Firman : Yohanes  8 : 44 – 47

Di sini terdapat banyak kalimat-kalimat paling keras, yang pernah Yesus katakan pada orang Yahudi. Menimbulkan konfrontasi yang sangat hebat antara Anak Allah; pribadi kedua yang Bapa kirim ke dunia dengan mereka yang mengaku diri kaum pilihan Allah. Karena orang Yahudi menganggap diri adalah bangsa superior, satu-satunya bangsa yang punya Taurat, yang Allah pilih jadi umatNya. Tapi Yesus Kristus secara blak-blakan mengatakan: “kamu bukan anak-anak Allah. Karena bapamu adalah iblis”. Siapa yang bisa tahan terhadap kalimat yang begitu menghina bangsanya? Mengapa Yesus berlaku begitu tidak sopan, membongkar habis kebobrokan mereka? Karena Dia tahu, agama telah mereka jadikan sebagai kedok guna menutupi dosa-doa mereka, ketidak-berimanan dan kekurang-hortannya pada Tuhan, membuat mereka tidak bertobat dengan sungguh-sungguh. “Jika bapamu adalah Abraham, kamu pasti datang padaKu; percaya padaKu”. Karena bapamu sangat mengharapkan dan menantikan hari kedatanganKu. Mengapa kamu yang mengaku diri keturunan Abraham, justru melawanKu, menolakKu, bahkan berniat membunuhKu? Bukankah itu menandakan, bahwa kamu bukan anak-anak Abraham? Kalau kamu adalah anak-anak Abraham, pasti kamu beriman padaKu, mendengar firmanKu. Tapi faktanya, karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya padaKu (ay.45), berniat membunuhKu. Mungkinkah anak-anak Allah berkelakuan seperti itu?

Ingat, Yesus bukan dibunuh oleh orang Ateis atau orang Komunis, melainkan dibunuh oleh orang Yahudi yang mengklaim diri umat Allah. Itulah yang kita saksikan di akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, orang yang paling berani membunuh adalah orang beragama. Mereka berjihad demi nama Allah, dan mengalirkan darah orang tanpa hati nurani; more evil than those were atheists. Apa gunanya seorang beragama, jika dia hanya memperalat agama sebagai kedok, untuk menutupi dosa dan kejahatan mereka. Hal itu bukan hanya berlaku pada orang beragama lain, juga bagi orang Kristen yang tak punya Kristus, tak takut pada Tuhan. Mereka juga berani peralat kekristenan sebagai jubah guna menutupi dosa-dosa mereka yang sangat keji, sangat tak adil, sangat merusak masyarakat. Sehingga ada banyak orang yang saat di gereja, memuji Tuhan dengan suara lantang, tapi saat berbisnis, meraup uang orang dengan cara yang sangat licik dan sangat kotor. Juga ada banyak orang yang saat di gereja, berseru: Tuhan, Tuhan, tapi di luar sana, mereka pergi berzinah; berselingkuh, dan masih berani mempersalahkan nyonyanya yang setia menantinya di rumah. Apa gunanya kau mengaku diri Kristen, datang beribadah setiap hari Minggu, tapi hidupmu tak sungguh-sungguh berpaling pada Tuhan? Kau cinta Yesus sekaligus juga benci Yesus. Apa maksudnya? Kau cinta Yesus yang memberimu berkat, yang menyembuhkanmu, yang menggadakan sepuluh kali lipat akan persembahanmu: kau memberi satu juta, Dia mengembalikan sepuluh juta. Itulah “Yesus”nya orang Karismatik. Itu bukan ajaran firman Tuhan, tapi penipuan dari setan yang mengenakan jubah pendeta, menjadikanmu orang Kristen yang tidak bertanggungjawab dan merusak gereja.

