Dipenghujung tahun 2012 ini  nyaris semua pegawai pajak siaga memantau penerimaan pajak apakah akan mencapai target yang telah dicanangkan baik secara nasional maupun regional ditempat mereka berdinas. Menurut ogut disamping mengharapkan wajib pajak untuk membayar PPN masa Nopember 2012 ditanggal 30 Desember 2012 karena tanggal 31 Desember 2012 bertepatan dengan cuti bersama (Pasal 8 ayat (2) PMK 184/PMK.03/2007) hampir tidak ada lagi yang dapat dilakukan menjelang 4 (empat) hari kerja yang tersisa selain menunggu adanya mujijat sehingga memungkinkan pencapaian terealisasi. Namun sebaliknya bagi yang telah genjot melakukan analisa dan himbauan di pertengahan tahun, berharap komitmen yang telah disepakati wajib pajak dapat segera direalisasikan ditahun ini.

Seperti kita ketahui bersama bahwa keberhasilan Direktorat Jenderal Pajak dalam memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan negara adalah melalui salah satu alat ukur yang bernama tax ratio. Berapa target tahun 2012? dan apa pengaruhnya dengan tax ratio? Sesuai dengan judul tulisan kali ini ogut memberikan judul sekilas tentang tax ratio. Sekedar mengingatkan kembali berapa penerimaan negara tahun sebelumnya mari kita lihat data statistik realisasi penerimaan negara tahun 2007 s.d 2011 dengan rencana tahun 2012.

Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah) 2007 – 2012

Sumber Penerimaan

2007      1

2008      1

2009       1

2010     1

2011         2

2012        3

Penerimaan Pajak

490,988

658,701

619,922

723,307

878,685

1,019,333

Pajak Dalam Negeri

470,052

622,359

601,252

694,392

831,745

976,900

Pajak Penghasilan

238,431

327,498

317,615

357,045

431,977

512,835

Pajak Pertambahan Nilai

154,527

209,647

193,067

230,605

298,441

350,343

Pajak Bumi dan Bangunan

23,724

25,354

24,270

28,581

29,058

35,647

BPHTB

5,953

5,573

6,465

8,026

Cukai

44,679

51,252

56,719

66,166

68,075

72,443

Pajak Lainnya

2,738

3,035

3,116

3,969

4,194

5,632

Pajak Perdagangan Internasional

20,936

36,342

18,670

28,915

46,940

42,433

Bea Masuk

16,699

22,764

18,105

20,017

21,501

23,534

Pajak Ekspor

4,237

13,578

565

8,898

25,439

18,899

 

 

 

 

 

 

 

Penerimaan Bukan Pajak

215,120

320,604

227,174

268,942

286,568

272,720

Penerimaan Sumber Daya Alam

132,893

224,463

138,959

168,825

191,976

172,871

Bagian laba BUMN

23,223

29,088

26,050

30,097

28,836

25,590

Penerimaan Bukan Pajak Lainnya

56,873

63,319

53,796

59,429

50,340

54,398

Pendapatan Badan Layanan Umum

2,131

3,734

8,369

10,591

15,416

17,861

 

 

 

 

 

 

 

Jumlah

706,108

979,305

847,096

992,249

1,165,253

1,292,053

Catatan : 1). LKPP, 2). APBN-P, 3 RAPBN. Sumber : bps.go.id

Seperti diketahui bahwa pada tanggal 13 Maret 2012 lalu, Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI tentang Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal dan Asumsi Makro RAPBN-P 2012, mengungkapkan bahwa jika saja dalam penghitungan Tax Ratio Indonesia diperhitungkan juga pajak daerah dan penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) maka Tax Ratio Indonesia bisa di atas 15 persen, melampaui target yang telah ditetapkan pemerintah yang sebesar 12,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Saat itu Menteri Keuangan juga menambahkan bahwa Tax Ratio negara-negara tetangga atau yang seperti Indonesia bisa 15 sampai 17 persen karena mereka dalam menghitung Tax Ratio, juga memasukan unsur-unsur pajak daerah dan penerimaan dari SDA.

Tax Ratio adalah angka perbandingan antara jumlah pajak yang terhimpun dalam satu tahun dengan Produk Domestik Bruto (PDB/GDP). Jika pajak yang terhimpun dapat kita lihat dalam tabel di atas, bagaimana dengan PDB? Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product adalah total produksi barang dan jasa yang dihasilkan di dalam suatu wilayah pada periode tertentu, misalnya satu tahun. (Di level provinsi di Indonesia biasanya disebut Produk Domestik Regional Bruto-PDRB). PDB jika dibagi dengan jumlah penduduk maka menjadi PDB per kapita. Ukuran ini lebih spesifik karena memperhitungkan jumlah penduduk serta mencerminkan kesejahteraan penduduk di suatu tempat. Lalu bagaimana PDB diukur? Caranya, total nilai berbagai macam barang dan jasa diagregasikan. Namun karena berton-ton baja tidak mungkin dijumlahkan begitu saja  maka proses agregasi dilakukan berdasarkan nilai uang produksi barang-barang tersebut. Di Indonesia PDB diukur setiap tiga bulanan dan tahunan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Jangan tanya apakah data dari BPS itu valid karena kita harus percaya jika tidak percaya tanyakan pada rumput yang bergoyang.

