaikat, maka batalion-batalion malaikat akan turun dan Golgota akan menjadi tempat mayat-mayat bergelimpangan. Tetapi Yesus mempertahankan bibir mulut-Nya, Ia tidak mau memanggil malaikat.

Di Golgota, malaikat-malaikat tidak kelihatan, suara Allah tidak terdengar, kegelapan meraja-lela. Di dalam kehidupan kita mengikut Kristus, kadang-kadang Allah mengizinkan satu kegelapan yang besar di mana saat itu seolah-olah kita tidak bisa tahan. Kita mungkin berteriak: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” dan kita dapat sedikit mengerti akan perkataan Yesus. Tetapi tidak mungkin ada satu orang pun yang akan menyelami bahkan sampai kekekalan pun tidak mungkin pernah ada orang yang boleh mengerti tuntas akan perkataan Kristus yang keempat ini. Apakah sebabnya? Karena yang mengatakan kalimat ini bukanlah manusia yang berdosa. Jika Allah meninggalkan kita, maka memang kita orang yang berdosa. Tetapi mengapa Kristus ditinggalkan Allah padahal Dia tidak pernah berdosa?

Pada waktu Kristus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, sorga terbuka dan Allah bapa berkata, “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Matius 3:16-17). Demikian pula pada peristiwa lain di bukit Hermon di mana Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes bersama untuk berdoa, dan pada saat itu Yesus berbicara dengan Musa dan Elia. Pada waktu Petrus mengutarakan pendapatnya untuk membangun tiga buah kemah bagi kedua nabi Allah dan bagi Kristus sendiri, turunlah awan yang terang dan suara Allah Bapa dari sorga mengkonfirmasi sekali lagi akan kasih-Nya kepada Kristus Anak-Nya dengan perkataan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (Matius 17).

Saat-saat seperti itu adalah saat Kristus paling membutuhkan kesaksian Allah dan Allah Bapa tidak pernah meninggalkan Dia. Tetapi jika kedua peristiwa ini dibandingkan dengan keperluan pada waktu Kristus disalib, bukankah saat itu adalah momen di mana Kristus paling perlu mendapat kesaksian dari Allah Bapa? Waktu Yesus Kristus berbicara dengan orang-orang yang agung seperti Elia dan Musa, maka manusia yang mengikut Dia mulai tidak memperhatikan Kristus. Dan Kristus memerlukan kesaksian atas keunikan diri-Nya pada saat itu juga dari Allah Bapa. Dan pada kedua peristiwa tersebut, Allah memberikan kesaksian-Nya atas Anak-Nya. Tetapi kedua peristiwa itu tidak bisa dibandingkan dengan kebutuhan paling mendadak dan mendesak, yaitu pada waktu Kristus disalibkan. Tetapi pada saat paling perlu, Kristus mengatakan: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Apakah sebabnya Yesus Kristus tidak berteriak: “Yudas, Yudas, mengapa engkau menjual Aku?”  Mengapakah Yesus tidak berteriak “Petrus, Petrus, mengapa engkau tiga kali menyangkal Aku?”  Mengapa Tuhan tidak berteriak, “Murid-murid-Ku, mengapa engkau meninggalkan Aku?”  Mengapa Dia tidak berteriak: “Aku ini bukan orang berdosa, mengapa engkau memaku Aku?”  Mengapa Tuhan tidak berkata: “Pilatus, Pilatus, apakah sebabnya engkau menjatuhkan hukuman kepadaKu?

Tuhan tidak memanggil nama Yudas, Petrus, Pilatus ataupun murid-murid-Nya yang lain, tetapi Tuhan tetap mengingat bahwa satu relasi yang penting bukanlah relasi yang bersifat horizontal. Relasi yang penting bagi Tuhan Yesus bukanlah soal manusia yang bisa menjual Dia. Yesus Kristus dipaku di atas kayu salib bukanlah karena kesuksesan Yudas yang bisa menjual Dia. Yesus disalib bukan karena Pilatus yang berkuasa menjatuhkan hukuman kepada-Nya, tetapi Yesus Kristus disalib karena satu sebab yaitu karena Allah sudah menetapkan untuk meremukkan Dia sebagai korban penebus dosa kita (Yesaya 53:10).

