Roma 1:13-15
Saudara-saudara, aku mau, supaya kamu mengetahui, bahwa aku telah sering berniat untuk datang kepadamu–tetapi hingga kini selalu aku terhalang-agar di tengah-tengahmu aku menemukan buah, seperti juga di tengah-tengah bangsa bukan Yahudi yang lain. Aku berhutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar. Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di Roma.

Dari ayat ini saya melihat ada 3 lapisan mental yang menjadi cetusan jiwa Paulus sampai ia berani setia, berapi-api, pantang mundur, tidak pernah takut, terus menerus bersemangat mengabarkan Injil. Saudara-saudara, jikalau gereja mendapatkan kembali semangat yang ada pada Paulus yang tercantum di dalam ayat ini. Gereja tidak mungkin tidak akan dibangunkan. Jikalau ada pendeta satu saja di satu kota mempunyai pengertian semangat dari ayat itu, berbahagialah kota itu untuk satu generasi.

Aku hutang baik kepada orang Yunani maupun kepada orang Barbar, aku hutang baik kepada orang yang terpelajar maupun kepada orang yang bodoh. Lapisan pertama dari ayat ini mencetuskan mental Paulus bahwa semua orang membutuhkan Injil tanpa kecuali. Tidak peduli engkau Ph.D, engkau profesor, engkau pujangga, engkau filsuf, engkau orang yang pintar dalam hal kebudayaan, seperti orang Yunani, engkau memerlukan Injil. Tidak peduli berapa bodoh, tidak punya IQ tinggi, engkau tidak pernah punya pendidikan, bahkan engkau tidak berkebudayaan seperti orang barbar, engkau perlu Injil. Ini lapisan pertama: everyone needs Jesus. Setiap orang memerlukan Injil Yesus Kristus, tidak ada kecuali. Jangan mengatakan pada saya engkau sudah beragama, engkau uskup, atau engkau alim ulama, engkau seorang biksu. Pokoknya semua orang memerlukan Injil. Ini pertama.

Lapisan kedua dari ayat ini adalah Injil Yesus Kristus satu-satunya jawaban untuk seluruh kebutuhan seluruh umat manusia. Saudara-saudara, kalau semua memerlukan Injil apakah betul Injil bisa mengisi kebutuhan semua? Paulus bilang bisa. Injil mempunyai kuasa, mempunyai khasiat, mempunyai kekuatan untuk merobah menyelamatkan setiap macam orang, termasuk orang yang paling pintar. Ini lapisan kedua yang mau diungkapkan dalam arti yang sesungguhnya oleh ayat-ayat ini.

Dan lapisan yang ketiga, Paulus berkata: demi hal ini saya sudah bersedia. Saya sudah bersedia untuk mengisi kebutuhan siapapun. Saya bersedia bertemu dengan filsuf. Saya bersedia pergi ke desa yang paling kecil. Saya bisa membimbing orang yang paling intelektual, kaum cendikiawan. Aku juga bisa membimbing orang yang paling bodoh. Aku bersedia.

Jiwa penggembalaan semacam ini sudah jarang di dalam hati pendeta. Ada pendeta yang hanya mau melayani orang kaya, tidak mau pergi ke tempat orang miskin. Ada pendeta yang hanya melayani semacam lapisan masyarakat, yang lain dia tidak tahu, dia tidak sadar, dia tidak mengerti jiwa mereka. Siapakah seorang hamba Tuhan seperti Paulus yang berkata, “I am ready to serve all the classes in the society. I don’t care from what kind of religion, what kind of race, what kind of nation you come from. I serve you.” Aku sudah bersedia melayani orang-orang barbar, melayani orang-orang terpelajar itu gampang karena masih bisa berdebat, bisa bicara baik-baik. Melayani orang barbar, kalau sudah tidak cocok pikirannya, langsung ditusuk. Jadi di sini, kalau pikiran tidak tajam, bagaimana bisa melayani orang pertama?

Kedua, kalau hati tidak berani dan bertekad bulat menerima segala resiko, kalau tidak siap, bagaimana berani mengabarkan Injil kepada orang kedua? Ketiga, kalau engkau kurang memiliki bijaksana dan berjaga-jaga, bagaimana bisa menjawab pertanyaan orang terpelajar? Keempat, bagaimana engkau mempunyai kesabaran menghadapi orang bodoh yang tidak tahu apa-apa? Harus sabar luar biasa untuk melayani mereka, bukan? Siapakah pendeta yang mempunyai jiwa seperti ini? Siapa yang bersiap yang mempunyai keadaan jiwa yang luasnya seperti laut ini? Hari ini saya harus mengatakan bahwa saya sangat sedih melihat dosen-dosen theologi yang lebih malas daripada siapapun dalam mengabarkan Injil. Dan orang-orang yang mengabarkan Injil lebih malas lagi daripada mereka yang mempelajari theologi. Theolog-theolog semua tidak mau mengabarkan Injil. Penginjil-penginjil tidak mau belajar Theologi. Inilah keadaan kita yang berada di abad ke-20. Pendeta-pendeta mengatakan, “Saya sudah terlalu sibuk, jangan ajak saya lagi pergi menginjili karena anggotaku sudah terlalu banyak.”

Tahun 1971, 5 gereja Protestan di seluruh kota Bandung mengirim surat kepada saya tanpa berjanji satu dengan yang lain. Semua meminta saya memimpin kebangunan rohani di gereja mereka yang besar-besar, tetapi syaratnya hampir sama: jangan menginjili, cukup menafsir Alkitab, membangun kerohanian orang Kristen karena anggotaku sudah banyak, kalau membatasi saya untuk menginjili, saya tidak akan pergi. Akhirnya mereka berkata silakan datang, tetapi kami hanya ingin iman orang Kristen dibangunkan. Kita tidak perlu anggota baru. Ini maksudnya seperti apa? Seperti keluarga yang orang tuanya dibuat sehat tetapi tidak usah melahirkan anak. Pokoknya makin tua makin sehat itu sudah cukup. Besok matinya masih sehat, tetapi tidak ada anak, tidak ada cucu, tidak ada ada cicit, tidak ada keturunan. Terhadap gereja-gereja semacam ini saya tidak ada beban pergi, lagi karena mereka menghina dan mengabaikan penginjilan.

