Firman : Yohanes  9 : 1 – 7

Di  Yohanes 5,  orang  Parisi  memandang  Yesus menghujat  Allah.  Karena  Dia  berani:  1. mempersamakan  diri  dengan  Allah.  2.  menyebut  Allah  sebagai  BapaNya  secara pribadi.  3. melanggar  Hukum  Hari  Sabat.  Tiga tuduhan  inilah  benih  kebencian mereka  yang  berakhir dengan  membunuh  Yesus.  Tapi  Yesus Kristus  di  dunia  adalah untuk  melakukan  kehendak  Allah Bapa di sorga,  maka  meski  nyawaNya terancam  Dia tetap tak kompromi barang sedikitpun.  Di  Yohanes 6,  Dia  melakukan  mujizat.  Di Yohanes 7,  Dia tetap  memberi  pengajaran, menjanjikan  Roh  Kudus, juga  berdebat dengan orang-orang Yahudi  yang  antipati  terhadapNya.  Sampai  di  Yohanes 8, kebencian  orang Yahudi memuncak,  bahkan  nyaris melempari Dia  dengan  batu.  Dan hukuman  paling  kejam yang  boleh  mereka lakukan  hanyalah  merajam  orang  dengan batu,  bukan menyalibkan.  Dan  Yesuspun  menyingkir.  Mengapa?  Karena  waktuNya untuk  mati belum tiba, Dia tak mau mati konyol.  Tunggu  sampai waktunya  tiba, barulah Dia menghadapinya.  Inilah  prinsip  yang  Yesus Kristus  tetapkan  dan  jalankan, menjadi teladan  bagi  semua  orang  yang harus  menderita sengsara,  bahkan  mati  bagi Tuhan.

Apakah  pengalaman  pahit  hampir dilempari batu  itu  membuat  Yesus  jadi   takut, memilih  untuk  jadi lebih  “bijaksana”;  tak  melontarkan  kata-kata yang  membahayakan  diriNya?  Tidak;  Dia tetap  melakukan  apa  yang  seharusnya  Dia  lakukan, menyampaikan Firman Tuhan  yang  sudah  Bapa  katakan  padaNya.  Hanya  saja  Dia  tahu,  waktuNya  di  dunia  sudah  tak  lama. Dan  waktu tak  dapat  ditebus  dengan  sesuka  hatiNya.    Maka kataNya:  “kita  harus  mengerjakan  pekerjaan  Dia  yang  mengutus Aku  selagi siang.  Karena  saat  malam tiba,  tak  ada  seorangpun  yang  dapat bekerja”  (Yohanes .9).  Saya  tak  tahu,  berapa  orang Kristen  yang  sungguh-sungguh  menyelami statemen  itu.  Tapi  setelah  dokter salah menvonis  saya  menderita  kanker  lever,  saya  mulai  sadar,  hidup  di  dunia  tak  berlangsung  selamanya,  dan  kita  juga  tak  mungkin  selamanya  sehat  seperti sediakala.  Maka  selagi  masih  ada  kesempatan, kita  harus  menunaikan kewajiban  kita,  bekerja bagi  Tuhan.  Maka  sejak bulan Februari   tahun 1985, saya  yang  sudah  melayani  Tuhan  dua puluh  delapan tahun ini  memutuskan  untuk menggandakan  pelayanan  saya.  Karena  umur  hidup  saya  bukan  saya  yang  menetapkan.  Jika  dokter menvonis:  umurmu sisa  dua bulan lagi, meski kau  sangat  pintar, punya gelar  yang sangat  tinggi, tak  akan  mungkin  bias memperpanjang  hidupmu barang satu menitpun.  Itu sebab, when you  still available, when you still  can work, do not be lazy; jangan  malas,  bekerjalah selagi  masih siang.

