Di Yohanes 5, orang Parisi memandang Yesus menghujat Allah. Karena Dia berani: 1. mempersamakan diri dengan Allah. 2. menyebut Allah sebagai BapaNya secara pribadi. 3. melanggar Hukum Hari Sabat. Tiga tuduhan inilah benih kebencian mereka yang berakhir dengan membunuh Yesus. Tapi Yesus Kristus di dunia adalah untuk melakukan kehendak Allah Bapa di sorga, maka meski nyawaNya terancam Dia tetap tak kompromi barang sedikitpun. Di Yohanes 6, Dia melakukan mujizat. Di Yohanes 7, Dia tetap memberi pengajaran, menjanjikan Roh Kudus, juga berdebat dengan orang-orang Yahudi yang antipati terhadapNya. Sampai di Yohanes 8, kebencian orang Yahudi memuncak, bahkan nyaris melempari Dia dengan batu. Dan hukuman paling kejam yang boleh mereka lakukan hanyalah merajam orang dengan batu, bukan menyalibkan. Dan Yesuspun menyingkir. Mengapa? Karena waktuNya untuk mati belum tiba, Dia tak mau mati konyol. Tunggu sampai waktunya tiba, barulah Dia menghadapinya. Inilah prinsip yang Yesus Kristus tetapkan dan jalankan, menjadi teladan bagi semua orang yang harus menderita sengsara, bahkan mati bagi Tuhan.
Apakah pengalaman pahit hampir dilempari batu itu membuat Yesus jadi takut, memilih untuk jadi lebih “bijaksana”; tak melontarkan kata-kata yang membahayakan diriNya? Tidak; Dia tetap melakukan apa yang seharusnya Dia lakukan, menyampaikan Firman Tuhan yang sudah Bapa katakan padaNya. Hanya saja Dia tahu, waktuNya di dunia sudah tak lama. Dan waktu tak dapat ditebus dengan sesuka hatiNya. Maka kataNya: “kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku selagi siang. Karena saat malam tiba, tak ada seorangpun yang dapat bekerja” (Yohanes .9). Saya tak tahu, berapa orang Kristen yang sungguh-sungguh menyelami statemen itu. Tapi setelah dokter salah menvonis saya menderita kanker lever, saya mulai sadar, hidup di dunia tak berlangsung selamanya, dan kita juga tak mungkin selamanya sehat seperti sediakala. Maka selagi masih ada kesempatan, kita harus menunaikan kewajiban kita, bekerja bagi Tuhan. Maka sejak bulan Februari tahun 1985, saya yang sudah melayani Tuhan dua puluh delapan tahun ini memutuskan untuk menggandakan pelayanan saya. Karena umur hidup saya bukan saya yang menetapkan. Jika dokter menvonis: umurmu sisa dua bulan lagi, meski kau sangat pintar, punya gelar yang sangat tinggi, tak akan mungkin bias memperpanjang hidupmu barang satu menitpun. Itu sebab, when you still available, when you still can work, do not be lazy; jangan malas, bekerjalah selagi masih siang.