Paulus bukan demikian. Paulus mengatakan: terhadap orang terpelajar, saya hutang; terhadap orang tidak terpelajar, saya hutang; kepada orang Yunani, saya hutang; terhadap orang yang bukan Yunani, saya juga hutang. Jadi dia adalah orang yang begitu pintar dalam mengerti wahyu Tuhan. Dia begitu pandai dalam mengerti filsafat dan budaya barat. Dia juga begitu mendalami Taurat orang Yahudi. Dan dia bersedia mengisi kebutuhan masyarakat dari lapisan apa pun.

Saudara-saudara, hanya ayat ini saja saya pernah memikirkannya selama berbulan-bulan, lalu saya merasa malu menjadi hamba Tuhan. Jikalau saya tidak mengerti ayat ini lalu saya mengatakan saya masih hamba Tuhan, itu namanya penipuan diri sendiri. Benarkah dunia perlu Injil? Benar. Kalau benar, mengapa engkau tidak mengabarkan Injil? Benarkah Injil mengisi kebutuhan semua orang? Benar. Kalau engkau betul-betul yakin benar, engkau di dalam pelayananmu hanya bisa mengisi sebagian orang. Benarkah engkau sudah bersedia dan engkau harus melayani semua orang? Benar. Tetapi secara fakta siap sanggup melayani semua. Dari ketiga lapisan ini saya lihat berapa agung seorang hamba Tuhan yang namanya Paulus. Paulus betul-betul mengabdikan diri. Paulus betul betul merendahkan diri. Paulus betul-betul tidak mempedulikan lagi kesehatan, mati-hidup, dan untung-ruginya sendiri. Yang paling penting kehendak Tuhan dijalankan di dalam mengabarkan Injil.

Kedua, Paulus mengatakan bahwa dirinya berhutang. Mengenai hutang pikiran saya banyak yang dikacaukan karena ada orang yang berhutang tetapi tidak merasa dirinya berhutang. Ada orang yang tidak pernah berhutang, tetapi merasa berhutang. Ada orang yang berkata, “Pinjam ya, pinjam ya.” tetapi tidak pernah dikembalikan. Karena di dalam pinjam itu terkandung makna ‘milikku.’ Boleh pinjam? Boleh. Puji Tuhan, itu milikku. Itulah Tommy Soeharto. Dia ambil bensin pemerintah selama berpuluh-puluh tahun, lalu demi mendapat simpatinya ia tidak usah bayar, karena dia tidak ada konsep bayar. Hanya ada konsep pinjam, pinjam. Yang pinjam terus tidak bayar, tetapi yang tidak pernah pinjam terus mau bayar, enak mana? Enak yang pinjam terus tidak usah bayar bukan? Makanya kita lebih suka jadi seperti itu ya? Saudara-saudara, yang pinjam terus tidak mau bayar itu biadab. Tetapi yang tidak pinjam terus merasa perlu bayar itu apa? Itu mentalitas apa? Kapan Paulus berhutang kepada orang Yunani? Kapan Paulus berhutang kepada orang barbar? Kapan dia pernah hutang, pernah pinjam dari orang terpelajar? Tidak pernah. Tetapi dia katakan: aku berhutang, aku berhutang, aku berhutang; itulah namanya beban.

Saudara-saudara, beberapa hari ini saya terus pikir, pikir, pikir. Beban bukan interest, bukan kegemaran pilihanmu. Pemuda-pemudi datang kepada saya mengatakan, “Pak Tong, saya berbeban melayani ini, melayani itu.” Saya bilang kamu doa dulu. Yang kau katakan sebagai beban itu apa? Banyak mengatakan “Ke mana saja bebanku di Jakarta.” Itu namanya beban? Saudara jadi beban orang! Itu bukan bebanmu. Engkau mengatakan ini VISIKU. Yang kau katakan visi itu hanya interpretasi semau sendiri tentang ambisi. Itu bukan visi. Visi adalah sesuatu yang Tuhan berikan sebagai cahaya di dalam hatimu, sampai engkau hampir menjadi buta karena engkau tidak pernah tahu engkau akan melihat ini. Dan apa yang engkau lihat itu engkau tidak pernah mengerti, sehingga akhirnya engkau mengetahui karena Tuhan memberikan penjelasan. Itu begitu berlainan dengan ambisimu. Itu namanya visi. Dan visi yang sejati dan beban yang sungguh dari Tuhan berpuluh-puluh tahun tak pernah akan berubah. Visi dari Tuhan itu berpuluh-puluh tahun engkau tekun, terus mengerjakan meskipun sudah kewalahan, sudah capek. Tetapi yang disebut beban dan visi dari pemuda-pemudi sekarang dengan istilah rohani pinjaman, mereka dua tahun tidak cocok pergi, ini tidak senang pergi. Tak ada beban lagi. Beban bukan interest, beban bukan pilihan dari freewill engkau yang sudah jatuh di dalam dosa. Visi bukan semacam pengertian dari apa yang engkau ingin sebagai ambisimu tercapai. Orang yang ingin ambisinya tercapai, lalu memakai orang lain yang sudah kerja setengah mati sebagai alat, lalu kalau sudah tidak cocok dia kritik, orang itu lebih baik keluar.

Orang yang memiliki beban dari Tuhan, bergumul dengan sungguh, dengan begitu ketat sehingga dia jelas panggilan Tuhan. Kalau tidak tahu dia bergumul di dalam jiwanya sampai sungguh-sungguh, “Apa yang harus aku perbuat, karena sudah mendengar panggilan, aku sudah melihat visi, aku diberikan beban?” Tuhan berkata, “Paulus, mengapa engkau menganiaya Aku?” Lalu dia bertanya, “Siapa Engkau, Tuhan?” Paulus tahu itu Tuhan, lalu dia bertanya siapa Engkau, … Tuhan? Tuhan kok siapa? Siapa kok Tuhan? Tuhan bilang, “Kamu tidak tahu Aku Tuhan?” “Tahu, tapi siapa Tuhan?” Itulah paradoks dari orang akademis: sudah belajar banyak, tetapi sewaktu ketemu belum kenal. Sudah mengerti semua teori, bahkan berani mengajar, tetapi waktu encounter belum tahu.