Kira-kira seribu tahun sebelum Yesus disalibkan, Daud menuliskan mazmur nomor 22 dan didalamnya sudah ada perkataan: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?”  Apakah teriakan Tuhan ini dihafal-Nya dari Mazmur 22:2?  Jikalau Kristus harus menghafal ayat untuk mengisi kekosongan waktu dan berteriak-teriak, maka hal itu tidak mempunyai arti apa-apa. Memang perkataan Daud sama kalimatnya, sama artinya, sama hurufnya dan pernah diucapkan oleh Daud. Apakah Kristus mengutip Daud atau sebaliknya, Daud digerakkan oleh Roh Kudus untuk menuliskan perkataan ini? Bukan Kristus yang mengutip Daud, tetapi Daud digerakkan oleh Kristus untuk menuliskan penderitaan dan sengsara yang belum pernah diketahui sebelumnya dan akan dialami oleh Kristus.

Roh Kristus adalah Roh yang kekal yang sudah bekerja sebelum Dia inkarnasi, untuk menggerakkan nabi-nabi sebelum Dia melihat dengan jelas melalui kuasa Roh Kudus. Nabi-nabi sebelum Kristus melihat dan menubuatkan tentang Kristus. Itulah sebabnya dalam Perjanjian Lama kita melihat nubuat bahwa Kristus akan dijual dengan tiga puluh keping perak (Zakaria 11:12), dilahirkan di Betlehem (Mikha 5:1), mati di tengah-tengah orang berdosa, dikuburkan di dalam kuburan orang kaya (terj. King James Version dari Yesaya 53:9). Semua yang dituliskan dalam Perjanjian Lama harus digenapkan hanya oleh Kristus satu orang, khususnya nubuat-nubuat mengenai Mesias. Ini tidak lain karena Roh Kudus sudah bekerja sebelumnya mnenginspirasikan firman Tuhan kepada manusia.

Jika kalimat yang pertama di atas salib Kristus menyebut Bapa dan kalimat terakhir juga menyebut Bapa, mengapa pada waktu kalimat yang di tengah ini tidak menyebut Bapa melainkan Allah? Mengapa Kristus tidak berteriak: “Bapa-Ku, Bapa-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”  Tertapi mengapa Kristus berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”  Bukankah ini satu hal yang menarik bagi kita? Kristus pernah mengatakan, “Aku dan Bapa-Ku adalah satu.” (Yohanes 10:30) dan “Aku tidak seorang diri, sebab Bapa menyertai Aku.” (Yohanes 16:32).

Perkataan Kristus keempat menunjukkan perbedaan status. Sekarang, Kristus berdiri sebagai orang berdosa. Yesus Kristus berdiri sebagai orang berdosa menggantikan Anda dan saya. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Korintus 5:21).

Sampai selama-lamanya kita tidak mungkin mengerti bagaimana Kristus yang tidak berdosa menjadi berdosa. Kita hanya bisa mengerti bahwa kita yang berdosa dianggap menjadi tidak berdosa melalui pembenaran oleh Kristus karena Dia mati bagi kita. Kita bisa mengerti dan tahu bahwa diri kita disucikan dan dikuduskan di hadapan Tuhan karena karya Kristus. Tetapi bagaimanakah kita bisa mengerti akan Kristus yang tidak berdosa dibuat menjadi berdosa? Bagaimanakah kita mengerti bahwa Dia yang benar, menjadi tidak benar karena kita? (1 Petrus 3:18). Namun, walaupun hal itu tidak dapat kita mengerti, Alkitab mengajarkan bahwa hal itu harus kita terima dengan iman.