Ayat 1, Dia lewat di  sana,  bukan  karena  ada urusan yang  amat  penting.  Seperti  yang  biasa  kita lakukan:  lewat  di  suatu  tempat  untuk  mencapai  tempat  yang  kita  tuju, mengurus keperluan  kita.  Sehingga sering kali kita tak  mau peduli akan  apa  yang  kita  temui  di  jalan.  Karena  pikir  kita: itu  bukan  urusanku, aku punya urusanku sendiri, dan condong  menganggap  urusan  “orang lain”  tak  penting.  Tapi  bukan demikian  dengan  Yesus,  saat  Dia  menemukan  orang  yang  punya kebutuhan  urgen di  jalan,  Dia langsung  tangkap  kesempatan itu.  Meski  memang  tadinya tak  ada  di  dalam rencanaNya,  tapi   itulah  pimpinan  Tuhan,  yang menata ulang  seluruh  hidup  kita.  Maka  jangan kita  diikat  oleh  pengalaman, administrasi,  organisasi  dan sebagainya.  Karena  sometimes, the guidance of the Holy Spirit will  suddenly  come to you.  So you  have to  be sensitive.  Tapi kita, sering kali  lebih  terikat  oleh  rencana  yang ada.  Maka  ada banyak  orang  mengeritik  GRII: administrasinya tak rapi,  bagai administrasi  Pasar Pagi. Saya  memang  sengaja  tak  mau  mengikat  diri  dengan  segala  peraturan dan jadwal  kerja yang  terlalu  mekanis, bagai  orang  Barat.  Tapi selalu  memperhatikan pimpinan  yang  Tuhan berikan  secara  mendadak  dan  segera  menangkapnya.  Kalau  saja GRII  hanya menginjili  seturut  jadwal  yang  kita  tetapkan,  kita tak  akan  mencapai pertumbuhan  seperti  hari  ini.  Perlu  anda  ketahui,  tahun ini,  orang-orang  yang kita  injili dalam  sebelas bulan ini sudah  mencapai  enam ratus enam puluh ribu  orang.  Mengapa? Karena kita  melihat  dengan  jeli  akan  pimpinan Tuhan  yang  mendadak dan  mentaatinya.  Jadi ,  penginjilan  kita  bukan  sekedar mengejar target. Misalnya tahun ini  target  penginjilan  kita  adalah lima puluh ribu  orang.  Dan  sampai  di bulan  Desember  sudah  menginjili  empat puluh  sembilan ribu  orang,  kita  sudah  puji Tuhan,  karena  target  kita  sudah  hampir tercapai.  Padahal kemungkinan  kita  melayani  Tuhan  sering kali tak  terlimit  oleh  rencana  kita  yang  terbatas.  Dan  karena  sistem  pelayanan  di GRII  memang  sangat berbeda  dengan  gereja-gereja  lain.  Jadi,  no one  come to help.  Every one come to learn, come to watch.  And be sensitive to the new guidance of  the  Holy Spirit. 

Mungkinkah  kita  melakukan sesuatu  yang  lebih  baik  dari  gereja  di  Jerman, di Amerika?  Mungkin!  Tahukah saudara,  bahwa salah satu  gereja  yang  paling  dunia  kagumi,  Crystal  Cathedral,  yang  dipimpin oleh  Robert  Schuller  telah  mengumumkan  bangkrut.  Karena terlilit  hutang empat puluh lima juta dollar? Belum  lagi,  biaya  untuk  Christmas Celebration yang  terlihat  sangat  spektakular,  sampai  ada malaikat  yang  dikendalikan  oleh  komputer  berterbangan….  Ternyata  ada banyak  perusahaan penyewa peralatan  yang belum  dibayar. Mengapa bisa  begitu?  Karena  mereka  melayani  dengan cara  manusia.  Maka  kita,  meski  tak  punya organisasi  yang  sekuat  mereka,  tapi   saat  kita membangun  gedung  gereja  ini ,  sama sekali  tak berhutang.  Kita  mementingkan  pimpinan  Tuhan,  mengerjakan apa yang Dia ingin  kita kerjakan. Yesus  tak  punya rencana  untuk  menyembuhkan  orang  buta itu.  Tapi  waktu  Dia  lewat di sana, dia  menemui orang itu dan langsung  bertindak. Maka kita  perlu  always available to the new guidance  of Holy Spirit,  Dia  yang  pikiranNya melampaui  kita  akan  menciptakan  kesempatan  yang  tak pernah  ada  di  dalam  rencana  kita.  Salah  seorang terkaya di Jakarta  pernah  mengatakan  pada  saya:  “tahun lalu,  tak ada hal  yang  kami  rencanakan  sukses.  Dan semua  kesuksesan  yang  kami  raih  justru  berada  di luar  rencana  kami”.  Boss  di dunia  punya  kemungkinan  untuk  mengubah rencananya.  Sementara  pegawai,  terikat  oleh rencana  yang  boss  mereka  tetapkan.