“Siapakah Engkau Tuhan?”, “Aku adalah Yesus yang kau aniaya.” Di sini visi terbuka. “Tak mungkin Yesus itu Tuhan. Tidak mungkin Tuhan itu Yesus. Tidak mungkin aku menganiaya Tuhan. Yang kuaniaya itu Yesus dan yang kuaniaya adalah bukan Tuhan. Yang Tuhan tidak mungkin aku aniaya. Aku adalah orang yang melayani Tuhan dan segiat mungkin aku lakukan sebagai orang Farisi. Kapan aku menganiaya Tuhan?” Tuhan menggabungkan keadaan, kesulitan yang tidak pernah bisa digabungkan oleh logika: God is Jesus. Jesus is being persecuted by you. You are persecuting God! Ini semua kacau. Tuhan tidak mungkin Yesus. Yesus tidak mungkin Tuhan. Aku melayani Tuhan. Tak mungkin aku menganiaya. Aku menghina Yesus, karena Yesus tidak mungkin Tuhan, maka aku berani menganiaya. Semua ini dikacaubalaukan, semua di-mixkan.

Lalu Tuhan bertanya, memberikan satu tantangan pertanggungjawaban, “Tahu tidak, kau kira kau melayani Aku? Kau sedang menganiaya Aku! Karena yang kau sebut sebagai Tuhan adalah Yesus yang kau aniaya.” Di situ teori akademik Paulus hancur lebur. Iman yang betul-betul kepada first hand revelation (wahyu Tuhan yang diterima langsung tanpa melalui orang lain) mulai dibentuk. Saudara-saudara itu sebabnya dia harus berpikir. Dan berpikir sampai matang: apa ini? Kalau saya betul betul tidak mengerti ini, meskipun theologi saya sudah banyak, belajar sudah begitu banyak, itu tetap tidak berguna. Untuk pergumulan itu ia habiskan waktu 3,5 tahun. Setelah selasai ia jelas bahwa inilah visi, ini beban. Sesudah itu apa yang dilakukan Paulus? Sampai mati tidak mundur lagi mengabarkan Injil! Inilah Paulus. Setelah 3,5 tahun di padang gurun Arab, seorang diri di padang pasir berdoa dan bergumul, akhirnya dia berkata, “Tuhan, tidak ada jalan lain. Sekarang saya mengerti. Sekarang saya harus mati bagi-Mu sebagaimana Engkau telah mati bagiku. Aku harus mengikuti jejak kaki-Mu karena Engkau sekarang memimpin aku untuk seperti Engkau, sampai mati mengabarkan Injil Yesus Kristus.” Dan sewaktu ia menulis surat kepada gereja-gereja ia mengatakan, “Aku Paulus menulis surat kepadamu. Aku adalah budak Kristus. Aku budak, bukan budak manusia, tetapi budak Kristus.” Istilah yang dipakai di sini adalah doulos, ini artinya bukan servant, tetapi slave. Servant itu pembantu, pelayan. Sedangkan slave adalah budak yang dibeli. Ia boleh dipecut, boleh dimatikan karena ia sudah tidak memiliki hak milik atas dirinya lagi.

Di situ secara implisit mengandung arti bahwa Yesus bukan manusia biasa, Dia adalah Allah. Maka saya menjadi budak Allah yang namanya Yesus. Setelah 3,5 tahun bergumul ia berubah sekali. Ia menegakkan satu keyakinan bahwa: I am serving my Lord, Jesus Christ. I am serving Him until my death. No other way. No return, no regret. Tidak ada penyesalan, tidak ada jalan lain. Saya melayani Injil sampai Kristus datang kembali. Saya melayani Injil Tuhan Yesus sampai aku mati. Dan pikiran itu akhirnya tergabung, terkristalisasi dengan satu frase lagi, “… baik untuk orang Yunani (atau istilah lainnya barbarian), baik untuk orang terpelajar maupun untuk orang bodoh: saya berhutang kepada mereka.” Saudara-saudara, malam hari ini kita mulai memikirkan empat istilah ini dari belakang ke depan, bukan dari depan ke belakang. Siapakah yang disebut orang bodoh? Yaitu orang yang kurang pintar, orang yang tidak berpendidikan yang tinggi, orang yang tidak memiliki common sense yang cukup.

Di dalam kerajaan Romawi ada kira-kira lebih dari 60% orang semacam ini. Meraka adalah orang yang menjadi budak, mereka adalah orang yang tidak mempunyai kesempatan sekolah, mereka adalah orang yang ditawan musuh yang telah mengalahkan mereka dalam perang sehingga mereka menjadi orang yang tidak lagi memiliki hak asasinya sebagai manusia. Siapa orang terpelajar? Orang biasa yang mempunyai kesempatan dan ada uang sehingga boleh belajar lebih tinggi. Siapakah orang barbar? Yaitu orang yang ada di utara semenanjung Balkan. Semenanjung Balkan terdiri dari Yunani Gerika bawah, Makadonia di atas dan setelah itu daerah yang semakin ke utara semakin tidak berkebudayaan.

Saudara-saudara, pada zaman Paulus kebudayaan yang tertinggi berada di bawah Balkan, kebudayaan yang paling liar berada di atas Balkan, dan berada di Gaul, naik lagi kita akan menjumpai Skandinavia yang menghasilkan Viking, barbarian. Yang disebut barbarian adalah orang yang mempunyai tubuh yang kuat, yang berani melakukan pembunuhan yang tidak berperikemanusiaan, tetapi otaknya seperti otak binatang. Itulah barbar.

Jadi istilah pertama dan kedua sangat kontras. Pertama Yunani, kedua barbar. Sebenarnya kerajaan Romawi sampai zaman Paulus adalah kerajaan yang paling besar pengaruhnya di seluruh dunia khususnya di Barat. Itulah kerajaan Romawi. Mereka mempunyai tentara yang tidak terkalahkan, mereka mempunyai senjata militer yang paling ampuh. Setiap kali perang selesai mereka segera memperbaiki senjata mereka. Mereka lebih canggih dalam menciptakan segala alat-alat perang. Khususnya setelah Masada, mereka telah menemukan suatu mesin yang bisa mendaki gunung yang tinggi, yang bisa menghancurkan beton atau bangunan bangunan yang paling kuat. Mereka terus memperbaiki diri.