  1. Kristus berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku….”  Dia berteriak dengan status sebagai orang berdosa, bukan status sebagai Anak Allah meskipun pada waktu itu Dia adalah Anak Allah yang kekal juga. Cerintus, yang merupakan bidat abad pertama yang menjadi lawan dari rasul Yohanes mengajarkan bahwa dengan teriakan tersebut berarti Kristus sedang meninggalkan Yesus. Jadi teorinya, pada waktu Yesus dibaptiskan Yohanes Pembaptis, Kristus menaungi Yesus dan pada waktu disalibkan, Kristus meninggalkan Yesus. Pikiran semacam demikian sudah meracuni saksi-saksi Yehova. Padahal, arti teriakan Kristus bukan demikian. Teriakan Kristus inipun bukan merupakan perkataan Kristus sebagai Oknum Kedua kepada Bapa sebagai Oknum Pertama Allah Tritunggal yang kekal, tetapi teriakan Kristus dengan status sebagai Oknum penanggung seluruh dosa manusia termasuk Anda dan saya.
  2. Kristus berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku…”  Kristus tetap memegang satu relasi vertikal yang tidak tergoncangkan. Tetapi bagaimana Allah meremukkan Dia padahal Allah adalah Allah-Nya? Jika kita renungkan, perkataan keempat ini berbeda saekali dengan keadaan jika kita tidak dimengerti oleh orang lain. Bagaimana Allah memberikan hukuman pada-Nya, padahal Allah itu adalah Allah Yesus Kristus? Di dalam kekekalan, kita yang sudah ditebus-Nya tidak akan pernah ditinggalkan oleh Kristus karena Kristus tidak ditinggalkan Allah dan Kristus adalah Allah.

Pada saat kelahiran-Nya, ada terang yang besar di tengah kegelapan; tetapi pada saat mati-Nya, ada kegelapan yang besar di tengah matahari yang bersinar terang. Di sini kita melihat adanya kontradiksi. Di tengah-tengah kegelapan, Dia menerima terang; di tengah-tengah terang, Dia menerima kegelapan. Kelahiran Kristus ajaib, kematian Kristus ajaib. Siapakah Yesus? Waktu lahir-Nya, Kristus membawa terang kepada dunia yang gelap, tetapi waktu mati-Nya Kristus yang adalah terang dunia, ditimpa oleh gelapnya dosa dunia. Dunia menimpakan dosa kepada diri-Nya dan Dia dikucilkan oleh Allah, tetapi Yesus Kristus menerimanya. Jikalau Yesus tidak rela menanggung dosa Anda dan saya, maka tidak ada seorang pun yang boleh menimpakan dosanya di atas diri Yesus. Jikalau Yesus tidak rela mentaati kehendak Allah, tidak ada seorang pun yang dapat memaksa Dia menjalankan kehendak Allah. Jikalau Yesus tidak dengan inisiatif menyerahkan nyawa-Nya, tidak ada seorang pun dapat merebut  akan hidup-Nya. Semua ini adalah karena ketaatan dan kerelaan-Nya. Dia taat sampai mati di kayu salib.

Sekarang tibalah saat yang paling pekat, paling sedih, saat di mana Kristus harus mengatakan: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”  Untuk mencari kita domba yang tersesat, maka Kristus datang ke dunia menjadi Gembala kita. Untuk mencari kita yang jauh dari Tuhan, akhirnya Kristus harus menjauhkan diri dari Tuhan. Untuk mencari kita yang berdosa, maka Kristus dijadikan berdosa karena kita. Untuk menjadikan kita anak-anak Allah, maka Anak Allah harus turun dan menjadi Anak Manusia. Supaya kita boleh mendapat hidup di sorga, maka Dia harus turun ke dunia. Supaya kita boleh mendapat hidup yang kekal, Dia harus mati bagi kita. Pada waktu Dia berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”, Kristus telah memberitahukan kepada kita bahwa perjalanan-Nya dari sorga mencari orang berdosa, telah sampai pada satu titik kebahayaan dan kesulitan serta kedalaman yang tidak akan bisa dicapai oleh manusia.