Puji Tuhan,  Boss  kita  adalah  Dia, dan  pada waktu  Dia  mengatur  sesuatu  yang  sama sekali  berbeda  dengan  rencana  kita,  siapa  yang  siap  mengatakan:  I am here, available  to  obey  You,  now?  Dengan  begitu  pelayanan  kita  akan  jadi sangat  dinamis,  bukan?  Memang,  orang  sering  merasa  mengikut  pelayanan  saya  susah.  Tapi bagaimana  dengan  saya  yang  harus  setiap  saat  harus  mengikut  pimpinan  Tuhan  yang  baru,  apa  tak lebih susah? Perlu seperti Yesus,  lewat  di satu  tempat  dan  melihat…. menandakan mataNya  sangat  jeli,  menemukan  kesempatan  menolong orang yang  punya  kebutuhan  urgen,  segera  melakukan  sesuatu  yang  tak  mungkin  orang lain lakukan.  Maka  jika  kau  bisa  melakukan  sesuatu,  tapi   kau  tak  melakukannya,  itu  berarti,  kau  membiarkan setan  menguasai  sejarah.  Itu  sebabnya,  saat  saya  menemukan, ada  berapa  kota  besar  di Asia Tenggara  yang  perlu  di-Reformed-kan.  Setiap  minggu  saya  keliling  lima kota dengan  menarik  koper, mengejar bus;  tak  mau merepotkan  orang untuk  menjemput.  Sekarang memang  mulai  merasa,  kalau  bisa  tak  usah pergi  tentu  lebih  enak.  Bisa  baca buku,  menikmati  hidup  yang  tenang di rumah, menikmati  hak  dari seorang  lansia.  Tapi  karena  kebutuhan  yang begitu  urgen, setiap  minggu ada enam ribu sekian  orang  menantikan  ekspositori   saya  tetap pergi. Tapi  saya  juga  sudah  mempersiapkan  hati mereka, selesai ekspositori  Injil  Yohanes, mungkin saya tak akan keliling tiap minggu  lagi .

Apa  yang  Yesus Kristus  lihat  saat itu?  Satu  orang.  Orang  yang  seperti  apa?  Buta. Sejak  kapan  dia buta?  Sejak lahir  —  statemen  yang sangat  menyentuh  hati  saya. Karena  cara  pandang  Yesus  memang  berbeda  dengan  kita,  Dia  memandang  orangnya dulu  baru kebutaannya.  Tapi  kita,  terbalik,  melihat kebutaan; kekurangan  orang  dulu dan menjadikannya  sebagai  satu tanda  untuk mengingat  dengan  menjulukinya: si jankung, si  kurus kering, si bungkuk, si bisa, si buta, si  tuli……  Terjemahan  Alkitab bahasa  Mandarin: Dia  melihat  satu  orang  yang  buta sejak lahir.  Mengindikasikan bahwa  Dia mengutamakan  kemanusiaan  yang  dia  miliki.  Sesungguhnya,  kalau  kita bisa  memandang  orang  dari  sudut kemanusiaannya,  tentu  dapat  membangun  human relationship  yang  jauh lebih indah dari   mereka yang  memandang  orang  dari  sudut yang  salah.  Yang  menjuluki  orang  dengan  si pendek,  si  jankung…  dan  lupa  bahwa  orang  yang sakit,  yang  up normal, yang idiot  sekalipun  adalah  orang yang  punya  kemanusiaan.  Saya pernah melihat  satu adegan  yang sangat  menjijikkan  di Palopo.  Di   mana kami  tinggal di lantai dua, di lantai satu  terdapat  orang-orang  yang  berjualan  beras,  garam, gula, arang….  suatu  hari, saat  saya  mau naik tangga,  melihat  seorang idiot  sedang melakukan onani. Saya merasa jijik sekali,  tapi di  saat yang sama  juga  menyadari,  bahwa dia adalah seorang  manusia  yang  punya kebutuhan seks.  Kasihan sekali, bukan? Bedanya, dia tak  sadar itu  adalah  hal  yang  memalukan,  yang  tak pantas dilakukan  di  tempat  umum, ditonton  oleh  orang-orang  yang  lalu lalang di sana.  Ay.1  membuat kita  memahami betapa besar  kasih  Yesus  terhadap manusia,  Dia  menghargai setiap jiwa.  Karena sesungguhnya,  tak  seorangpun mau dilahirkan  dengan  paras  yang  jelek,  cacat….  semua  orang ingin  sempurna.