Kerajaan Romawi adalah kerajaan yang paling kuat secara militer dari sejarah sampai pada zaman Paulus. Setelah kerajaan Romawi sampai pada zaman sekarang, baik di Inggris, baik di Perancis, dll. tidak ada kerajaan yang melampaui kerajaan Romawi. Dan Romawi dirusak oleh dua macam orang: pertama Yunani, kedua barbar. Apanya yang dirusak oleh Yunani? Otaknya. Apanya yang dijajah oleh barbar? Tubuhnya. Jadi setelah Yunani menghancurkan banyak tempat, Yunani dihancurkan oleh Romawi pada 86 tahun sebelum Kristus. Yunani telah dihancurkan oleh Romawi. Tetapi sebaliknya pada saat itu juga Yunani telah menjajah pikiran orang Romawi. Tetapi sebaliknya pada saat itu juga Yunani telah menjajah pikiran orang Romawi, sehingga kerajaan Romawi tidak lagi memiliki pikiran asli sendiri karena kekuatan militer mereka tidak mampu membendung penjajahan pikiran yang dijajah kembali oleh orang Gerika.

Selain itu tanah mereka akhirnya hancur beberapa abad kemudian oleh orang-orang barbar. Sehingga Yunani yang menjajah pikiran Romawi, barbar yang menjajah wilayah Romawi. Wilayah Romawi akhirnya hancur oleh kedua hal ini. Dan Paulus berkata bahwa: ia berhutang kepada orang Yunani dan ia juga berhutang kepada orang barbar. Saya kira saya tidak akan memberikan penjelasan lebih banyak mengenai orang barbar, malam ini saya akan lebih memfokuskan kepada Greek, Hellenistic people yang kepadanya Paulus berhutang Injil. Siapakah orang Yunani? Mungkin engkau bilang mereka Gerika (Greece), tetapi di sini istilahnya adalah Helenistis. Helenistis berasal dari kata Hela. Hela berbeda dengan Gerika.

Hela bisa diistilahkan sebagai PanGreek bukan Greek. Hela lebih besar, lebih berkembang, lebih besar daripada Gerika. Helenistis berarti budaya yang berasal dari Gerika, tetapi sudah menjelajah ke wilayah yang lebih besar sehingga keluar dari tempat asalnya di Gerika dan mengembang lebih luas lagi ke timur, ke barat, ke utara, dan ke selatan. Itulah yang disebut helenisme. Makedonia menjadi tempat pertama yang dipengaruhi oleh Gerika, karena di sana ada seorang raja yang disebut Philipus II, yang matanya buta satu, tertusuk karena pergi berperang. Keberaniannya membuat dia terkenal di tempatnya, tetapi dia melahirkan seorang anak yang lebih hebat darinya, namanya Iskandar Agung. Anak ini sangat pandai, sehingga ayahnya bingung apakah ia disuruh berperang untuk memperluas wilayah kerajaan atau disuruh belajar? Akhirnya ayahnya mendapatkan akal, ia mengundang dosen yang paling terkenal di seluruh dunia untuk mengajar anaknya di istana. Siapakah dia? Aristoteles.

Aristoteles mengajar putra mahkota yang pintar luar biasa ini selama 3,5 tahun. Demikianlah maka pengaruh Gerika telah menuju helenistis. Di sini telah berkembang pengaruh-pengaruh kebudayaan Gerika kepada dunia yang paling pintar. Kenapa saya harus mengatakan ini? Karena sekarang gereja sudah tidak mempunyai senjata ampuh untuk conquer, menaklukkan orang yang pintar. Saudara-saudara, pendeta-pendeta kalau berkhotbah ditertawakan oleh filsuf, oleh dosen, oleh professor karena mereka hanya mengetahui hal-hal yang kulit-kulit saja. Tetapi pada zaman Paulus, ia mengatakan bahwa ia berhutang kepada orang Helenistis, maka saya harus menjelaskan dengan tuntas hal ini.

Saudara-saudara, helenistis berarti pengaruh metode riset Gerika yang sudah menjalar keluar dari daerah mereka mempengaruhi daerah yang lebih luas. Sehingga pada zaman itu daerah-daerah itu semuanya memiliki pemikiran yang luar biasa. Dan Iskandar Agung adalah seorang jenius yang orang semacam dia mungkin hanya muncul sekali dalam 1000 tahun. Ia sangat sulit diatur. Sejarah mencatat bahwa ia terus mendebat dan selalu melawan ayahnya, sehingga sang ayah kewalahan dan tidak tahu cara menghadapinya. Di umur 10 tahun ia telah berhasil dalam sekejap menjinakkan seekor kuda liar yang besar dan kuat untuk dikendarai oleh ayahnya setelah seluruh pelatih kuda istana dan orang-orang hebat lainnya gagal menjinakkannya. Kuda itu karena takut melihat bayangannya sendiri menjadi liar dan menjatuhkan setiap orang yang naik ke punggungnya, tetapi Iskandar Agung muda ini menarik kepalanya ke atas sehingga ia tidak bisa melihat ke bawah lagi dan ia berhasil mengendalikannya dengan leluasa. Saudara-saudara, kalau kita ingin mengerjakan pekerjaan Tuhan yang besar jangan melihat bayang-bayang. Hari ini gereja gagal karena seperti kuda besar itu, dihantui oleh bayang-bayang sendiri. Gede-gede pengecut.

Saya mengamati bahwa di antara seluruh agama di Indonesia, yang paling pengecut adalah agama Kristen. Seluruh Kristen, yang paling pengecut pendeta, pemimpin-pemimpin yang tidak ada moral imannya tetapi berani mengajar di atas mimbar. Kalau engkau tidak mempunyai keberanian untuk berjuang berdasarkan iman, berhentilah melayani Tuhan. Saudara-saudara saya dengan serius mengatakan kalimat ini: selama 45 tahun saya mengetahui mereka yang mengadakan kebaktian-kebaktian, pekerjaan-pekerjaan Tuhan yang sukses itu karena mereka hanya memandang Tuhan, tidak mau dihantui oleh bayang-bayang. Siapa pun mengetahui bahwa Aristoteles adalah seorang yang terpelajar dan seorang yang otaknya paling tinggi di antara para intelektual sampai pada hari ini. Dia selama hidupnya menulis buku berdasarkan pengamatannya sendiri dan sama sekali tidak mengutip orang lain. Buku yang ditulisnya lebih dari 1000 jilid. Inilah Aristoteles. Makedonia dipengaruhi oleh Gerika menjadi Helenistis. 380 tahun kemudian di situlah Paulus menuliskan bahwa ia berhutang kepada orang Helenistis. Ini berarti apa? Orang Gerika yang paling pintar pun bisa saya isi kebutuhannya.

