Nats : Yoh. 8 : 48  – 59

Yohanes 8  adalah  satu pasal yang paling agung, paling paradoks dan paling sulit dimengerti.  Di sini juga  terdapat  ketegangan agama yang  sangat serius dan  belum  pernah  ada di  segala zaman,  sampai  orang Yahudi  menetapkan  harus memakukan Dia diatas kayu salib.  Karena  Yesus mengutarakan  kebenaran, tapi tanggapan  pendengar : Kau  memarahi  kami,  menyinggung  perasaan  kami.  Kesalah-tanggapan seperti itu  memang  sering  terjadi  di dalam  hidup manusia.

Satu  pertanyaan  yang  sangat  serius,  yang  saya  pikirkan  terus   sejak tiga puluh lima tahun  silam:  mengapa  seorang  non  Kristen mendengar teguran  dosa  mau bertobat. Tapi  saat  sudah  lama  jadi  seorang Kristen,  apalagi  sudah jadi  majelis,  waktu mendengar  hamba Tuhan menegur  dosanya,  dia  marah,  bahkan  ada  yang marah besar?  Akhirnya  saya menemukan:  saat  injil  diberitakan,  Roh Kudus  bekerja, membuat  orang  merasakan  teguran  dosa.   Meski  awalnya dia tak senang,  tapi  kuasa Tuhan jauh lebih besar  dari  penolakkannya  dan  bertobat.  Tapi  setelah  jadi  orang Kristen, yang  dia terus menerus  tuntut adalah  anugerahNya, suka dipuji  –  tak suka ditegur.  Maka  saat dia  mendengar  teguran  dosa,  bukan  berpikir  obyektif: benarkah aku  telah berdosa?  malah marah.  Itu sebab, mari kita  berpaling  pada Tuhan dengan jujur  dan  berkata: “Tuhan,  waktu  ku  mendengar  firmanMu,  baik yang  enak didengar atau yang  tak enak didengar,  tolongku mau menerimanya, dan  mengoreksi diri dengan hati yang taat, amin?

Sebenarnya,  Yesus  bukan  mau  menyinggung  orang Yahudi, Dia hanya memaparkan  fakta:  “Aku  berasal dari Allah;  Aku  ini  Anak Allah. Sama  seperti BapaKu bekerja sampai hari, Aku  juga bekerja”.  Tapi  orang Yahudi  malah  merasa tersinggung ,  terhina  dan jengkel  terhadapNya. Bahkan  semakin  mendengar  Dia  berkata-kata,  rasa jengkel  semakin kuat,  sampai  akhirnya menuding Dia  dengan  sangat  kurang-ajar:  “Kau  orang Samaria”.  Sebutan  yang  biasa  mereka pakai  untuk  ditujukan  pada  orang-orang  bukan keturunan  Yahudi  tulen.  Karena  orang tuanya  menikah dengan bangsa kafir  – melawan perintah Tuhan  dan  dipandang  murtad.  Orang Israel  bahkan  tak mau menginjakkan kakinya di daerah  Samaria.  Jadi,  kalau  mereka  harus  bepergian  ke  daerah  Galilea, memilih  untuk  putar  jalan, menambah waktu  tempuh  perjalanan  +  lima jam.  Jadi,  waktu  mereka  menuding Yesus: “Kau orang  Samaria”  berarti  mereka menuding  Dia  bukan orang Yahudi  tulen;  bukan  umat pilihan Tuhan.  Bukan  hanya  itu,  mereka  juga menuding  Yesus: “….kerasukan setan”?  Bisa  dibayangkan, apa  jadinya kalau orang mengatai  kita  “kerasukan  setan”.  Tentu  kita  langsung  menimpali:  “kau  yang kerasukan setan”  dengan  sangat  marah,  bukan?

Tapi  Yesus Kristus,  luar biasa  sekali,  meski  dikatai Dia:  “Kau kerasukan setan”. JawabNya:  “Aku tidak kerasukan setan”  —memaparkan fakta. Tetapi  memang, saat  fakta  dibongkar, kadang-kadang  ada  orang  yang merasa  terluka  hatinya.  Mengapa  mereka  merasa  Yesus melukai perasaan mereka? Karena mereka  bukan menyembah Allah, melainkan menyembah  perasaan diri sendiri.