Selama sepanjang sejarah gereja, orang-orang suci dianiaya dan mati sebagai martir karena memegang iman yang teguh kepada Yesus Kristus. Mereka tetap berpegang teguh akan janji Kristus dan menerima penyertaan Tuhan Allah. Tapi kematian Kristus berlawanan dengan kematian orang-orang kudus. Kristus adalah satu-satunya manusia yang pada waktu mati, tidak mendapatkan penyertaan atau pun pertolongan dari Tuhan Allah. Allah menutup muka-Nya terhadap Kristus. Allah adalah Allah yang adil, sehingga pada waktu Kristus mengangkut dosa manusia, Dia tidak menerima penyertaan dari Allah Bapa. Di sini kita melihat satu hal yang begitu paradoks, tapi juga merupakan satu fakta nyata. Kristus yang tidak lagi menerima kasih Allah, menjadi Pemberi kasih. Itu sebab Kitab Suci berkata, “Lebih berbahagia orang yang memberi daripada yang menerima.”  Kristus menjadi Sumber bahagia dan selamat, karena di atas kayu salib Dia tidak bisa menerima cinta kasih dari manusia.

Di atas kayu salib, segala kesalahan kita domba-domba-Nya, telah ditimpakan kepada Dia. Allah mencintai Kristus. Allah tidak pernah tidak mengasihi Kristus. Tetapi saat itu, di atas kayu salib, murka Allah berkehendak meremukkan Dia. Dia menderita sampai setuntas-tuntasnya. Cinta-Nya begitu besar dan darah-Nya yang tidak bercampur anggur, mengalir sampai penghabisan. Inilah gambaran neraka. Gambaran neraka tidak bisa kita mengerti, tetapi kita dapat tahu dari perkataan puncak Kristus di atas kayu salib: “My God, My God, why hast Thou forsaken Me?”

Orang-orang yang mati di dalam dosa, tetap harus mengaku bahwa Allah adalah Allah, tetapi tidak ada lagi anugerah keselamatan yang turun atas diri mereka. Tidak ada lagi penghapusan atas dosa, tidak ada lagi penggantian. Yang ada pada mereka, pertama adalah satu pertanyaan yang tidak mempunyai jawaban. Dan yang kedua adalah satu relasi yang tidak mempunyai gabungan. Barangsiapa yang mau mengerti kedahsyatan murka Allah, harus melihat ke kayu salib. Barangsiapa yang mau mengetahui sampai tuntas akan keadaan yang mengerikan sekali, dia harus mengerti dari perkataan keempat yang diucapkan Kristus di atas kayu salib.

Kristus berkata: “Mengapa?….Mengapa?”  Jikalau sampai mati kita tidak bertobat dan tidak menerima perkataan Kristus, maka apa yang akan kita kerjakan di dalam neraka adalah menanyakan satu pertanyaan: “Mengapa?”  Anda akan menanyakan pada diri sendiri: Mengapa saya tidak menerima Juruselamat? Mengapa saya terkatung-katung? Mengapa saya cari dukun? Mengapa saya iri hati? Mengapa saya menolak Kristus? Mengapa saya selalu berbuat dosa? Mengapa saya tidak berdaya? Mengapa saya tidak merubah sikap yang mengeraskan hati? Mengapa saya tidak rela dipimpin Roh Kudus? Hanya pertanyaan: “Mengapa?…. mengapa?”  Beratus-ratus, beribu-ribu, berpuluh-puiluh ribu, beratus-ratus ribu, berjuta-juta ribu kali Anda akan menanyakan mengapa. Dan pertanyaan ini akan diakhiri dengan pertanyaan: Mengapa, Tuhan  meninggalkan aku? Dan di neraka hanya ada pertanyaan, di neraka hanya ada penyesalan atas tindakan yang jahat, tetapi di neraka tidak ada jalan akhir. Waktu kita mendengar ucapan keempat dari Kristus di atas kayu salib, maka kita mengerti satu keadaan dari neraka. Mengapa? Mengapa Allah meninggalkan? Tidak ada jawaban. Hanya ada kesesakan, hanya ada penyesalan, hanya ada pertanyaan tetapi tidak ada jawaban untuk selama-lamanya. Itulah nereka!