Berarti Paulus mempunyai certainty, mempunyai pegangan bahwa firman Tuhan di dalam Injil Kristus lebih tinggi daripada semua filsafat Gerika. Cara membaca Alkitab saya mungkin agak berbeda dengan cara Saudara membaca Alkitab. Saya membaca bukan hanya sekadar mengetahui kalimat lalu tahu artinya, tetapi dengan memperhatikan situasi seluruhnya dan membandingkan kenapa ditulis demikian. Itulah sebabnya 25 tahun yang lalu, 1977, saya pergi ke Gerika mau mencari tempat di mana Paulus berkhotbah. Saya mau mengerti satu hal, apakah yang menjadi perasaan Paulus bukan dari commentary untuk mengerti apa yang dituliskan oleh orang-orang yang ikut menafsirkan. Saya ke sana melihat Acropolis yang dihancurkan pada abad ke-16 di dalam peperangan. Bolehkah kita menemukan semacam arsitektur yang mempunyai kekuatan untuk tidak dibatasi zaman? Saya mengatakan ada. Saya menyebutnya sebagai timeless architecture style. Semacam gaya arsitektur yang tidak mungkin dilenyapkan atau digugurkan oleh zaman apa pun. Itu namanya timeless.

Itu namanya mendekati nilai kekekalan, di mana orang tidak pernah bosan dengannya. Itu adalah arsitektur Gerika. Semenjak lebih dari 2000 tahun yang lalu, saat Parthenon didirikan dengan delapan pilar di depan dengan atap yang berbentuk segitiga yang sangat pendek dengan tangga di depan yang sedikit lengung beberapa derajad, itu sudah menjadi induk semua gedung yang paling indah di dunia, termasuk: Wall Street, Parliament House, Capitol Hill, White House, Buckingham Palace, juga Gedung Merdeka di Indonesia dan Gedung Pancasila. Semua mengkopi bangunan ini. Lalu bagaimana dengan Gothic? Saya senang Gothic luar biasa, tetapi kalah timeless dengan Greek. Bagaimana dengan Rokoko, bagaimana dengan Byzantium, bagaimana dengan arsitektur Roma, bagaimana dengan arsitektur modern, bagaimana dengan post-modern, bagaimana dengan ultra-modern, bagaimana dengan orang-orang seperti Le Corbusier, dsb?

Saya berkata, satu-satunya bangunan yang gayanya tidak akan digugurkan oleh zaman itu adalah Gerika. Yang disebut dengan Barok dan Rokoko tidak bisa dibandingkan dengan Gerika. Mereka terlalu rumit, terlalu banyak gaya. Tetapi Gerika begitu simple, have dignity, and beauty. All the characteristic of eternity combined in one. Di dalam arsitektur Gerika yang begitu indah terkandung bijaksana di manusia yang mencari kekekalan dalam sudut pandang estetik yang diekspresikan dalam arsitektur. Paulus mengatakan bahwa orang Gerika yang begitu tinggi intelektualnya, saya masih hutang, berarti saya masih bisa bayar, saya bisa melampaui. Berarti pengertian Paulus tentang Injil bukan seperti orang Injili sekarang. Orang Injili sekarang seperti tukang koyo. Dengan membawa sedikit plester koyo lalu mencari-cari bagian mana yang sakit, dikiranya semua penyakit itu semua digigit nyamuk saja.

Semua sakit itu seperti orang yang jatuh dari motor lalu luka-luka itu saja, lalu dia datang membereskan. Kaum Injili sekarang dangkalnya sudah seperti orang jual obat di pinggir jalan. Kaum Injili sekarang sudah tidak mau belajar lalu mengira seluruh dunia hanya memerlukan koyonya saja. Tetapi bagi Paulus tidak. Hei Gerika, engkau sudah mencapai begitu tinggi? Saya lebih tinggi daripadamu karena Injil Kristus bisa menyelesaikan apa yang tidak ada padamu. Saudara bayangkan, berapa tinggi, berapa dalam, berapa hebat dan begitu limpah pengertian dan epistemologi dan kerohanian dan kuasa Injil yang dimiliki oleh Paulus dengan confident dan pengertian. Sekarang ada orang tidak mengerti memiliki overconfident. Ada orang yang sudah mengerti banyak tidak memiliki confident. Semua di luar Paulus. Paulus berkata, “Hei orang Gerika, aku berhutang kepadamu.”

Bagian terakhir, filsafat Gerika yang dikembangkan oleh Socrates, Plato dan Aristoteles setelah 300 tahun kemudian menjadi tidak lagi fokus kepada epistemologi, kepada logika, kepada silogisme, tidak lagi mementingkan metafisika atau kosmologi dan sebagainya. Yang menjadi penting adalah: Mengapa aku hidup di dunia? Filsafat Gerika yang dimulai dari naturalisme sampai epistemologi, sampai pada logika dari Aristoteles selama beratus-ratus tahun akhirnya pada zaman Paulus hanya tersisa 3 arus yang besar. Semua arus ini menuju kepada satu pertanyaan pokok: Why I am here? Where is my hope? Saya mengapa harus dilahirkan ke dunia? Apa makna hidup di dunia? Setelah hidup ini apa? Saudara, judul kali ini dalam khotbah-khotbah yang akan disampaikan dalam KKR adalah: Di manakah Hari Depanku? Itu bukan memikirkan mengenai hari depan apakah saham naik atau turun. Hari depan apakah presidennya tetap Megawati atau siapa. Bukan itu. Mengapa saya di sini? Saya menuju ke mana? Setelah mati itu apa? Makna hidup saya di dunia itu apa? Itulah yang menjadi pemikiran yang paling fokus dalam filsafat Gerika zaman Paulus menulis Roma pasal pertama ini. Orang Gerika sedang mencari hal ini dalam 3 arus. Arus pertama, yaitu arti hidup tidak lain adalah mencari kebahagiaan. Pokoknya saya bisa bahagia saya puas hidup. Pokoknya saya bisa bahagia saya puas hidup. Pokoknya saya bisa bahagia, matipun saya sudah rela. Dari mana dapat bahagia? Bahagia itu apa? Itu satu concern yang penting bagi orang Helenistis, orang Gerika. Lalu ada orang berkata bahwa kebahagiaan itu ada di dalam perdamaian. Lalu ditanya apa itu perdamaian? Perdamaian itu ada di dalam keharmonisan. Apa itu keharmonisan? Keharmonisan berarti tidak ada konflik dalam tiga wilayah. Apa itu tiga wilayah?