Saya akan terus menerus membongkar, mengikis habis semua khotbah-khotbah yang memalsukan nama Yesus. Tentu, kalau Tuhan mengizinkanmu kaya, punya kedudukan tinggi, itu sah, sah saja. Bukankah Salomo, Daud, Abraham….. adalah orang-orang yang kaya. Tapi bukan meraup kakayaan dengan cara menipu, menindas orang miskin, dengan siasat-siasat yang licik. Apalagi kalau mendapatkannya dari iblis lewat twist the Bible: kalau kau jadi Kristen, kau akan jadi kaya. Kau akan jadi kaki-tangan setan dalam hal merusak kekristenan. Jadi, adalah lebih baik kalau orang-orang yang berani memalsukan diri sebagai hamba Tuhan, padahal sesungguhnya lebih cinta uang ketimbang kebenaran itu tak lagi naik mimbar. Dan jangan berpikir, karena aku sudah sekolah teologi, maka aku boleh berkhotbah. Padahal khotbahnya hanya keluar dari mulut, tapi hatinya, pikirannya, tangannya, kakinya; seluruh tubuhmu jadi Bait Allah, bukan menjalankan kehendak Tuhan. Orang seperti itu sebaiknya tidak berkhotbah. Saya semakin tua justru semakin berniat melakukan setiap kalimat yang saya katakan. Sehingga khotbah saya bukan lagi merupakan teori yang muluk-muluk, bukan memamerkan kepiawaian saya berkhotbah, pengertian Alkitab yang limpah. Bolehkah kita berlaku dualisme: waktu berkhotbah atau bersaksi bagai malaikat. Tapi waktu di tengah masyarakat, hidup kita bagai setan? Orang Israel cinta akan Mesias. Mesias yang seperti apa?

Mesias militer yang dapat membebaskan mereka dari tangan orang Romawi, Mesias patriotis yang cinta bangsa, Mesias yang membangun kembali Kerajaan Israel. Bukan Mesias yang dipaku di atas kayu salib, yang mati menggantikan kita menanggung hukuman dosa. Jadi, mereka menghendaki dan mencintai Mesias, sekaligus juga membenci Mesias. Sekarang juga sama, ada banyak orang Kristen yang sambil cinta Yesus, sambil benci Yesus. Apa maksudnya? Mereka cinta Yesus yang memberi berkat, tapi benci Yesus yang menegur. Maka tak heran, ada banyak orang yang cinta Stephen Tong, karena khotbahnya enak, tapi juga ada banyak yang benci dia, karena dia menegur dosa mereka. Kata Yesus: hai orang Yahudi, jika sekiranya kamu ini anak-anak Abraham, tentu kamu datang padaKu. Bukan malah berniat membunuhKu. Hal yang membuktikan bahwa kamu bukan anak-anak Abraham. Sahut mereka: kami adalah anak-anak Abraham. Kata Yesus: bukan! Bapamu bukan Abraham, tapi iblis. Begitu kalimat itu terlontar dari mulut Yesus, tak ada seorang Yahudi yang dapat menerima penghinaan seperti itu.