Maaf, pagi  ini,  saya tergerak  untuk  mengatakan:  mungkin Allahmu bukan BapaNya  Tuhan Yesus,  melainkan  anakmu. Banyak  isteri  pendeta  yang sebelum punya anak, sangat  cinta Tuhan. Tapi  setelah  punya anak,  sibuk mengurus anak,  sampai-sampai  tak pernah ikut kebaktian doa.  Karena  ada  banyak  dari  antara  mereka  yang menjadikan anaknya sebagai tuhan, maka  mereka tidak  lagi  melayani Tuhan, tapi tetap mengambil honor  dari gereja.  Apakah  mendengar  ini  kau  juga  merasa  tersinggung?  Tapi  tolong  beritahu  saya, ada berapa  orang  isteri pendeta yang  masih ikut kebaktian doa,  membezuk  —  melayani  di  tengah  kesibukan rumah tangganya?  Ada  banyak  pria  yang  setelah  punya  anak,  tak  lagi  mau jadi majelis;  melayani.  Sampai  kapan?  Sesudah  usia 60 tahun;  sudah  tua,  waktu  semua anak  sudah menikah  baru berkata:  “aku  mau  melayani  Tuhan  lagi”  —  cuti panjang  dan  tidak tanggung-tanggung:  tiga puluh lima tahun.  Maka di  banyak gereja, kurang  sekali  orang muda dan  orang  dewasa yang  cakap  melayani.  Pelayanan didominasi  oleh  anak-anak  dan  para  pensiunan.

Lalu kemanakah yang lain? Sibuk:  mencari uang,  mengurus anak…  Kalau begitu,  who is your God: is it  your  baby, your money, your business, your  second hidden wife…?  Meski di hari  Minggu  kau  tetap ke gereja, tapi  sesungguhnya,  kau punya  tuhan-tuhan lain di  hatimu.  Diantaranya  yang  paling menakutkan  adalah:  kau  menjadikan gengsimu,  perasaanmu  sebagai  tuhanmu. Sehingga  waktu  orang menyinggung kesalahanmu, kau  marah,  merasa  dihina, dilukai  dan  membenci  orang  itu.  Bukan  tak mau  mengampuninya,  bahkan  menebar perlakuan  orang  itu padamu ke mana-mana,  membuat  orang lain ikut membenci dia. Mengapa  begitu? Karena  kau  memandang  dia  sebagai  musuhmu.  Dan  mengapa  kau  tak  dapat  bertobat? Karena  kau  punya  tuhan  yang  kedua:  gengsimu, perasaanmu, dignitasmu, kehormatanmu…  Dengan  kata  lain, saat tuhan kedua;  tuhan palsu  itu  telah menggeser posisi dari Tuhan yang  sejati  di hatimu, kerohanianmu  tak  akan  bisa  maju. Meski  kau  banyak  ikut  kebaktian,  seminar yang  cukup dalam. Sampai kapan kau akan  berlaku seperti  ini?