Ayat 1, Dia lewat di sana, bukan karena ada urusan yang amat penting. Seperti yang biasa kita lakukan: lewat di suatu tempat untuk mencapai tempat yang kita tuju, mengurus keperluan kita. Sehingga sering kali kita tak mau peduli akan apa yang kita temui di jalan. Karena pikir kita: itu bukan urusanku, aku punya urusanku sendiri, dan condong menganggap urusan “orang lain” tak penting. Tapi bukan demikian dengan Yesus, saat Dia menemukan orang yang punya kebutuhan urgen di jalan, Dia langsung tangkap kesempatan itu. Meski memang tadinya tak ada di dalam rencanaNya, tapi itulah pimpinan Tuhan, yang menata ulang seluruh hidup kita. Maka jangan kita diikat oleh pengalaman, administrasi, organisasi dan sebagainya. Karena sometimes, the guidance of the Holy Spirit will suddenly come to you. So you have to be sensitive. Tapi kita, sering kali lebih terikat oleh rencana yang ada. Maka ada banyak orang mengeritik GRII: administrasinya tak rapi, bagai administrasi Pasar Pagi. Saya memang sengaja tak mau mengikat diri dengan segala peraturan dan jadwal kerja yang terlalu mekanis, bagai orang Barat. Tapi selalu memperhatikan pimpinan yang Tuhan berikan secara mendadak dan segera menangkapnya. Kalau saja GRII hanya menginjili seturut jadwal yang kita tetapkan, kita tak akan mencapai pertumbuhan seperti hari ini. Perlu anda ketahui, tahun ini, orang-orang yang kita injili dalam sebelas bulan ini sudah mencapai enam ratus enam puluh ribu orang. Mengapa? Karena kita melihat dengan jeli akan pimpinan Tuhan yang mendadak dan mentaatinya. Jadi , penginjilan kita bukan sekedar mengejar target. Misalnya tahun ini target penginjilan kita adalah lima puluh ribu orang. Dan sampai di bulan Desember sudah menginjili empat puluh sembilan ribu orang, kita sudah puji Tuhan, karena target kita sudah hampir tercapai. Padahal kemungkinan kita melayani Tuhan sering kali tak terlimit oleh rencana kita yang terbatas. Dan karena sistem pelayanan di GRII memang sangat berbeda dengan gereja-gereja lain. Jadi, no one come to help. Every one come to learn, come to watch. And be sensitive to the new guidance of the Holy Spirit.
Mungkinkah kita melakukan sesuatu yang lebih baik dari gereja di Jerman, di Amerika? Mungkin! Tahukah saudara, bahwa salah satu gereja yang paling dunia kagumi, Crystal Cathedral, yang dipimpin oleh Robert Schuller telah mengumumkan bangkrut. Karena terlilit hutang empat puluh lima juta dollar? Belum lagi, biaya untuk Christmas Celebration yang terlihat sangat spektakular, sampai ada malaikat yang dikendalikan oleh komputer berterbangan…. Ternyata ada banyak perusahaan penyewa peralatan yang belum dibayar. Mengapa bisa begitu? Karena mereka melayani dengan cara manusia. Maka kita, meski tak punya organisasi yang sekuat mereka, tapi saat kita membangun gedung gereja ini , sama sekali tak berhutang. Kita mementingkan pimpinan Tuhan, mengerjakan apa yang Dia ingin kita kerjakan. Yesus tak punya rencana untuk menyembuhkan orang buta itu. Tapi waktu Dia lewat di sana, dia menemui orang itu dan langsung bertindak. Maka kita perlu always available to the new guidance of Holy Spirit, Dia yang pikiranNya melampaui kita akan menciptakan kesempatan yang tak pernah ada di dalam rencana kita. Salah seorang terkaya di Jakarta pernah mengatakan pada saya: “tahun lalu, tak ada hal yang kami rencanakan sukses. Dan semua kesuksesan yang kami raih justru berada di luar rencana kami”. Boss di dunia punya kemungkinan untuk mengubah rencananya. Sementara pegawai, terikat oleh rencana yang boss mereka tetapkan.
Puji Tuhan, Boss kita adalah Dia, dan pada waktu Dia mengatur sesuatu yang sama sekali berbeda dengan rencana kita, siapa yang siap mengatakan: I am here, available to obey You, now? Dengan begitu pelayanan kita akan jadi sangat dinamis, bukan? Memang, orang sering merasa mengikut pelayanan saya susah. Tapi bagaimana dengan saya yang harus setiap saat harus mengikut pimpinan Tuhan yang baru, apa tak lebih susah? Perlu seperti Yesus, lewat di satu tempat dan melihat…. menandakan mataNya sangat jeli, menemukan kesempatan menolong orang yang punya kebutuhan urgen, segera melakukan sesuatu yang tak mungkin orang lain lakukan. Maka jika kau bisa melakukan sesuatu, tapi kau tak melakukannya, itu berarti, kau membiarkan setan menguasai sejarah. Itu sebabnya, saat saya menemukan, ada berapa kota besar di Asia Tenggara yang perlu di-Reformed-kan. Setiap minggu saya keliling lima kota dengan menarik koper, mengejar bus; tak mau merepotkan orang untuk menjemput. Sekarang memang mulai merasa, kalau bisa tak usah pergi tentu lebih enak. Bisa baca buku, menikmati hidup yang tenang di rumah, menikmati hak dari seorang lansia. Tapi karena kebutuhan yang begitu urgen, setiap minggu ada enam ribu sekian orang menantikan ekspositori saya tetap pergi. Tapi saya juga sudah mempersiapkan hati mereka, selesai ekspositori Injil Yohanes, mungkin saya tak akan keliling tiap minggu lagi .