Pertama, aku damai dengan diriku. Kedua, aku berdamai dengan semua orang di sekitarku. Ketiga, aku berdamai dengan seluruh kuasa dan hukum alam. Lalu ditanyakan bagaimana bisa mencapai perdamaian itu dan apa yang merusak perdamaian itu. Nah pertanyaan-pertanyaan ini dicari oleh seorang yang bernama Epicurus. Ia adalah seorang yang hidup sederhana, minumnya cuma air putih dan makannya cuma roti panggang, tetapi ia berkata bahwa barangsiapa yang tidak harmonis boleh datang kepadanya dan ia akan memberikan konseling kepadanya. Itulah konseling yang pertama kali dilakukan. Konseling bukan berasal dari Sigmund Freud, tetapi dari Epicurus. Ia berkata: Come unto me, I will make peace for you.

Come unto me, you will get rest. Itu mirip dengan pernyataan Yesus Kristus. Lalu mereka yang datang konseling kepada Epicurus berkata bahwa mereka takut. Takut apa? Takut kalau mati masuk neraka. Nah itu, tidak ada neraka. Kalau engkau percaya agama, engkau tidak ada harmonis. Inilah perbedaannya dengan Yesus Kristus. Jadi orang-orang seperti Epicurus adalah cosmotically materialisme. Bagi mereka tidak ada surga, tidak ada neraka, tidak ada Allah, tidak ada setan, tidak ada dewa, tidak ada jin, tidak ada penganggu rohani, semua itu materi. Engkau buang semua agama, maka engkau mulai tidak takut. Engkau mulai harmonis. Engkau jangan berkelahi sama orang lain, engkau harmonis. Engkau jangan banyak membenci diri, engkau harmonis. Akhirnya pikiran-pikiran itu berkembang menjadi semacam hedonisme materialistik.

Apa artinya bahagia? Artinya engkau mencari kesenangan untuk dirimu. Maka Epikuraisme mulai beredar. Dan banyak orang merasa bahwa inilah jalan hidup, inilah arti hidup. Mari kita pergi kepadanya. Dan dialah yang pertama kali di dalam sejarah disebut sebagai soter (juruselamat). Dia, bukan Yesus, dipanggil sebagai juruselamat. Dia ada 4 abad terlebih dulu sebelum Yesus Kristus. Dan dia mendirikan satu sanatorium, di mana setiap orang yang datang kepadanya akan dia berikan konseling sampai sewaktu mereka pergi mereka merasa lega. Inilah arus pertama. Akhirnya hal ini menjadi pepatah di antara mereka, “Mari kita petik bunga mawar sedang dia masih berkembang. Kalau kita petik sekarang berapa hari lagi dia akan layu, dipetik pun tidak berguna. Mari berfoya-foya sekarang karena besok kesempatan sudah lewat. Selama engkau masih muda, enak-enaklah hidup. Sekarang sedang engkau masih muda nikmati kebebasanmu. Waktu engkau sudah tua tidak ada orang yang mau berdansa denganmu. Mari kita makan dan minum sekarang, karena besok kita akan mati.” Siapa yang pernah menulis kalimat ini dalam Alkitab? Paulus. Jadi waktu Paulus menulis kalimat-kalimat seperti ini berarti ia sedang mengutip dari filsafat Epikurianisme yang ia mengerti.

Paulus betul-betul mengerti ia harus bagaimana mengabarkan Injil kepada mereka, karena apa yang engkau tahu saya tahu semua. Apa yang engkau pelajari, saya pelajari. Apa yang engkau pikirkan, saya bisa tulis. Tetapi apa yang mau saya kabarkan, engkau tidak tahu. Pendeta-pendeta sekarang bukan demikian. Apa yang orang lain pikirkan aku tidak tahu. Apa yang aku omongkan orang juga tidak mengerti. Akhirnya orang tidak pergi ke gereja karena kalau ke gereja ngantuk. Akibatnya orang-orang dunia tidak mau ke gereja. Gereja tidak bisa menjangkau mereka. Saling menjatuhkan diri satu dengan yang lain. Lalu engkau berkata: saya mau mengabarkan Injil, saya mau mengabarkan Injil. Mengabarkan Injil kepada siapa? Hanya bisa kepada orang desa. Paulus tidak demikian. Dia berkata bahwa kalimat-kalimat yang dia katakan: saya tahu semua.

Arus kedua adalah bukan mencari bahagia. Jadi kalau saya hidup bukan untuk mencari kebahagiaan lalu untuk mencari apa? Orang Helenistis golongan kedua berkata bahwa hidup adalah untuk mencari kebajikan. Kalau engkau berbuat baik meskipun kurang bahagia, tidak apa-apa. Mengerti kebajikan adalah sudah mengerti kebahagiaan itu sendiri. To know goodness itself is happiness. Happiness is to know and to do goodness even though you are not rewarded materialistically. Meskipun engkau tidak diupahi secara materi engkau sudah bahagia.