Yesus tak  pernah  merasa diriNya  tinggi  lalu merendahkan  orang lain. Siapa  kau,  yang  karena  dirimu  sehat, kaya,  sempurna,  ganteng  berani  memandang  rendah akan  orang  yang  sakit-sakitan,  yang  kurang  sempurna,  yang  kurang ganteng  dan yang  miskin? Yesus adalah Anak Allah,  tapi   waktu  di  dunia  memperlakukan orang miskin, orang sakit, orang  buta… sebagai manusia;  human being,  who  need  the human relationship, human touch, human  appreciation, human dignity.  Tapi  mengapa orang  itu  buta sejak lahir,  mengalami  nasib  yang begitu  buruk? Banyak orang Karismatik mencoba menjelaskan, orang  jadi  miskin, karena menerima kutukan.  Orang  sakit,  karena  dia  tak dikenal oleh  Tuhan….  pengajaran  yang  tak  pernah  ada di  Alkitab.  Jadi,  bagaimana  Alkitab  memberi  jawaban  atas  pertanyaan  seperti  itu?  Yesus  memakai  peristiwa  kecil  di Yoh.9  ini  untuk membongkar rahasia besar tentang  the suffering,  the deface or the not perfect status.  Pada waktu Yesus melihat orang itu,  Dia  bukan melihat sepintas  dan berlalu; tak  mempedulikannya,  dengan  alasan:  “aku  sibuk”. Kemarin, saya menyempatkan diri ke Pondok  Indah  melihat  akan  bangunan  GRII di sana.  Di  tengah  jalan,  saya  melihat  sesuatu  yang  menarik, ada  orang-orang  membawa  “nona-nona  kecil  mungil”.  Tapi  setelah  saya  amati,  ternyata  bukan nona  kecil  melainkan  kera  yang  diberi  topeng  nona kecil. Membuat orang  yang  merasa  iba akan nona  kecil  yang  minta- minta  dalam  keadaan  hujan.  Dan  ternyata  di perjalanan yang tak  sampai dua ratus meter  itu ada enam “nona”. Hati  saya jadi  sedih, karena  orang-orang  itu tega menyiksa kera  demikian  rupa  demi  mendapatkan uang  bagi  diri  sendiri.  Tapi setelah pikir-pikir, saya  lebih kasihan pada  orangnya,  karena  dia  harus  hujan-hujanan demi  mendapat  simpati  orang.