Apa yang Yesus Kristus lihat saat itu? Satu orang. Orang yang seperti apa? Buta. Sejak kapan dia buta? Sejak lahir — statemen yang sangat menyentuh hati saya. Karena cara pandang Yesus memang berbeda dengan kita, Dia memandang orangnya dulu baru kebutaannya. Tapi kita, terbalik, melihat kebutaan; kekurangan orang dulu dan menjadikannya sebagai satu tanda untuk mengingat dengan menjulukinya: si jankung, si kurus kering, si bungkuk, si bisa, si buta, si tuli…… Terjemahan Alkitab bahasa Mandarin: Dia melihat satu orang yang buta sejak lahir. Mengindikasikan bahwa Dia mengutamakan kemanusiaan yang dia miliki. Sesungguhnya, kalau kita bisa memandang orang dari sudut kemanusiaannya, tentu dapat membangun human relationship yang jauh lebih indah dari mereka yang memandang orang dari sudut yang salah. Yang menjuluki orang dengan si pendek, si jankung… dan lupa bahwa orang yang sakit, yang up normal, yang idiot sekalipun adalah orang yang punya kemanusiaan. Saya pernah melihat satu adegan yang sangat menjijikkan di Palopo. Di mana kami tinggal di lantai dua, di lantai satu terdapat orang-orang yang berjualan beras, garam, gula, arang…. suatu hari, saat saya mau naik tangga, melihat seorang idiot sedang melakukan onani. Saya merasa jijik sekali, tapi di saat yang sama juga menyadari, bahwa dia adalah seorang manusia yang punya kebutuhan seks. Kasihan sekali, bukan? Bedanya, dia tak sadar itu adalah hal yang memalukan, yang tak pantas dilakukan di tempat umum, ditonton oleh orang-orang yang lalu lalang di sana. Ay.1 membuat kita memahami betapa besar kasih Yesus terhadap manusia, Dia menghargai setiap jiwa. Karena sesungguhnya, tak seorangpun mau dilahirkan dengan paras yang jelek, cacat…. semua orang ingin sempurna.
Yesus tak pernah merasa diriNya tinggi lalu merendahkan orang lain. Siapa kau, yang karena dirimu sehat, kaya, sempurna, ganteng berani memandang rendah akan orang yang sakit-sakitan, yang kurang sempurna, yang kurang ganteng dan yang miskin? Yesus adalah Anak Allah, tapi waktu di dunia memperlakukan orang miskin, orang sakit, orang buta… sebagai manusia; human being, who need the human relationship, human touch, human appreciation, human dignity. Tapi mengapa orang itu buta sejak lahir, mengalami nasib yang begitu buruk? Banyak orang Karismatik mencoba menjelaskan, orang jadi miskin, karena menerima kutukan. Orang sakit, karena dia tak dikenal oleh Tuhan…. pengajaran yang tak pernah ada di Alkitab. Jadi, bagaimana Alkitab memberi jawaban atas pertanyaan seperti itu? Yesus memakai peristiwa kecil di Yoh.9 ini untuk membongkar rahasia besar tentang the suffering, the deface or the not perfect status. Pada waktu Yesus melihat orang itu, Dia bukan melihat sepintas dan berlalu; tak mempedulikannya, dengan alasan: “aku sibuk”. Kemarin, saya menyempatkan diri ke Pondok Indah melihat akan bangunan GRII di sana. Di tengah jalan, saya melihat sesuatu yang menarik, ada orang-orang membawa “nona-nona kecil mungil”. Tapi setelah saya amati, ternyata bukan nona kecil melainkan kera yang diberi topeng nona kecil. Membuat orang yang merasa iba akan nona kecil yang minta- minta dalam keadaan hujan. Dan ternyata di perjalanan yang tak sampai dua ratus meter itu ada enam “nona”. Hati saya jadi sedih, karena orang-orang itu tega menyiksa kera demikian rupa demi mendapatkan uang bagi diri sendiri. Tapi setelah pikir-pikir, saya lebih kasihan pada orangnya, karena dia harus hujan-hujanan demi mendapat simpati orang.