Apakah neraka? Neraka yaitu ditinggal oleh Allah. Itulah neraka. Apakah neraka? Apakah itu binasa? Neraka dan binasa yaitu hilang dari hadapan Alah untuk selama-lamanya. Dipalingkan dari muka Bapa yang penuh kasih untuk selama-lamanya. Itulah neraka. Saya harap Anda tidak menjadi orang yang seperti ini. Jika sekarang Anda berkata: “Aku tidak mau kembali kepada Tuhan”, Anda memalingkan muka terhadap khotbah-khotbah yang berani menegur dosa, Anda benci kepada firman Tuhan, Anda mencari ke sana-sini untuk menemukan pendeta yang bisa menghibur dan memperbolehkan Anda berbuat segala dosa, Anda mencari ke sana-sini gereja yang sesuai dengan keinginan kejahatan, Anda memilih agama yang cocok untuk bisa melampiaskan dosa, Anda memilih pendeta yang lebih sesuai dengan kejahatan, Anda memilih gereja yang bertoleransi akan segala kerusakan dan tidak menegur Anda.

Ada satu tempat di mana tidak ada teguran apa-apa. Ada satu tempat di mana tidak ada kebangunan rohani. Ada satu tempat di mana tidak ada khotbah yang keras. Itulah neraka. Orang yang ada di sana, tidak lagi ditegur, tidak lagi diperingatkan untuk bertobat dan meninggalkan dosa, tetapi dibiarkan untuk selama-lamanya. Ditinggalkan muka Allah yang penuh mulia. Orang demikian akan kehilangan itu untuk selama-lamanya.

Kini kita akan kembali merenungkan kejadian di Golgota. “My God, My God, whay hast Thou forsaken Me?”  “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”  Ini merupakan satu keadaan jiwa yang kelu. Kalimat ini membuktikan bahwa Kristus sudah turun ke dalam tempat yang paling dalam, menerima hukuman yang paling kejam. Hukuman neraka harus timpa kepada Anak Allah yang tidak berdosa. Kristus pernah menerima siksaan dan pernah menerima hukuman neraka menanggung dosa kita sampai mengatakan perkataan keempat di kayu salib, “My God, My God, why hast Thou forsaken Me?” Itu  seruan dari neraka. Itu seruan yang keluar dari hukuman keadilan yang diterima karena kejahatan.

Manusia tidak mungkin mengerti perkataan ini, kecuali dia sudah masuk neraka. Yang masuk neraka akhirnya juga tidak mungkin mengerti, karena yang masuk neraka adalah orang dengan keadaan berdosa, sedangkan Kristus tidak berdosa. Sekali lagi, perhatikan kalimat ini: Manusia tidak akan mengerti seratus persen kalimat keempat ini, kecuali dia mempunyai pengalaman berada di dalam neraka. Tetapi orang yang masuk ke dalam neraka adalah orang di dalam keadaan berdosa, sedangkan Kristus tidak berdosa. Mengapa yang tidak berdosa dibuat menjadi berdosa? Saya tidak mengerti. Saya hanya bisa mengatakan bahwa inilah titik terakhir dari perjalanan panjang Kristus mencari orang berdosa.