Yesus menemukan  seorang yang tak mungkin mendapatkan  simpati dari orang pada  umumnya,  karena dia buta, bahkan  buta sejak lahir.  Paling banyak  orang  hanya  berpikir:  mengapa  di  dunia ada  setengah atau satu  persen  bayi  yang lahir  dalam  keadaan  cacat: buta, tuli,  bisu?  Itulah  juga  ditanyakan  oleh  murid-murid:  “Tuhan,  mengapa orang ini  buta.  Apa  karena dosanya atau dosa orang tuanya?”  Bunyi  dari  berita duka  orang Chinese  di surat kabar  adalah  seperti  berikut:  gara-gara  aku kurang  hormat pada orang tua,  mendatangkan  malapetaka; kematian  pada  orang  tuaku.  Karena  menurut  mereka,  itulah  sikap  seorang  anak  yang hormat pada orang tua.  Kita tak perlu ikut-ikutan.  Karena ajaran seperti  itu tak  pernah  ada di  Alkitab  maupun  di filsafat Barat.  Hanya  orang Tionghoa  yang  berpikir:  semua  malapetaka berasal dari  anak,  dan  semua berkat  berasal dari orang tua. Sementara ajaran  di  Alkitab:  “upah dosa adalah maut”. Bukan malapetaka datang  dari  anak  yang  kurang hormat, mengundang  kutuk  bagi  orang tuanya; atau  karena orang tua  melakukan  dosa,  mengundang  kutukan  bagi anaknya. Memang  benar,  ada orang  tua yang karena  doyan  berzinah,  menurunkan  penyakit kelamin pada  bayinya. Ada  juga  orang  tua yang  karena  tak  menginginkan  bayi  yang dikandungnya,  ingin  menggugurkan janinnya dengan  cara  minum  obat-obat  sembarangan,  tapi akhirnya  pengguguran tak berhasil malah melahirkan  anak  yang  cacat.  Di Bogor ,  ada satu  keluarga,  yang  keempat orang  anaknya  tuli,  karena  ibu  mereka  melakukan  hal  seperti  itu.   Itulah  manusia,  kalau  ditanya:  mau menikah?  Mau. Mau melakukan hubungan seks? Mau. Mau  anak? Tidak.  Jadi ,  hanya mau anugerah,  tak mau  tanggungjawab.  Akibatnya, keempat orang anaknya  tuli.  Di th. 1938,  Tuhan  menyembuhkan  mereka  lewat  doa dan tumpang tangan  DR. John  Sung.  Kesembuhan  DR. John Sung  berbeda  dengan kebaktian kesembuhan ilahi yang  sekarang  ini ramai-ramai   dilakukan oleh orang  Karismatik.  DR.  John Sung  tak pernah  mengatakan: “percayalah pada Tuhan, maka  semua penyakitmu akan sembuh”.  Dia  mengharuskan  semua orang yang  minta didoakan mengiikut  seluruh  kebaktian  serial  yang  dia  pimpin  sebanyak  dua puluh satu  sesi  (dalam tujuh hari). Mengapa? Karena  orang  harus mendengar  firman,  punya  iman  dulu,  baru berdasarkan iman  itu  dia mendoakan  mereka. Dia  juga  dia tak pernah mengumbar janji,  asal kau  beriman,  semua penyakit mu  pasti sembuh.  Terlihat di sini,  pelayanan  DR. John Sung  stabil,  dia  menyembuhkan orang sakit  bukan  dengan bermain- main, seperti yang dilakukan oleh orang  Karismatik yang tidak bertanggungjawab. Dia  adalah orang yang jujur  dan  sungguh-sungguh setia pada firman Tuhan.  Jadi,  ada kalanya, karena keteledoran dan  kesalahan  orang tua  dapat  mendatangkan malapetaka  bagi  anaknya.  Tapi waktu mereka  bertanya  pada  Tuhan Yesus:  “Rabi,  apa sih  yang membuat  orang ini buta sejak lahir, apa  karena  dia berdosa  dan  menerima  hukuman  Tuhan. Atau  karena dosa papa-mamanya, dia  terkena  getah. Karena  di  Sepuluh  Hukum  tertulis:  jika kau  memelihara  firmanKu, taat pada perintahKu, Aku  akan memberkati anak-cucumu sampai seribu  generasi. Jika kau mengkhianati firmanKu, Aku akan menuntutmu  sampai generasi ketiga atau  keempat?”  Sebenarnya,  tidak  ada  yang  salah  dengan  pertanyaan  itu  sendiri:  is it because of his  own sin or because he inherit the sin  of his fahter  and mother?  —  either or.  Tapi  Yesus  menjawab dengan  neither nor.  Berbeda  dengan  paradigma;  cara  pikir  kita  yang  diikat  oleh  pilihan  alternatif:  either or,  hanya  dua  kemungkinan:  pergi atau  tinggal, ya atau tidak, jalan atau berhenti, menikah atau  membujang….  Tuhan  menyatakan paradigma  yang  melampaui  paradigma  kita. Paradigma itu  baru  dimengerti oleh  Post Modern di  akhir  abad ke-20.  Padahal,  di P.L., tiga ribu  empat ratus tahun silam,  Tuhan  sudah menyatakannya tiga ribu empat ratus tahun silam,  Tuhan sudah  mengarahkan manusia  dari  either or menjadi  neither nor.  Suatu pagi buta,  saat  Yosua  berdoa  di atas gunung,  tiba-tiba  dia  melihat  seorang yang tinggi besar  dan  gagah perkasa berdiri  di  hadapannya. Karena  saat itu  masih berkabut,  Yosua  tak dapat  melihat  dengan  jelas.  Maka  dia  menghunus pedang  sambil  bertanya pada  orang  itu: “siapa kau, kau datang melawan  atau  membantu?”  ini adalah satu  reaksi  yang  lumrah,  yang  dapat  dimengerti. Karena  dia  adalah  seorang Jendral yang bertanggungjawab  bagi  mati-hidup-nya seluruh bangsa  Israel .