Yesus menemukan seorang yang tak mungkin mendapatkan simpati dari orang pada umumnya, karena dia buta, bahkan buta sejak lahir. Paling banyak orang hanya berpikir: mengapa di dunia ada setengah atau satu persen bayi yang lahir dalam keadaan cacat: buta, tuli, bisu? Itulah juga ditanyakan oleh murid-murid: “Tuhan, mengapa orang ini buta. Apa karena dosanya atau dosa orang tuanya?” Bunyi dari berita duka orang Chinese di surat kabar adalah seperti berikut: gara-gara aku kurang hormat pada orang tua, mendatangkan malapetaka; kematian pada orang tuaku. Karena menurut mereka, itulah sikap seorang anak yang hormat pada orang tua. Kita tak perlu ikut-ikutan. Karena ajaran seperti itu tak pernah ada di Alkitab maupun di filsafat Barat. Hanya orang Tionghoa yang berpikir: semua malapetaka berasal dari anak, dan semua berkat berasal dari orang tua. Sementara ajaran di Alkitab: “upah dosa adalah maut”. Bukan malapetaka datang dari anak yang kurang hormat, mengundang kutuk bagi orang tuanya; atau karena orang tua melakukan dosa, mengundang kutukan bagi anaknya. Memang benar, ada orang tua yang karena doyan berzinah, menurunkan penyakit kelamin pada bayinya. Ada juga orang tua yang karena tak menginginkan bayi yang dikandungnya, ingin menggugurkan janinnya dengan cara minum obat-obat sembarangan, tapi akhirnya pengguguran tak berhasil malah melahirkan anak yang cacat. Di Bogor , ada satu keluarga, yang keempat orang anaknya tuli, karena ibu mereka melakukan hal seperti itu. Itulah manusia, kalau ditanya: mau menikah? Mau. Mau melakukan hubungan seks? Mau. Mau anak? Tidak. Jadi , hanya mau anugerah, tak mau tanggungjawab. Akibatnya, keempat orang anaknya tuli. Di th. 1938, Tuhan menyembuhkan mereka lewat doa dan tumpang tangan DR. John Sung. Kesembuhan DR. John Sung berbeda dengan kebaktian kesembuhan ilahi yang sekarang ini ramai-ramai dilakukan oleh orang Karismatik. DR. John Sung tak pernah mengatakan: “percayalah pada Tuhan, maka semua penyakitmu akan sembuh”. Dia mengharuskan semua orang yang minta didoakan mengiikut seluruh kebaktian serial yang dia pimpin sebanyak dua puluh satu sesi (dalam tujuh hari). Mengapa? Karena orang harus mendengar firman, punya iman dulu, baru berdasarkan iman itu dia mendoakan mereka. Dia juga dia tak pernah mengumbar janji, asal kau beriman, semua penyakit mu pasti sembuh. Terlihat di sini, pelayanan DR. John Sung stabil, dia menyembuhkan orang sakit bukan dengan bermain- main, seperti yang dilakukan oleh orang Karismatik yang tidak bertanggungjawab. Dia adalah orang yang jujur dan sungguh-sungguh setia pada firman Tuhan. Jadi, ada kalanya, karena keteledoran dan kesalahan orang tua dapat mendatangkan malapetaka bagi anaknya. Tapi waktu mereka bertanya pada Tuhan Yesus: “Rabi, apa sih yang membuat orang ini buta sejak lahir, apa karena dia berdosa dan menerima hukuman Tuhan. Atau karena dosa papa-mamanya, dia terkena getah. Karena di Sepuluh Hukum tertulis: jika kau memelihara firmanKu, taat pada perintahKu, Aku akan memberkati anak-cucumu sampai seribu generasi. Jika kau mengkhianati firmanKu, Aku akan menuntutmu sampai generasi ketiga atau keempat?” Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan pertanyaan itu sendiri: is it because of his own sin or because he inherit the sin of his fahter and mother? — either or. Tapi Yesus menjawab dengan neither nor. Berbeda dengan paradigma; cara pikir kita yang diikat oleh pilihan alternatif: either or, hanya dua kemungkinan: pergi atau tinggal, ya atau tidak, jalan atau berhenti, menikah atau membujang…. Tuhan menyatakan paradigma yang melampaui paradigma kita. Paradigma itu baru dimengerti oleh Post Modern di akhir abad ke-20. Padahal, di P.L., tiga ribu empat ratus tahun silam, Tuhan sudah menyatakannya tiga ribu empat ratus tahun silam, Tuhan sudah mengarahkan manusia dari either or menjadi neither nor. Suatu pagi buta, saat Yosua berdoa di atas gunung, tiba-tiba dia melihat seorang yang tinggi besar dan gagah perkasa berdiri di hadapannya. Karena saat itu masih berkabut, Yosua tak dapat melihat dengan jelas. Maka dia menghunus pedang sambil bertanya pada orang itu: “siapa kau, kau datang melawan atau membantu?” ini adalah satu reaksi yang lumrah, yang dapat dimengerti. Karena dia adalah seorang Jendral yang bertanggungjawab bagi mati-hidup-nya seluruh bangsa Israel .
Mao Ze Dong pernah mengemukakan: ge ming shou yao de tiao jian, jiu shi ren qing shui shi peng you, shui shi chou di; syarat utama dalam revolusi adalah mengenali dengan jelas: siapa lawan-siapa kawan. Maka dia adalah salah seorang yang paling pintar sekaligus paling bodoh di abad ke-20. Karena di masa tuanya, dia justru memandang Deng Xiao Ping yang dapat mengangkat Tiongkok menjadi negara kaya, subur dan maju itu sebagai lawan. Menandakan dia sudah tak mampu membedakan siapa kawan-siapa lawan. Dan mungkin, teori itu dia dapatkan inspirasinya dari Yosua. Karena tiga ribu empat ratus tahun sebelum dia, Yosua sudah menggunakan teori itu. Tanyanya pada orang itu: “are you our enemy or our friend? — either or. Orang itu menjawab: “I am not your friend…” celaka! Mungkin dia adalah musuh yang ingin mengajakku berduel. Tapi sambungnya: “and I also not your enemy” apa-apaan ini: bukan kawan juga bukan lawan. Jadi, siapa kau; neither our enemy nor our friend? Mengindikasikan Tuhan menjawab pertanyaan yang menggunakan pola pikir either or dijawab dengan neither nor. Menyatakan bahkan Dia bukan datang membantu kita; menjadi pembantu kita, juga bukan datang melawan kita; jadi musuh kita, tapi datang untuk menjadi Pemimpinmu. Barulah Yosua sadar, either or not suitable for God’s guidance. Karena Dialah Tuhan, kehendakNya dan bijaksanaNya jauh lebih tinggi dari pikiran kita yang terbatas: I neither not your foe nor your friend, I am your General, your leader. Yosua langsung berlutut dan menyembah Dia. Karena sebenarnya, Dia adalah Kristus sebelum inkarnasi, yang pernah berkali-kali menyatakan diri dalam bentuk manusia, untuk menyatakan kuasa ilahiNya, kepedulianNya pada hidup rohani manusia di Perjanjian Lama (PL). Di Perjanjian Baru (PB) juga terdapat satu catatan, dimana Tuhan memakai neither nor untuk menjawab pertanyaan either or. Tertulis dimana? Yoh.9, jawab Yesus: “bukan karena dosanya atau dosa papa-mamanya”. Terjemahan Alkitab bahasa Mandarin jauh lebih baik dari terjemahan bahasa Indonesia: orang ini buta dari lahir, agar kemuliaan dan kuasa Tuhan nyata dinyatakan di atas dirinya. Saya bersyukur pada Tuhan, karena jawabanNya mengindikasikan, tak ada perkara yang terjadi secara kebetulan, tanpa arti. Orang sering mengeluh: mengapa aku bangkrut, sakit kanker, buta, cacat, patah hati.., apakah karena dosaku besar? Bukan! Apa karena dosa pihak lain? Bukan! Melainkan karena Tuhan mau memakai hal ini untuk menyatakan kuasa dan kemuliaanNya, amin?