Kebajikan itu apa? Apa itu baik? Apakah karena saya baik lalu engkau juga merasa saya baik lalu kita sama-sama setuju bahwa itu adalah kebajikan? Tidak bisa, baik pun ada standar universalnya, yaitu jangan mendiskriminasi perempuan. Inilah pertama kalinya. Di dalam sejarah perempuan terus ditekan, ditekan, ditekan, Orang Stoa (dari filsafat Stoiksisme) seperti Zeno dan sebagainya, mengatakan bahwa pria dan wanita sama rata. Wanita-wanita yang mendengar hal ini senang luar biasa. Inilah kebenaran, pokoknya yang baik buat saya itu baik. Juga dikatakan jangan memperbudak sesama manusia. Nah, budakbudak semua berteriak: ‘nah itu betul! Inilah arti hidup bagi kita yang sudah diinjak-injak dan ditekan sekian lama. Lalu dikatakan agar baik-baik memperlakukan musuh yang menjadi tawanan. Jangan memaksa mereka. Saudara-saudara, di kerajaan Romawi di mana-mana budak-budak itu dibentuk dari tawanan-tawanan.

Nah, filsafat arus kedua ini menjadi semacam pengharapan baru sebelum Kristus datang. Bukan saja demikian, juga dikatakan bahwa orang harus mencegah terjadinya peperangan sehingga mencapai perdamaian antara bangsa dengan bangsa. Jadi semua ajaran Kristen yang paling penting sebagian besar sudah berada di dalam filsafat Stoiksisme. Dan Paulus sendiri pun mengutip seorang Stoik yang bernama Clentis dari syairnya yang mengatakan “Kami pun semua dilahirkan oleh Engkau, ya Allah.” (Kis. 17). Saudara-saudara, waktu Paulus mengatakan bahwa ia berhutang kepada orang Helenistis, ia betul-betul tahu apa yang ia tulis.

Arus yang ketiga adalah Skeptisisme. Skeptisisme adalah orang yang luar biasa pintar gaya berpikirnya akhirnya tidak bisa terima ini, tidak bisa terima itu. Semua dirasionalisasikan, akibatnya semua diragukan. Yang disebut skeptik berarti tidak bisa menerima sebagai kepercayaan. Diragukan semua yang dikatakan. Nah saudara-saudara, orang yang paling pintar di antara ketiga golongan ini adalah orang Skeptik. Orang yang paling praktis di antara ketiga golongan ini adalah orang Epikurian. Orang yang paling berjiwa baik adalah orang Stoik. Demikianlah ketiga arus filsafat ini melanda seluruh kerajaan Romawi, di mana Paulus berkhotbah dan mengabarkan Injil, sehingga Paulus berkata bahwa ia berhutang kepada mereka. Itulah sebabnya ia dengan sekuat tenaga mengabarkan Injil di Roma supaya mendapatkan buah Injil di tengah-tengah mereka. Saudara-saudara, saya sendiri membaca ayat ini makin mikir makin takut, karena seorang hamba Tuhan yang besar seperti Paulus begitu mengerti siapakah obyek pelayanannya. Dia tidak menganggap semua orang bodoh: Hei sini saya ajar ya, ada Yesus, mati bagi engkau, ada neraka ada surga. Mau tidak surga? Kalau mau datang. Penginjilan bukan begitu saja, karena yang menjadi rintangan dalam otak mereka itu adalah ada begitu banyak hal yang mereka yakini sebagai kebenaran. Engkau harus mengupas, mengupas seperti engkau membuka bawang merah itu.

Bawang merah itu setelah engkau buka terus akhirnya engkau harus menangis karena menemukan apa yang pedas yang berada di dalam mereka. Penginjilan adalah seperti itu. Saudara-saudara, beban saya seumur hidup bukan SPIK tetapi penginjilan, meskipun SPIK dan semua karya SPIK sudah menjadi pengaruh terbesar, khususnya di daratan Tiongkok. Berpuluh-puluh ribu buku yang diterbitkan dan dibaca, lalu dikopi tidak habis-habis. Berjutajuta kaset yang sudah diedarkan di Mongolia sampai Kanton di dalam bahasa Tionghoa yang sudah diedarkan di sana. Tetapi beban saya tetap penginjilan. Itu yang utama karena saya dipanggil untuk menginjili.

Setelah saya melihat simpang-siurnya doktrin gereja yang kacau-balau, akhirnya saya di tengah liberalisme dan kharismatik menegakkan Reformed Injili sebagai jalan tengah, jalan yang paling stabil sesuai dengan kehendak Tuhan untuk menjelang abad ke-21. Gereja yang tidak mau jalan ini hari depannya suram. Kembali lagi beban saya adalah penginjilan. Sebagai penginjil yang dibebani begitu besar, saya menyelidiki Paulus, saya meraba ke dalam hati sedalam-dalamnya dari sanubari seorang hamba Tuhan yang namanya Paulus. Bagaimana dia mengabarkan Injil, apa yang mendorong dia? Apa yang menjadi sesuatu semangat yang tidak pernah mau berkompromi, tidak mau menaklukkan diri, tidak mau menyerahkan diri kepada musuh, sampai mati dipotong kepalanya tetap mengabarkan Injil? Inilah ayatnya.

Tahun 1977 sewaktu saya bersama ketiga saudara saya pergi ke Acropolis yang indah, saya minta waktu 15 menit untuk cepat-cepat lari mencari Areopagus, tempat Paulus berdiri mengabarkan Injil sambil berdebat dengan orang-orang Helenistis. Saya menemukan satu tempat yang tidak rapi berupa batu gundul karena sering dilewati banyak orang yang tidak bisa ditumbuhi oleh rumput. Lalu saya di situ mulai berdiri tenang dan lihat ke kanan dan kiri lalu saya mulai tunduk kepala dan berdoa, “Tuhan saya bersyukur kepada-Mu datang berdiri di tempat di mana Paulus berdiri 2000 tahun yang lalu. Sekarang berilah pengertian dan kesadaran padaku tentang apakah yang menjadi pemikiran sewaktu hamba-Mu Paulus mengabarkan Injil di sini.” Aeropagus adalah tempat di mana Paulus menyatakan kelebihan Injil di atas semua filsafat Gerika.