Saya sudah jadi contoh bagimu. Lima belas tahun  silam,  seorang  pendeta Indonesia,  tujuh kali  mencaci-maki saya di internet.  Pak Mohtar Riady  menelpon saya: “pak  Tong, tahukah kau,  pendeta anu  di Belanda, mencaci-maki, menghina,  menfitnahmu  di internet?” “tak tahu.  Dulu, ada juga  pendeta  GKI yang menulis makalah, mencaci-maki  saya di harian Kompas. Saya juga  tak tahu.  Karena saya tak suka membaca  tulisan seperti itu”  “apakah  pak Tong  mau menjawab  dia?” “tidak” “mengapa?” “I have no obligation  to defend a man, who  called  Stephen Tong.  I  am  not called to defend for  my  own glory, but  to  preach the Gospel”  “kalau begitu, biar  kami saja  yang menulis makalah mendebat  dia” “tak perlu!”.  +  delapan  tahun  silam,  ada  seorang Penatua minta  saya mentahbiskan dia jadi  pendeta. Saya  menolak,  karena  dia  hanya  mengikuti beberapa mata kuliah di  Reformed  Institut  di  New York. Dan dia  marah.  Lalu  mencuri  istilah  Momentum  (bahasa Mandarin) yang  biasa  STEMI  pakai  untuk  menulis di  internet,  menfitnah  saya.  Salah satunya:  waktu  pak Tong  makan siang  di Italia,  dia marah. Karena honor yang diberikan padanya terlalu  kecil.  Padahal, di sepanjang  pelayanan  saya  tak  pernah bicara  soal  honor.  Berita bohong itu menyebarkan di  Tiongkok.  Karena  setan tahu,  di  sana  terdapat  pendengar  khotbah  saya  yang  terbanyak.  Maka  dia menyuruh  orang  itu menyerang saya.  Membuat  orang-orang di  Tiongkok,  yang  setiap  bulan membaca tulisan  seperti  itu  mulai berpikir: mengapa  Stephen Tong  terus   berdiam  diri,  mungkin  perangainya  memang seperti  yang  dikatakan  orang  itu  —mulai curiga terhadap saya.

Tapi karena faktanya,  KKR saya di mana-mana tempat diberkati Tuhan.  Maka  ingatlah  selalu:  apa  yang Tuhan beri tak  mungkin dirampas oleh  siapapunDan  orang yang dilukai, tak mungkin tak disembuhkan  olehNya.  Dan  akhirnya, mereka yang tadinya  mulai  percaya akan tulisannya  malah balik  menyerang dia: kami tak percaya  tulisanmu,  karena  kalau  Stephen Tong  memang  seperti  yang kau  katakan,  mana  mungkin  dia  jadi  berkat  bagi banyak  orang?  Pada  waktu orang melaporkan  semua  ini  pada saya, saya hanya tersenyum sambil  berkata:  doakan  dia, supaya dia tahan uji,  jangan  jatuh di dalam dosa. Mengapa  saya  tak  menanggapi? my emotion, my feeling, my dignity, my face is not my god.

Kalau  orang  salah  menuduh  kita, biar  dia  yang  menanggung dosanya.  Kalau  orang  menfitnah, biar Tuhan  yang menyatakan pembelaanNya.  Kalau  orang  melukai hati kita, biar  Tuhan  yang  menilik. Biar  kita belajar, jangan menjadikan  anak  kita, perasaan kita, usaha  kita…  sebagai allah.  Karena itu  adalah  penyembahan berhala. Saya bersyukur  pada Tuhan  untuk  orang-orang  di  Papua,  mereka tak  menjadikan cuaca  sebagai  allah.  Meski turun  hujan, tetap mendengar khotbah.  Kita bersyukur pada Tuhan,  saat  Yesus dituding:  “Kau orang Samaria”  “Kau kerasukan setan”, Dia  tidak marah ,  melainkan  memberi  jawab  dengan sangat  sopan dan sangat  tegas,  juga  tidak  menarik kembali perkataanNya,  hanya  karena  kecaman mereka.