Kita mengetahui bahwa Kristus mencintai kita sampai akhir. Di dalam kalimat keempat di kayu salib, kita mengetahui cinta Kristus pada kita itu tuntas, sebab Dia sudah mengalami satu pengadilan Ilahi dan satu kekejaman hukuman neraka yang seharusnya Anda dan saya terima. Di sini buktinya cinta Tuhan Yesus pada kita. Keadilan dan kemarahan Allah berlaku tanpa kompromi. Siapakah saya? Siapakah Anda? Jangan kira para majelis, pendeta, penginjil atau setiap kita yang beroleh jabatan dalam pelayanan dapat memperoleh dispensasi dari Allah. Saya melihat banyak pendeta-pendeta tidak berani menegur kesalahan orang lain, karena orang itu memberikan banyak uang. Tetapi di hadapan Allah, tidak ada kecuali. Keadilan dan kemarahan Allah yang tidak berkompromi dinyatakan pada waktu Anak-Nya yang Tunggal mengucapkan perkataan yang keempat di kayu salib, “My God, My God, why hast Thou forsaken Me?  Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Anda tidak mungkin bisa melarikan diri dari hukuman Allah, hanya karena Anda orang yang berkedudukan tinggi, orang kaya ataupun orang yang berasal dari keluarga Kristen. Tidak ada kecuali, tidak ada dispensasi. Hanya ada satu jalan, yaitu dengan datang dan mwenggabungkan diri dengan murka yang sudah diterima oleh Kristus di atas kayu salib. Maka barangsiapa berada di dalam Kristus, tidak ada lagi hukuman neraka. Kalimat keempat ini adalah kalimat paling kejam dan paling menyedihkan di dalam alam semesta! Anda tidak akan pernah menemukan kalimat yang sama di dalam buku apa pun yang lain di dunia ini. Kalimat ini tidak akan Anda temukan di dalam buku filsafat, buku agama, syair atau buku apapun yang Anda baca di dalam dunia ini. Anda tidak akan menemukan satu kalimat di dalam buku apapun yang lebih menakutkan dari pada kalimat keempat dari Kristus di atas kayu salib.

Allah meninggalkan Kristus. Kalimat yang paling tuntas, sulit dan kejam ini, justru menjadi titik akhir dari perjuangan yang keras. Dan mulai dari situ-lah titik akhir berhentinya segala peperangan. Jikalau Kristus tidak pernah ke situ, maka itu menjadi tempat bagi Anda dan saya. Jikalau Kristus belum pernah ke tempat itu maka kutukan harus diterima Anda dan saya. Jika Kristus tidak pernah ke situ, maka hukuman yang tuntas harus diterima Anda dan saya. Puji Tuhan! Barangsiapa yang mengerti perkataan “My God, My God, why hast Thou forsaken Me?” akan mendengar di dalam kalimat itu terkandung satu kalimat yang mengatakan: “My son, My son, I will not forsaken thee” (Anak-Ku, Anak-Ku, Aku tidak akan meninggalkan engkau. Karena Aku sudah pernah meninggalkan Kristus bagimu).

Barangsiapa yang pernah mengerti perkataan Kristus ini dan mematuhi Kristus, tidak akan dibuang oleh Bapa sampai selama-lamanya. Puji Tuhan! Semua ini mungkin terjadi karena Kristus pernah menderita bagi Anda dan saya. Roh-roh, jiwa-jiwa yang ditebus oleh Tuhan kiranya bersyukur kepada Dia dan berkata kepada-Nya:

“Ya Tuhan, aku mengerti kalimat ini. Aku mengerti Golgota. Di dalam keadaan yang paling sulit, Kristus sudah menjalani dengan taat. Dan melalui Dia, aku bisa memperbaharui hubungan dengan Tuhan Allah. Aku bersyukur.”

Amin.

 

 

 
 
Sumber:
 
Nama buku        : Tujuh Perkataan Salib
Sub Judul          :  Eli, Eli, lamasabakhtani?
Penulis              :  Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit            :  Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1992
Halaman           :   69 – 85

 

Diambil dari : https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/eli-eli-lama-sabakhtani-artikel-pdt-dr-stephen-tong/501957279852730