Mao Ze Dong  pernah mengemukakan:  ge ming shou  yao de tiao jian,  jiu shi ren qing shui shi  peng  you, shui shi chou di; syarat  utama  dalam  revolusi adalah mengenali dengan jelas:  siapa  lawan-siapa kawan.  Maka  dia  adalah salah  seorang yang paling pintar sekaligus  paling bodoh  di abad ke-20. Karena  di masa  tuanya, dia  justru  memandang  Deng Xiao Ping  yang dapat mengangkat  Tiongkok  menjadi negara kaya, subur  dan  maju  itu  sebagai  lawan.  Menandakan  dia  sudah  tak  mampu  membedakan siapa kawan-siapa lawan.  Dan  mungkin, teori itu  dia  dapatkan  inspirasinya  dari  Yosua.  Karena  tiga ribu empat  ratus tahun sebelum  dia,  Yosua sudah  menggunakan  teori itu.  Tanyanya  pada orang itu:  “are you  our  enemy or our friend?  —  either or. Orang  itu  menjawab: “I am not your friend…”  celaka!  Mungkin  dia  adalah  musuh  yang  ingin mengajakku  berduel.  Tapi  sambungnya:  “and  I  also not your enemy” apa-apaan ini: bukan  kawan juga bukan  lawan. Jadi,  siapa kau;  neither  our  enemy nor  our friend?  Mengindikasikan Tuhan  menjawab  pertanyaan  yang  menggunakan pola  pikir  either or  dijawab dengan  neither nor.  Menyatakan  bahkan Dia bukan  datang  membantu  kita; menjadi pembantu kita,  juga  bukan  datang melawan kita;  jadi musuh kita,  tapi   datang untuk menjadi Pemimpinmu. Barulah Yosua sadar,  either or not suitable for God’s guidance.  Karena Dialah  Tuhan,  kehendakNya  dan  bijaksanaNya jauh lebih tinggi dari  pikiran  kita  yang  terbatas:  I neither  not your foe  nor  your friend, I am your  General, your leader.  Yosua langsung berlutut dan  menyembah Dia. Karena  sebenarnya, Dia  adalah Kristus sebelum inkarnasi,  yang  pernah  berkali-kali menyatakan diri dalam bentuk  manusia, untuk menyatakan kuasa ilahiNya, kepedulianNya  pada  hidup rohani manusia  di  Perjanjian Lama (PL).  Di Perjanjian Baru (PB) juga  terdapat  satu  catatan,  dimana  Tuhan memakai  neither nor untuk  menjawab pertanyaan  either or. Tertulis dimana?  Yoh.9, jawab  Yesus: “bukan karena  dosanya  atau  dosa  papa-mamanya”. Terjemahan  Alkitab  bahasa  Mandarin jauh lebih baik dari terjemahan  bahasa  Indonesia:  orang ini buta dari lahir, agar kemuliaan dan kuasa Tuhan nyata  dinyatakan di atas  dirinya.  Saya bersyukur pada Tuhan, karena  jawabanNya mengindikasikan,  tak  ada  perkara yang  terjadi   secara  kebetulan,  tanpa  arti.  Orang sering mengeluh: mengapa aku bangkrut,  sakit  kanker, buta, cacat,  patah hati..,  apakah  karena  dosaku  besar?  Bukan!  Apa karena dosa pihak  lain?  Bukan!  Melainkan  karena Tuhan mau  memakai hal ini untuk menyatakan kuasa dan  kemuliaanNya,  amin?