Setelah saya berdoa dengan hati yang begitu berbeban, dengan air mata dan berkata, “Tuhan sekarang saya sudah berada di sini, beri padaku pengertian dan kesadaran, dalam nama Tuhan Yesus, Amin.” Waktu saya buka mata saya melihat 200 meter di kanan saya nampaklah Parthenon, di situlah Athena disembah sujud sebagai dewi pembela dan pelindung di seluruh kota Athena. Dan di situ masih ada bangunan-bangunan dan pilarpilar
granit peninggalan 2000 tahun yang lalu. Begitu agung. Sewaktu saya melihat ke bawah dari Areopagus, saya melihat jalan-jalan kota Athena di mana Sokrates pernah berjalan-jalan di sana mengajar filsafat. Seolah-olah Sokrates tidak terlalu beragama dan orang-orang beragama tidak terlalu berfilsafat. Dan Paulus berdiri di tengah-tengah agama dan budaya dan filsafat dunia dengan menegakkan salib dan kebangkitan Yesus Kristus.

Saya dapat! Saya berkata, “Tuhan saya berterima kasih! Di tengah-tengah agama dan filsafat manusia, hamba-Mu di sini pernah berdebat untuk meninggikan Kristus yang mati dan bangkit.” Itulah penginjilan, itulah satu kemenangan. Sekarang saya mengerti. Saya cepat lari kembali dan bertemu lagi dengan ketiga saudara saya yang lain. Lalu kita pergi dari situ meneruskan perjalanan. Dan pengaruh dari inspirasi yang saya dapat pada tahun 1977 tidak pernah berhenti. Waktu saya bicara dalam satu kebaktian besar yang diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia, bahasa Gerika, bahasa Cantonese, bahasa Inggris, di kota Adeleide di Australia ada seorang yang menerjemahkan ke dalam bahasa Gerika setelah selesai dengar khotbah ia datang memeluk saya dan berkata, “Stephen, eventhough I’m a Greek, I never thought about that. I was many times there in Areopagus and I never got inspiration like that. Thank you for inspiring me again tonight. I know what is the meaning of evangelization.”

Saudara-saudara, mari kita pikirkan di sekitar kita, kota Jakarta. Adakah orang yang mencari bahagia? Banyak. Adakah orang yang mencari kebajikan? Banyak. Adalah orang yang berlindung di bawah agama, tetapi tidak mengerti apa-apa? Banyak. Adalah orang yang terus merenung di dalam filsafat, tetapi tidak dapat jawaban? Banyak. Inilah orang Helenistis modern. Saudara-saudara, mengapa Roh Kudus mengizinkan Paulus menuliskan kalimat ini, “Aku berhutang kepada orang Gerika, orang Helenis?” Karena ketiga macam tipe manusia ini dari zaman ke zaman tidak pernah tidak ada. Di masyarakat apa pun ada orang yang cari senang, senang, senang akhirnya berubah menjadi semacam kesenangan di dalam seks, di dalam melampiaskan nafsu birahi di night club, dalam homoseksualitas, dalam lesbianise dan semua perbuatan perzinahan. Pokoknya cari suka, cari senang, cari kebahagiaan. Mereka perlu apa? Injil!

Ada semacam orang mencari kebajikan-kebajikan, lalu merasa diri sudah cukup baik, sudah mengikuti segala macam tuntutan dari hati nurani, saya sudah cukup baik, tidak perlu Yesus! Mereka perlu apa? Mereka perlu Injil. Ada juga orang yang memikirkan filsafat-filsafat kebenaran yang mereka temukan tetapi mereka perlu Injil. Ada juga yang
berada di agama. Saudara-saudara, Tuhan ingin Paulus menulis ayat ini supaya setiap penginjil bukan hanya melayani satu lapisan, tetapi mengerti akan hal ini. Sejarah mencatat, 400 tahun setelah Kristus inkarnasi dalam dunia, yang paling sulit diinjili adalah orang Stoik. Stoik mempunyai pikiran yang begitu agung, mempunyai mental yang begitu kuat. Mereka mempunyai jangkauan kebajikan yang begitu tepat definisinya. Itu sebabnya, maka ajaran Stoik telah mempengaruhi lapisan yang paling tinggi dan yang paling rendah. Ajaran Stoik menjadi musuh penginjilan yang paling besar.

Pertama, Markus Aurelius, kaisar Romawi menjadi Stoik. Kedua, seorang budak yang ditawan musuh yang namanya Epitecus menjadi Stoik. Bukan saja demikian, seorang pujangga besar dari kerajaan Romawi yang bernama Seneca, yang begitu diselidiki oleh Yohanes Calvin sebelum ia menulis Institutes of Christian Religion, juga seorang Stoik. Berarti Stoik mempengaruhi kaisar sampai budak sampai pujangga, seluruh masyarakat mengakui itu kebenaran. Orang macam demikian di Tionghoa adalah orang Konfusius: saya tidak perlu Yesus, saya sudah baik, moral saya tinggi.

Saudara-saudara, di zaman ini saya mengajak saudara mengerti: jangan menjadi penginjil yang dangkal, jangan menjadi mahasiswa sekolah teologi yang asal tahu sedikit, hanya tahu teriak-teriak, teknik dan cara postur tubuh, lalu engkau menjadi hamba Tuhan. Itu omong kosong. Isilah pikiranmu, mengerti apa yang dipikirkan oleh manusia. Setelah mengertahui semua, engkau mempunyai keyakinan firman Tuhan tetap lebih tinggi daripada itu semua. Lalu engkau menjadi hamba Tuhan yang berkuasa, yang berbobot, yang bertanggung jawab! Yang memberikan berita yang sungguh-sungguh untuk membawa mereka kembali kepada Tuhan. Mungkin kesempatan dalam sejarah untuk menginjil di Indonesia tidak banyak lagi. Mari kita menghargai anugerah Tuhan yang diberikan kepada kita. Setelah saya mati mungkin engkau baru ingat bahwa itulah kesempatan-kesempatan yang sudah Tuhan karuniakan kepada kita. Mari kita tidak memboroskan, mari kita tidak menginjak-injak semua anugerah Tuhan yang Tuhan berikan kepada kita. Biarlah kita dalam 5 tahun ini melalui program penginjilan yang bertahap membawa Jakarta kembali memikirkan bahwa tidak ada jalan lain kecuali Yesus Kristus. Maukah engkau mengabdikan diri, mempersiapkan diri, ikut terjun dalam penginjilan yang bermutu, dipanggil oleh Tuhan menjadi hamba Tuhan seperti Paulus?

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber: Majalah MOMENTUM No. 50 – Desember 2002

 

Sumber : https://www.reocities.com/thisisreformed/artikel/hutanginjil.pdf