Setengah tahun lalu, di  Singapore  terjadi  dua  kali,  pendeta menyerang  agama Budha dengan sembarangan,  diadukan  ke  pengadilan.  Dan ternyata,  apa yang mereka  katakan tentang Budha  tidak benar. Maka  pemerintah menyuruh  mereka  minta maaf  di  surat kabar,  pada  semua  orang  beragama  Budha  di Singapore.  Kalau  sudah  seperti  itu,  siapa  yang dapat  memberitakan  injil  pada orang Budha?  Begitu  juga  dengan  Katholik  di Amerika, karena  diantara empat puluh ribu  orang  Pastor,  terdapat lima ratus sembilan belas  orang  yang  yang pernah  memperkosa anak  laki-laki.  Awalnya  pimpinan Katholik menemui  orang tua anak-anak itu,  minta mereka tak memperkarakan hal ini dan memberi  uang tutup mulut, lalu memindahkan  Pastor itu  ke kota lain.    Bukan  memecat, menghukum dan  mengekskomunikasi dia.  Ironis,  bukan?  Katholik mengekskomunikasi  Martin  Luther, tapi tak mengekskomunikasi Pastor-Pastor yang berzinah.  Dan  puluhan  tahun kemudian, saat  anak-anak  yang  pernah  diperkosa  itu  sudah dewasa,  dan  orang tua  mereka  sudah meninggal  dunia,   satu per  satu  mengangkat  kembali  perkara itu.  Bahkan  ada yang  mengadukan  perkara itu  ke pengadilan,  membuat Katholik harus menjual banyak properti guna  membayar ganti-rugi yang  pengadilan  tuntut.  Dan  Paus  harus  mengakui,  memang  ada Pastor-Pastor  yang  salah, dan  minta  maaf.  Membuat orang  di  seluruh dunia mulai menghina  Katholik  dan  Pastor.  Begitu  juga  pemimpin Karismatik  yang  gembar-gembor:  percaya Tuhan  Yesus, kau akan jadi kaya, sukses, lancar, semua penyakit  akan  sembuh. Menarik  ribuan orang egois masuk  ke  gereja.  Tapi  kemudian,  baru  ketahuan  pendetanya mengambil  uang  perpuluhan, melacur  dan  keluarganya  berantakan.

Mengundang  ribuan juta  orang  menghina  kekristenan. Semua itu  adalah cara setan untuk  meremukkan kekristenan.  Saat  seorang  Pastor  yang tidak beres,  mereka  memindahkannya  ke  kota lain.  Kalau  dia mengulang,  dipindahkan  lagi. Ada Pastor yang  sudah  dipindahkan  sampai tujuh, delapan kali  dan  terus  mengulang  perbuatan  bejad  itu.  Maka  setan zinah mengikuti  dia  ke mana-mana tempat, memberinya  kesempatan menemukan  anak  laki-laki yang  dapat  dia permainkan.  Bisa bayangkan  tidak, pendeta  yang  seharusnya  berseru:  “bertobatlah  kamu, agar Tuhan mengampuni dosamu”  itu harus  mengatakan:  “maafkan  saya, karena saya  telah berbuat salah”.  Bukankah hal itu  secara tidak   langsung  telah  memposisikan  orang  berdosa  di posisi  yang  lebih  tinggi dari pendeta yang salah, dan merekalah yang  menuntut gereja; orang Kristen, pendeta bertobat?  Sementara mereka sendiri, tak  merasa perlu bertobat. Karena  orang yang seharusnya  menegur  mereka  tidak  bertobat.

Saya  sangat  sedih,  karena  kekristenan  di  awal  abad ke-21  menjadi  begitu lemah,  pengkhotbah tidak   menyampaikan  firman Tuhan,  melainkan merangsang  orang  datang  pada  Tuhan  bukan untuk  mendapatkan  keselamatan,  tapi  datang dengan  motivasi  egois; tamak, memaksa  Tuhan menjadikannya  kaya.  Contoh  yang  pemimpin mereka  seperti  Benny Hinn  berikan  adalah mendandani diri  dengan  jas  yang  bernilai  ribuan  dollar,  dikawal  ajudan yang  mengenakan  seragam layaknya militer,  pergi ke tempat-tempat  paling mewah….,  tapi  menyebut diri  hamba  Tuhan.  Karenanya kekristenan jadi impoten,  bahkan  dijungkir-balikkan oleh setan:  orang  berdosa mengadukan gereja ke pengadilan, gereja  tak berani membongkar dosa yang ada di  masyarakat. Karena  orang yang berdiri di  mimbar  punya banyak dosa  dan tak  bertobat.  Di  dalam  keadaan seperti  inilah,  GRII berdiri.  Maka saya berharap,  tingkah -laku dari setiap pendeta di  GRII  memancarkan kemuliaan Tuhan,  jadi  teladan  bagi  domba-domba  yang  Allah percayakan pada kita. Berkata-kata dengan penuh  tanggungjawab,  sesuai  dengan  firman Tuhan,  menegakkan kembali  martabat, integritas dan  mutu  kekristenan yang selaras  dengan rencana  Allah, amin?