Itulah yang membuat mereka semakin berketetapan untuk membunuh Dia. Kata Yesus: “iblis adalah bapa semua pembunuh dan semua pendusta. Dia berdosa atas kehendaknya sendiri”. Di zaman Reformasi, Katholik menyerang para Reformator dengan kalimat-kalimat yang sangat sinis. Karena orang Kristen Calvinist; Reformed theology believe the doctrine of predestination. So Catholic accused them: you have made God the cause and the source of evil; karena menurut kalian, Allah-lah yang menetapkan segalanya, bukankah dengan itu kau menjadikan Allah sebagai penyebab; sumber kejahaatan? Tapi Philip Melanchthon used this verse: setan berdosa atas kehendaknya sendiri to answer the acussation of the Catholicism. Menegaskan bahwa Allah tak pernah jadi sumber atau penyebab dari kejahatan. Dan Allah juga tidak menciptakan setan. God created the arch-angel, to whom God gave the freedom to rebel. And because of his rebellion, he was accused and cast out from heaven, then become setan. Begitu juga saat Allah mencipta manusia, Dia memberinya kebebasan. Yang harus kita hargai, bukan kita salah-gunakan, menjadikan kita kurang ajar, berani memberontak padaNya. Karena saat kita memberontak pada Tuhan, kita juga dijuluki setan. Istilah yang mempunyai arti: perintang, penentang rencana Allah. Sejak malaikat itu menjadi setan, dia mulai melakukan hal yang jahat: berdusta, membunuh. Bahkan menularkan hal yang jahat itu pada orang-orang yang sama dengannya: membangkang pada Tuhan. Itu sebab kata Yesus Kristus: “hai orang Yahudi, kalian menipu; berdusta, tak percaya akan kebenaran, bahkan ingin membunuhKu. Semua itu menandakan bahwa bapa kalian adalah iblis. Maka you do not want to accept; you reject the truth that I talk to you. Because the spirit within you is the spirit of deception, the spirit of murder. The spirit, that comes from setan. Yang dari awal adalah pembunuh, pendusta. Dan statemen berikutnya: setan berdusta; berdosa atas kehendaknya sendiri. Menegaskan, there is no sin comes from my God, so God is not the source of sin. All sins comes from self. Karena setiap manusia yang Tuhan cipta menurut peta teladanNya, maka manusia mempunyai “diri”, yang lebih dikenal dengan pribadi, sebagai satu entitas yang kekal, yang dapat memberikan respon pada Tuhan. Dan saat “diri” di luar diri Allah, “diri” yang Allah cipta ini do not want to to unite with God; melepaskan diri dari Allah, dia akan jadi: “diri” yang tak punya kebenaran. Karena Allah adalah dirinya kebenaran. “diri” yang tak punya keadilan, karena Allah adalah dirinya keadilan. “diri” yang tak punya kasih. Karena Allah itu kasih adanya. God is love, God is holiness, God is righteouseness. So when you departed from Him, you will become unholiness, tidak benar dan tidak punya kasih. Karena “diri” itu berperan jadi allah kecil, yang melawan Allah sejati. Padahal “diri” yang Allah cipta should respond to God. So a man is not what he thinks, what he acts, what he feels, what he behaves. A man is what he reacts before God. Saat setan bersandar pada “diri”, dia jadi sumber kejahatan, sumber dusta, sumber membunuh (ay. 44). Maka Philip Melanchthon memakai ayat itu untuk memberi jawab atas tuduhan orang Kahtolik terhadap Protestan dan teologi Reformed: menjadikan Allah sebagai penyebab dan sumber dosa. Karena sesungguhnya, God is not the source nor the cause of evil. But setan is.