Nilai total pendapatan nasional dalam satuan harga sekarang disebut dengan PDB nominal (PDB atas dasar harga berlaku). Nilainya tentu berubah dari waktu ke waktu, seiring dengan perubahan kuantitas produksi barang/jasa atau dalam harga dasarnya. Jika nilai nominal ini dihitung dalam harga yang tetap atau dipatok, didapatlah nilai PDB riil (PDB atas dasar harga konstan). Untuk menghitung nilai riil tersebut dipilihlah satu tahun dasar. Kemudian, nilai semua barang dan jasa dihitung berdasarkan harga masing-masing yang berlaku pada tahun tersebut. Karena harga barang sudah tetap, PDB riil dianggap hanya berubah sesuai dengan adanya perubahan kuantitas barang/jasa. Perubahan PDB ini mencerminkan perubahan kuantitas output produksi secara riil. Inilah yang sehari-hari disebut dengan pertumbuhan ekonomi. Jadi yang disebut sebagai “pertumbuhan ekonomi” tidak lain mengacu pada peningkatan nilai total barang dan jasa yang diproduksi dalam sebuah perekonomian.

Rumus menghitung pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut :

g = {(PDBs-PDBk)/PDBk} x 100%

g = tingkat pertumbuhan ekonomi
PDBs = PDB riil tahun sekarang
PDBk = PDB riil tahun kemarin

Contoh (diambil dari opini Budi A  kompasiana.com):

PDB Indonesia tahun 2008 = Rp. 467 triliun, sedangkan PDB pada tahun 2007 adalah = Rp. 420 triliun. Maka berapakah tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 jika diasumsikan harga tahun dasarnya berada pada tahun 2007 ?

jawab : g = {(467-420)/420}x100% = 11,19%

Apakah Tax Ratio hanya merupakan perhitungan matematis atas perbandingan jumlah penerimaan pajak terhadap jumlah penerimaan domestik bruto? Karena pada kenyataannya para ahli ekonomi mengatakan berbicara tax ratio adalah berbicara tentang seberapa produktif sistem perpajakan suatu negara dalam mengumpulkan penerimaan negara artinya tinggi rendahnya nilai tax ratio merupakan maju tidaknya sistem perpajakan negara tersebut. Menurut pendapat ogut ya demikian jikalau kita tidak mau terkurung muatan politis.

Dalam satu kesempatan Kakanwil saya mengatakan bahwa setiap tahunnya belum ada sejarahnya target penerimaan nasional diturunkan dalam benak saya mengatakan demikian pulalah tentunya dengan tax ratio, bukan begitu?

Lalu bagaimana dengan rencana tahun 2013? mari kita saksikan bersama apakah filosofi pak kakanwil tersebut benar? Karena menurut saya, sebagai petugas langsung dilapangan tetap semangat mengikuti petunjuk pimpinan walau badai menghadang seperti pemberlakuan penyesuaian PTKP 2013 yang menggerus penerimaan pajak sebesar lebih kurang 13 triliunan, signifikansi hasil dari registrasi ulang PKP yang konon katanya berbuah positif,  serta yang diikuti dengan kebijakan perubahan nomor faktur. Dimana para ahli di kantor pusat sana selalu berargumentasi tentang dampak jangka panjang perubahan aturan perpajakan yang akan meningkatkan asas kenyamanan (convenience) sehingga banyak wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan secara sukarela. Fasilitas pajak juga selalu dijadikan sebagai pembujuk kepada Pemerintah untuk meningkatkan kinerja sejumlah sektor agar makin produktif dan kompetitif. Termasuk  kebijakan perubahan nomor faktur pajak tahun 2007 yang beralasan demi kenyamanan, lah’ ogut dilapangan mengatakan kenyamanan untuk bermain hal yang tidak beres mungkin :). Ogut sependapat dengan beberapa opini yang mengatakan perlunya Direktorat Jenderal Pajak diganti menjadi Badan Penerimaan Negara (National Revenue Service) sebagai momentum reformasi perpajakan meneruskan jilid demi jilid yang sudah dicanangkan terlebih kedepan kontribusi pajak menjadi yang utama sumber penerimaan terbesar.

Hal yang nikmat yang dapat ogut lakukan dalam melihat masuknya penerimaan pajak detik demi detik menjelang tahun yang baru tiba adalah mengambil cuti 3 (tiga) hari tepatnya tanggal 26 s.d 28 Desember 2012 :D. Sehingga ditahun yang baru ada semangat yang baru untuk bekerja lebih giat lagi mengingat  ditahun 2013 dibutuhkan kesiapan mental dalam mengumpulkan penerimaan negara dari sektor pajak seperti yang amanatkan negara dipundak fiskus.

(Ditulis sebagai informasi dan arsip pembelajaran 🙂 ).