Itu sebab,  perjuangan  kita  memang sangat sengit  dan  sangat sulit.  Karena  Tuhan menyelamatkan  kita  bukan  untuk menghambur-hamburkan waktu, memuliakan diri  atau  mencari  keuntungan diri.  Tuhan  memanggil  kita  bukan untuk  berfoya-foya,  melainkan  untuk  menyangkal diri, memikul salib,  mempersembahkan diri di hadapanNya,  jadi pelayan  yang setia,  suci dan adil  sepanjang  hidupnya. Sama seperti  nubuat  tentang  Yohanes  pembaptis: dia  akan melayani  Tuhan  dengan kesucian  dan  keadilan;  holiness and  righteousness. Holiness  is related with  your own  life. Righteousness  is  deal with everybody  that  you meet. Kita  hidup dalam  kesucian dan berlaku  adil terhadap  sesama, barulah kita dapat melayani dengan  penuh  kuasa.  Herodes  dapat  membunuh Yohanes  pembaptis,  tapi  dia  tak  dapat menyangkali  teguran  yang  Yohanes  pembaptis  sampaikan.  Orang  Parisi  boleh  saja membenci  Yohanes,  tapi  mereka  tak bisa tidak mendengar  firman yang  dia  sampaikan.  Demikian juga  Yesus Kristus, Dialah  yang  mengajak orang dosa bertobat,  orang  berdosa  tak  mungkin  mengajak  Dia  yang  tak  berdosa  bertobat.  Waktu  Yesus  menunjukkan dosa-dosa pemimpin agama,  mereka hanya bisa membenci  Dia, membunuh  Dia, tapi tak bisa melarikan diri dari tuduhanNya.  Mengapa mereka membenci Yesus? Karena allah  mereka bukanlah Allah sejati,  yang mengirim  Yesus menegur mereka,  melainkan  gengsi  mereka:  kami  ini  satu-satunya bangsa pilihan, hanya  boleh  dihormati,  tak  boleh dihina.  Saya  mengatakan di Singapore:  “not because I am a  Christian, so  I proclaim,  that  Christianity is  truth.  On the  contrary, simply because  Christianity is truth, so I become a Christian. Jadi,  jangan  kita  mengatakan:  karena aku  jemaat  GRII, maka  GRII-lah  yang  paling baik.  Tapi karena  ajaran  Reformed betul-betul benar,  maka kau jadi anggota  Gereja Reformed.  Saya  berulang kali mengingatkan:  “kalau kau  mencintai gereja Reformed lebih dari mencintai  Tuhan, kau  telah  berdosa besar”.  Karena  Gereja  Reformed  hanyalah  kumpulan  orang-orang  yang ditebus oleh Tuhan,  yang  tak menutup  kemungkinan  disusupi  oleh  musuh.  Gereja Reformed terdiri dari manusia yang berdarah-daging, yang kadang-kadang lupa diri dan berdosa. Maka jangan mencintai gereja Reformed  lebih dari mencintai  Tuhan yang telah  menebusMu  dan  kebenaranNya,  amin?

Karena  hanya Dia dan kebenaranNya yang tak bersalah,  yang patut kita jujung tinggi, imani, pelihara  dan beritakan  ke  seluruh dunia.  Maka,  mari kita  bukan menuntut orang lain: kau harus begini,  begini…,  melainkan  menuntut diri:  aku harus  suci, cinta Tuhan  dan  adil, melayani  Dia  dengan  sepenuh jiwa, tidak egois. Kali ini,  di Ambon, begitu saya  tiba,  langsung ke  lokasi KKR.  Dan  menemukan  jarak antara kursi  terlalu   sempit. Maka saya minta mereka mengatur ulang, bahkan ikut  turun tangan, sampai seluruh pakaian  basah  kuyup.  Karena  kami  melakukannya  pada  jam  15.00-17.00,  dibawah terik matahari.  Juga  menggeser letak  layar,  speaker  yang ditopang  dengan  kerangka besi ratusan kilo.  Semua  itu  saya  lakukan   agar KKR  menjadi  lebih  baik.  Tapi karena  harus  berkhotbah  dengan  berseru-seru  di  lapangan terbuka, juga  harus  turut  mengatur,  memindahkan ini-itu  yang  membutuhkan tenaga begitu  besar. Apalagi  usia  saya  yang  tidak  muda lagi, sudah  berumur  tujuh  puluh  tahun sembilan  bulan setengah.  Maka  akhirnya  saya  jatuh sakit,  tapi  saya  tetap  melayani Tuhan  dengan  rela,  dengan  bijaksana, kesabaran dan kematangan  rohani.