Dan Yesus yang Allah kirim berkata pada orang Yahudi: kamu ingin membunuh Aku, itu adalah bukti sia-sia saja kamu beragama. Karena kamu menolak firmanKu. Saat seorang tidak mau menerima firman Tuhan, dia akan jadi orang yang jahat. Saat seorang meremehkan semua perkataan yang keluar dari mulut Tuhan Yesus, dia akan jadi orang yang berpihak pada setan. Maka celakalah orang yang semakin beragama semakin munafik, semakin kurang ajar, semakin penuh tipu-muslihat. Masih ingatkah kau, saat kau baru menjadi orang Kristen, saat kau belum jadi majelis, kau begitu rendah hati. Tapi mengapa setelah kau jadi majelis mulai merajarela, setelah jadi hamba Tuhan berani berbuat semaumu? Karena pengertian agamamu yang tak benar, menjauhkanmu dari Allah, merasa diri hebat, sampai-sampai berani menjadikan diri sebagai allah kecil. Padahal pengetahuan teologi yang tinggi, tak menjamin kerohaniannya juga tinggi. Maka pengertian yang kau dapat dari mendengar khotbah, tak bisa dijadikan ukuran dari rohanimu. Karena sesungguhnya, saya sangat kecewa terhadap zaman ini. Karena tak ada satu khotbah saya yang saya curi dari orang lain, bahkan tak ada yang mengutipnya dari satu buku. Kalaupun saya mengutip kalimat seseorang, tentu sudah saya cerna sampai tuntas dan membandingkannya dengan firman Tuhan. Tapi ada banyak orang yang sepertinya begitu rindu, begitu rajin datang ke kebaktian saya, bukan karena punya penuntutan rohani, hanya ingin mencuri khotbah saya untuk dia putar-balikkan di khotbahnya. Jadi, celakalah orang yang memperalat Tuhan, bukan mau menjalankan dan menaati firman Tuhan. Sama seperti orang-orang Yahudi di zaman Yesus, mereka mengerti Taurat, menghafal P.L., tapi membenci bahkan ingin membunuh Yesus. Itulah yang membuat Dia geleng-geleng kepala sambil mengatakan: “Karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepadaKu? Siapakah diantaramu yang dapat menunjukkan dosaKu?” Dia mengemukakan satu tantangan yang paling berani di sepanjang sejarah. No one give such challenge to the people, who oppose him to point out His sin. No one can say, no one ever say, no one dare to say, no one have the qualification to say like that. Musapun tak pernah mengatakan: “siapa berani menunjukkan dosaku?” Karena sebelum dia mengajar orang: “jangan membunuh”, dia pernah membunuh. Kongfuzu hanya mengatakan: su neng wu guo, guo er neng gai, shan mo da yan; siapa yang bisa tak berdosa? Kalau seorang tahu dosanya dan bisa memperbaiki hidupnya, tak ada kebajikan yang lebih tinggi hal itu. Jadi, baik Sakyamuni, Mohammad, Kongfuzu, Socrates… tahu, dirinya pernah berdosa. Maka tak ada seorangpun di dalam sejarah pernah, bisa, berani dan cukup syarat menantang orang: who can point out his sin. Yesus Kristus memberi tantangan yang begitu tajam, guna merangsang pikiran manusia, menyadari bahwa Dia adalah Allah; tak ada kemungkinan lain. Karena Yesus bukan hanya sekedar pendiri agama, orang suci atau nabi. Karena sesungguhnya, Dia adalah Allah.

C.S. Lewis menyimpulkan: mengapa Yesus berani mengajukan tantangan yang begitu berani, apa karena Dia itu tak waras, sombong, penipu, penderita sycsophrenia atau kerasukan setan…? Bukan! Karena kalau Dia sakit jiwa, mana mungkin Doa Bapa Kami yang Dia ajarkan punya susunan kalimat dan struktur yang begitu teliti? Dia juga bukan penipu, karena hanya di Injil Yohanes statemen “dengan sesungguh-sungguhnya Aku berkata kepadamu….” Dia ucapkan dua puluh lima kali, menandakan Dia jujur, sungguh-sungguh. Dan Dia hanya mengungkapkan satu fakta: I am the thruth. Nothing else. Masakan orang yang bernama Stephen Tong tak boleh mengatakan: I am Stephen Tong? Begitu juga Yesus, mengapa Dia yang adalah kebenaran tak boleh mengklaim diriNya adalah kebenaran? Jika kau menganggap Dia tidak berhak mengklaim diriNya adalah kebenaran, itu berarti kau menyejajarkan Dia sama dengan semua orang yang tak punya jalan, kebenaran dan hidup. When a person honestly confess His own identity, why do you think that he is proud? Bukankah seharusnya kau berpikir dengan tenang, mengapa Dia bisa mencapai standar itu. Karena the only possibility is He is God. Maka tanya C.S. Lewis, if Jesus is not God, then who is He? This is an offensive apologetic, cause us to rethink about our wrong thinking. Kita selalu berpikir: Yesus adalah ini, itu… semau kita. Karena kita menjadikan diri sebagai pusat, dan menginginkan Yesus, Tuhan melakukan hal-hal yang sesuai dengan pikiran kita. We try to use our polluted, created, and limited idea to judge God. Rathen than open our mind to accept the fact, that God reveal Himself in Jesus Christ, who is the subjectivity of truth in person. Kata Yesus: “siapa diantara kamu yang dapat menunjukkan dosaKu?” Inilah tantangan moral tertinggi di sepanjang sejarah dari Adam sampai Kristus datang kembali. Tak pernah mungkin ada orang yang bisa dan yang berani mengemukakan tantangan seperti itu. Jika saya berani mengemukakan tantangan itu, pasti akan ada banyak orang yang membongkar dosa saya. Apalagi kalau saya mengemukakan tantangan itu pada dua jenis orang:

  1. Orang yang setiap hari hidup bersamaku. Misalnya, isteri saya yang setiap hari; dari pagi sampai malam melihat diri saya, mana mungkin saya menyembunyikan kekurangan saya darinya?
  2. Orang yang memusuhi saya. Mereka pasti tahu sepak-terjang kita, kelemahan kita. Jadi, orang yang terdekat dan orang yang memusuhimu gampang sekali menemukan kesalahanmu. Tapi Yesus Kristus, justru mengajukan tantangan itu pada: dua belas orang muridNya yang setiap hari menyaksikan tingkah-lakuNya, tutur-kataNya. Dan pada pesuruh-pesuruh orang Yahudi yang sudah menerima uang untuk menangkap Dia.

Waktu saya membaca Kitab Suci, khususnya ayat-ayat seperti ini, saya tahu, hanya sang kebenaran berani mengajukan tantangan setajam ini. Dan faktanya, tantangan yang Yesus ajukan dua ribu tahun silam, sampai hari ini, tak ada seorangpun yang dapat menjawabnya. Mengapa kalau seorang disuruh mencari kesalahan Mohammad, Kongfuzu, Musa, Socrates…. tentu akan menemukan banyak? Tapi waktu disuruh mencari kesalahan Yesus Kristus: Nihil; tak ada orang dapat menemukan barang satu cacat di dalam diriNya. Karena Dia adalah Anak Allah, the holy one from God, Who incarnated in human form, with human flesh and human blood, live among us, and bring down the abudance truth from heaven to human being. Dialah Immanuel; God be with us. Why did you not realized that His is God and want to kill Him? You are crazy, you are the sons of setan, you are unbeliever. Because you do not accept Him; the incarnated truth as your personal Savior. Your spiritual eyes are blind, tak mengenal bahwa Yesus adalah Anak Allah yang kudus, sumber kekudusan. Ingatkah kau akan nubuat yang Gabriel katakan pada Maria: the Son, you are going to give birth will be called the holy One of God. Istilah the holy One of God sering muncul di bagian kedua dari kitab Yesaya: Yes.40-66, the holy One of God, the only holy comes down from God to earth. Yesaya melukiskan Serafim terbang mengelilingi tahta Tuhan sambil sahut-menyahut: “kudus, kudus, kudus” yang mereka tujukan pada Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Karena Bapa, Anak, Roh Kudus, ketiganya suci adanya. Tapi yang satu itu: the only holy One of God; Allah Anak turun ke bumi, dan sang kudus itulah yang berkata: “siapakah diantara kamu bisa menunjukkan dosaKu?”

Saya bersyukur kepada Tuhan, setiap kali saya membahas ayat ini, bulu kuduk saya berdiri, bagai berdiri di hadapan Allah yang kudus. Tetapi mengapa mereka bukan saja tak mengenal Dia, bahkan ingin membunuh Dia? Itulah manusia, tak suka ditegur dosanya, disinggung kesalahannya, disakiti perasaannya. Lalu mengapa Yesus Kristus malah membongkar dosa mereka? Karena Dia itu suci, tak berdosa. Itu sebab, setiap orang yang percaya Yesus, harus meninggalkan dosa-dosanya, menerima sang kudus sebagai Tuhan yang berdaulat atas hidupnya. Betapa bodohnya orang yang menolak teguran Tuhan, membenci Dia; sang kudus yang diam di tengah-tengah kita. Setelah mendengar tantangan Yesus, adakah mereka bertobat? Tidak. Malah menuding Dia dirasuk setan. Mengapa begitu? Karena Dia tak sama denganku. Manusia itu aneh, saat dia menemukan orang lain tak sama dengan dirinya, selalu menganggap diri beres – orang lain aneh. Mengapa orang lain harus sama denganmu? Seorang kawan pernah berkunjung ke rumah saya, dia mengatakan satu statemen yang sangat mengejutkan saya: “mengapa di rumahmu ada banyak sikat gigi?” “karena di sini ada banyak orang” “heran, di rumah saya hanya ada satu sikat gigi; papa-mama, adik… semua orang menyikat gigi dengan sikat gigi itu” “aneh, ya, mengapa ada keluargamu hanya memakai satu sikat gigi” — dia menganggap saya aneh, saya juga menganggap dia aneh. Karena memang, saat kau memandang orang lain aneh, orang lain juga memandangmu aneh.