Inilah tujuan  why God  permitted all the deface,  and all the failures happen  in our life:  Dia  ingin  menyatakan  kuasaNya  dan kemuliaanNya  atas  kita. Jadi,  never cry for your shortage, your deface, your  weekness, but expect something great from God  within your suffering.  Meski  aku buta, tapi  saat  mataku dicelikkan,  dunia akan melihat  kemurahan, kebesaran dan kemuliaanNya.  Saya  sangat tak sabar  dan susah  bekerja  sama  dengan orang yang baru  menemui sedikit  kesulitan  langsung  mengatakan:  ini  tak mungkin, tak  bisa….  Padahal,  semua kesulitan  bisa  saja  menjadi  kesempatan kita menyaksikan kebesaran  Tuhan, amin?

Kita bersyukur  pada  Tuhan  yang telah  memberi  kita  banyak  kesempatan untuk melintasi  dan  mengalahkan kesulitan-kesulitan  besar. Kesulitan  besar  yang  orang  Israel  temui  setelah  keluar  dari  Mesir  adalah:  Laut  Kolsom  membentang  di depan mereka,  tentara Firaun  mengejar  dari  belakang,  kanan-kiri  dikelilingi  gunung yang curam.  Bahkan  di saat mereka  dikepung  oleh  kesulitan  dari  empat penjuru,  pimpinan  “Dewan Perwakilan Rakyat”  datang  menuding Musa: Apa  maumu, sengaja  membawa kami  keluar  dari  Mesir,  agar  kami  mati di sini,  pemimpin macam apa kau? Adakah Musa  mengatakan:  “kalau begitu,  biar  aku bunuh diri  saja?” Tidak! Dia  justru mengucapkan satu  kalimat dengan  luar biasa tenang:  “dengarlah  hai  Israel, suara gemuruh dari kereta perang Firaun  yang kau dengar hari ini,  tak akan kau dengar  lagi  untuk  selamanya.  This is the last day,  you  listen to the sound of the  Pharaoh’s  charriots.  Sesudah  itu,  Musa mengangkat  tongkat,  dan  terbelahlah  air Laut  jadi  dua  untuk  pertama kalinya  sejak dunia dicipta. Menyatakan  rencana  Tuhan lebih tinggi dari rencana manusia, memungkinkan semua  mereka menyeberang  di  atas tanah kering  dengan  selamat.  Melihat  itu,  tentara Firaun kira,  mereka juga dapat  mengalami  hal  yang  sama  dengan  orang Israel; umat  Allah.  Tidak!  Setelah  semua  orang Israel  menyeberang,  air laut  kembali menyatu, menenggelamkan seluruh tentara Firaun.  Dan  berkumandanglah  konser terbesar di sepanjang sejarah.  Dua  orang  menyanyi,  tanpa penonton (karena  semua orang  ikut menyanyi),  dikonduk oleh Miriam, bukan di  Concert Hall,  tapi   di  tempat  terbuka,  suara  merekapun  langsung  sampai  ke sorga  —Tuhan sanggup mengerjakan pekerjaan yang besar. Maka  saat  kita  menemui kesulitan, malapetaka, tak  perlu  takut,  sedih  atau  menangis,  ubahlah  semuanya  jadi  pengharapan, menantikan Tuhan  menyatakan  anugerahNya.  Puji Tuhan! Saya ingin  menandaskan  lagi,  yang Yesus lihat  adalah  orang,  yang  punya  masalah.  Dia  tahu, lewat masalahnya,  orang  akan  menyaksikan kemuliaan  dan  kuasa kebesaranNya.  Biar  kita belajar  untuk  beriman,  melalui  hidup  yang berbeda dengan orang dunia,  saat berada  dalam kesulitan,  bukan terus  menerus  mengeluh: tak  mungkin.  Karena  tak ada  yang  tak mungkin;  mustahil bagi Tuhan.

(ringkasan ini belum diperiksa oleh  pengkhotbah –  EL)

Pengkhotbah : Pdt. Dr. Stephen Tong

 

Sumber : https://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/jakarta/MRI1108.pdf