Inilah tujuan why God permitted all the deface, and all the failures happen in our life: Dia ingin menyatakan kuasaNya dan kemuliaanNya atas kita. Jadi, never cry for your shortage, your deface, your weekness, but expect something great from God within your suffering. Meski aku buta, tapi saat mataku dicelikkan, dunia akan melihat kemurahan, kebesaran dan kemuliaanNya. Saya sangat tak sabar dan susah bekerja sama dengan orang yang baru menemui sedikit kesulitan langsung mengatakan: ini tak mungkin, tak bisa…. Padahal, semua kesulitan bisa saja menjadi kesempatan kita menyaksikan kebesaran Tuhan, amin?
Kita bersyukur pada Tuhan yang telah memberi kita banyak kesempatan untuk melintasi dan mengalahkan kesulitan-kesulitan besar. Kesulitan besar yang orang Israel temui setelah keluar dari Mesir adalah: Laut Kolsom membentang di depan mereka, tentara Firaun mengejar dari belakang, kanan-kiri dikelilingi gunung yang curam. Bahkan di saat mereka dikepung oleh kesulitan dari empat penjuru, pimpinan “Dewan Perwakilan Rakyat” datang menuding Musa: Apa maumu, sengaja membawa kami keluar dari Mesir, agar kami mati di sini, pemimpin macam apa kau? Adakah Musa mengatakan: “kalau begitu, biar aku bunuh diri saja?” Tidak! Dia justru mengucapkan satu kalimat dengan luar biasa tenang: “dengarlah hai Israel, suara gemuruh dari kereta perang Firaun yang kau dengar hari ini, tak akan kau dengar lagi untuk selamanya. This is the last day, you listen to the sound of the Pharaoh’s charriots. Sesudah itu, Musa mengangkat tongkat, dan terbelahlah air Laut jadi dua untuk pertama kalinya sejak dunia dicipta. Menyatakan rencana Tuhan lebih tinggi dari rencana manusia, memungkinkan semua mereka menyeberang di atas tanah kering dengan selamat. Melihat itu, tentara Firaun kira, mereka juga dapat mengalami hal yang sama dengan orang Israel; umat Allah. Tidak! Setelah semua orang Israel menyeberang, air laut kembali menyatu, menenggelamkan seluruh tentara Firaun. Dan berkumandanglah konser terbesar di sepanjang sejarah. Dua orang menyanyi, tanpa penonton (karena semua orang ikut menyanyi), dikonduk oleh Miriam, bukan di Concert Hall, tapi di tempat terbuka, suara merekapun langsung sampai ke sorga —Tuhan sanggup mengerjakan pekerjaan yang besar. Maka saat kita menemui kesulitan, malapetaka, tak perlu takut, sedih atau menangis, ubahlah semuanya jadi pengharapan, menantikan Tuhan menyatakan anugerahNya. Puji Tuhan! Saya ingin menandaskan lagi, yang Yesus lihat adalah orang, yang punya masalah. Dia tahu, lewat masalahnya, orang akan menyaksikan kemuliaan dan kuasa kebesaranNya. Biar kita belajar untuk beriman, melalui hidup yang berbeda dengan orang dunia, saat berada dalam kesulitan, bukan terus menerus mengeluh: tak mungkin. Karena tak ada yang tak mungkin; mustahil bagi Tuhan.
(ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – EL)
Pengkhotbah : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : https://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/jakarta/MRI1108.pdf