Sebab  tanpa  semua  itu, segalanya  akan jadi berantakan:  rekan-rekan  saling bermusuhan, gerutan  menggantikan puji Tuhan.  Dan  setan  yang menang.  Yesus Kristus  menghadapi  orang-orang Parisi yang  menuding Dia: Kau orang Samaria, kerasukan setan.  Tapi  jawabNya:  “Aku  bukan kerasukan setan,  tapi  menghormati BapaKu di  sorga”  “Barangsiapa menuruti firmanKu, dia  beroleh hidup kekal”. Apa maksudNya?  Yesus  memaparkan perbedaan antara Taurat dan injil:  Taurat menghakimi  –  injil menyelamatkan,  Taurat mematikan  –  injil memberi hidup, Taurat menghakimi manusia dengan keadilan  –  injil  memberi  pengharapan  dan  hidup  kekal.  Tapi mereka tak mau  tahu,   malah  merasa  Dia  menyindir  lagi  dan marah:  apa kataMu, barangsiapa mendengar firmanMu tak akan mati?  Tak tahukah  Kau bahwa Abraham, nabi-nabi  sudah  mati.  Siapa Kau, apa  sangkaMu  Kau lebih  besar dari Abraham, lebih hebat dari para nabi?

Jadi,  adakah mereka  mendengar  akan  apa  yang Yesus  katakan?  mendengar.  Adakah  mereka mendengar  dengan  sungguh-sungguh? Tidak;  mereka  hanya  mendengar  tapi  tidak  mendengarkan.  Apa bedanya mendengar dan  mendengarkan? Mendengar adalah  fungsi telinga kita:  dapat  mendeteksi suara. Sementara  mendengarkan  adalah  mau mentaati apa  yang kita  dengar  dengan  hati.  Jadi,  setiap Minggu, ada  banyak  orang  yang  datang mendengar  khotbah  saya,  tapi  bukan mau  mengimani,  menaati  firman,  hanya  mau mencuri bahan khotbah  dari saya.  Pernah  ada  orang  mengatakan  pada  saya:  “Pak Tong,  coba dengar khotbah  orang  ini,  bagus  sekali”.  Setelah  saya mendengar,  ternyata  80%  khotbahnya dia ambil  dari saya.  Karena  dia  mengutip  khotbah  saya,  maka  dia punya  banyak audience.  Kalau dia  mengutip  dengan  benar,  dia  menjadi  perpanjangan tangan saya, menjangkau orang-orang  yang tak bisa saya jangkau  —  tak  masalah. Tapi  kalau  dia hanya mengambil bagian  khotbah  saya  yang penting, lalu menghina dan  melawan gerakan Reformed  —  kurang ajar,  manipulasi,  merampas  milik  orang  jadi  miliknya —  tidak bertanggungjawab.  Padahal  khotbah saya tak mengambil bahan  dari  orang  lain,  kecuali  kalau  perlu,  mengutip dari seseorang  dan  itupun  selalu  disebutkan  dengan  jelas  dari  siapa:  Immanuel Kant,  Kierkegaard…  semua  itu  sudah saya  gumuli  dengan  Reformed theology  dan  firman Tuhan, cerna,  baru  dikhotbahkan.