Sama dengan orang Yahudi, mereka memandang Yesus aneh – Yesus juga memandang mereka aneh. Mengapa kita harus terkurung, terlimitasi oleh limitasi diri, tak mau melihat sesuatu yang berbeda? Saya suka mendengar pendapat orang yang berbeda. Karena pendapat yang berbeda dapat merangsang saya untuk mengaji ulang, apakah perkataanku benar; apa hal yang selama ini ku anggap benar memang betul-betul benar? Mungkin ada banyak hal yang kita rasa benar, ternyata tidak benar. Dan yang dapat betul-betul menyatakan ketidak-benaran kita adalah: kebenaran.

Yesus adalah kebenaran, maka Dia mengatakan kebenaran. Tapi orang Yahudi memandang Dia tak waras; kerasukan setan? Mengapa? Karena tidak ada orang Yahudi yang seperti Dia. Mereka punya Taurat Musa… mereka mengikat diri di dalam limitasi; subyektifitas yang keliru, tapi tak menyadarinya. Bahkan masih menganggap Yesus aneh: kata-kataNya bertentangan dengan tradisi kami, bahkan berani menuding kami ini anak setan. Pasti karena Dia sudah kerasukan setan. Jadi, Yesus menuding mereka: anak-anak iblis, mereka menuding Yesus: dirasuk setan.

Gereja sekarang juga seperti ini, bukan? Saat saya mengatakan: “ajaran ini sesat”, mereka akan menyahut: “Stephen Tong yang sesat” “Saya tak mau berdebat, mari Kita kembali ke Alkitab, teliti setiap ayatnya. Itu sebab, mengapa khotbah di GRII Pusat membahas ayat per ayat; tak ada ayat yang dilewatkan, membahas dengan penuh tanggungjawab. Mengapa gereja lain tak begitu, mereka minggu ini khotbah ini, minggu depan khotbah itu?

  1. Karena mereka hanya memilih ayat-ayat yang enak didengar, tak mau menafsirkan ayat per satu ayat.
  2. Karena mereka takut membahas ayat-ayat yang menuding dosa diri mereka sendiri. Tapi kalian masih menuding saya sesat.

Coba beritahu saya, sesatnya dimana? ayat mana yang saya salah tafsirkan”. Saya berani menantang semua ajaran Karismatik, Liberal, heresy; cults…, baik Saksi Yehovah, Mormon, Advent, Protestan… yang pengajarannya tidak bertanggungjawab, menyimpang dari ajaran Kitab Suci. Karena firman Tuhan kait mengait satu dengan yang lain, terbentuk jadi kebenaran Tuhan yang utuh, yang tak dapat lepas. Itu sebab, saya mengajar kau dengan penuh tanggungjawab, karena yang kita pelajari adalah firman Tuhan, harus dimengerti secara tuntas, komprihensif dan konsisten. Kiranya Tuhan memberkati kita, mengerti intisari setiap khotbah. Bukan untuk dikhotbahkan lagi, agar kau terlihat hebat. Tapi biar kita memakai pengertian yang kita dapat untuk mengoreksi diri, menuntun kita kembali pada kebenaran Tuhan, amin?

Ringkasan Khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong

Diambil dari : https://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/jakarta/MRI1105.pdf