Dua  puluh lima tahun silam, seorang  mahasiswa  mengambil bahan  dari  saya  untuk  menulis tesis, dan berhasil  lulus  dari  salah satu sekolah teologi  yang terbaik  di dunia  dan  mendapat pujian. Tapi kemudian, karena  dia  takut  perbuatannya  diketahui  oleh  saya, maka dia  datang  pada  saya:  “pak  Tong, saya minta maaf. Karena  saya  telah mengambil pikiran bapak untuk menulis sebagian dari  thesis ,  yang  mendapat  pujian  dari  Profesor  saya”  “kau  harus  bertanggungjawab pada  Tuhan”.  Padahal  bahan-bahan itu belum saya  cetak di  buku saya.  Jadi  kelak,  kalau orang  membaca  hal itu  di buku  saya,  malah  mengira,  saya yang mencuri bahan dari dia.  Kalau  saya  bertanya:  apakah  hari ini  kau sudah  mendengar?  Tentu  kau jawab: sudah.  Karena suaraku  sudah  masuk ke telingamu.  Tapi  belum tentu masuk ke otakmu,  ke hatimu,  bukan?  Sama  dengan  orang-orang  Yahudi  itu,  apakah  mereka mendengar  perkataan  Yesus?  Mendengar.  Tapi  apakah  mereka  mendengarkan? Tidak. Mau  mengerti  lebih  dalam?  Tidak.  Malah  semakin  mendengar  justru  semakin mengeraskan hati,  membenci Yesus. Tapi  Yesus,   tak  pernah marah, hanya karena diriNya dilawan.  Dia  baru  marah,  kalau  orang  tidak  hormat  pada  BapaNya, menginjak-injak firmanNya. Mari kita  mengubah  diri, mengarah ke  arah yang benar, amin?

Kalau  tak perlu marah, jangan  marah. Seorang  pernah menulis satu pertanyaan:  Stephen Tong, kau  adalah  orang  terbodoh di  seluruh  dunia. Karena  1+1+1=3  bukan  1.  Setelah  saya  membacanya, marah di hati,  ingin rasanya menampar dia. Tapi  Roh Kudus  mengingatkan, orang ini  bukan  perlu  dimarahi,  tapi  perlu diberi penjelasan. Sayapun taat  dan  mengatakan:  “terima kasih telah  menyatakan kebodohan saya.  Sebenarnya  waktu usia  7 tahun saya sudah tahu  1+1+1=3. Tapi  waktu  usia  8  tahun,  saya naik kelas  dan diajarkan: 1x1x1=1. Jadi,  kita  tak tentu harus  menggunakan rumusan  plus  untuk mengerti  Allah Tritunggal, bukan? — tak perlu marah.  Yesus Kristus dicemooh,  Dia hanya mengatakan:  Aku tidak kerasukan setan.  Lalu disambung  dengan  ay. 51,  injil  keselamatan  yang  memberi hidup kekal.  Mengapa  mereka tidak mau  mengerti?  Karena  pikir  mereka:  Kau  adalah orang  yang  berasal dari Nasaret, Galilea.  Orang yang remeh, tak berpendidikan.  Jadi,  sejak awal  mereka  sudah  menghina Kristus.  Ingat, kalau kau  sudah  menghina seseorang,  tak  mungkin  melihat sesuatu  yang  baik  dan  belajar darinya.  Tapi  permisi tanya, hari  ini,  dimana orang-orang Parisi, kebudayaan  Yahudi  yang  saat itu  menghina  Yesus,  apa  pengaruh mereka  terhadap  dunia? Bisa dikatakan: tidak ada. Kecuali mempengaruhi  keturunan  mereka;  yang  tak  lebih   dari  dua puluh juta  orang  mati-matian menghina Dia. Sementara orang  Kristen sudah lebih dari pada 2.2 milyar.  Karena  Yesus yang  mereka  hina  bukan manusia  biasa, melainkan Allah.  Jadi,  siapa  yang lebih  besar: Yesus dan Abraham?  Yesus. Tapi  mereka tetap ngotot:  tak mungkin.  Adakah Yesus  menjawab: tahukah kau,  Aku adalah Allah? Tidak!  Hanya  mengatakan  fakta (ay.58). meski  setiap kali Yesus  mengatakan  fakta, mereka malah  merasa  dihina,  akhirnya  ingin membunuh Dia.  Kiranya Tuhan menambah iman kita  pada Kristus Yesus.

(ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – EL)

Pengkhotbah : Pdt. Dr. Stephen Tong

 

Sumber : https://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/jakarta/MRI1106.pdf