Nats : Yoh. 10 : 6 – 15

Di bagian pertama dari Yoh.10 Yesus berkata: Aku adalah pintu. Tekanan utamanya: Aku adalah Dia yang kekal. Sama seperti jawaban Allah pada Musa saat dia bertanya, siapakah namaMu, agar aku bisa menjawab orang-orang yang bertanya padaku, siapa yang mengutus kau: “I am who I am, Aku ini self exist, ada dari kekal sampai kekal”. Mengisyaratkan bahwa Allah tak mengenal: kemarin, sekarang atau yang akan datang. Karena Dia adalah Pencipta waktu, Dia tak dikendalikan oleh proses waktu — satu konsep yang tak pernah ada di semua agama, filsafat ataupun kebudayaan manusia yang berada di dalam proses waktu: punya hari kemarin yang sudah berlalu, punya hari esok yang belum datang, punya masa sekarang yang sebentar lagi akan berlalu. Hanya Allah yang ada di atas waktu, kekal, self exist dan selama-lamanya tak akan berlalu. Contoh: kalau saya naik pesawat dari Semarang ke Palembang. Tak lama setelah take off, saya bertanya pada pilot: “sekarang kita berada di mana?” Jawabnya: “Semarang, sudah lewat, Jakarta, di bawah kita, Palembang, belum tiba” — statemen itu bisa disalah-mengerti oleh orang-orang yang tak di atas pesawat: orang Semarang berang waktu mendengar statemen Semarang sudah lewat pasti dan menimpali: apanya yang lewat, Semarang masih ada. Begitu juga dengan orang Jakarta, waktu mendengar Statemen: Jakarta ada di bawah kita tentu akan protes: apa maksudmu, Jakarta ada di bawahmu? Orang Palembang yang paling tak terima: mengapa kau mengatai kami belum tiba? Padahal apa yang dikatakan pilot itu tidak salah. Mengapa? Karena dia mengatakannya di atas pesawat yang terbang dengan kecepatan tinggi. Sementara orang-orang yang ada di kota-kota itu melewati hidup mereka di dalam proses waktu yang sangat lambat bila dibandingkan dengan waktu tempuh pesawat.

Kalau diteruskan, mau tak mau harus menyinggung teori Relativisme dari Einstein. Apakah Relativisme yang paling kontras? Allah yang kekal vs proses waktu di dalam dunia ciptaan. Seperti yang Alkitab katakan: bagi Allah, seribu tahun sama dengan satu hari, satu hari sama dengan seribu tahun. Jadi, siapakah kita? Orang yang lahir puluhan tahun silam, yang sekarang ini masih hidup, dan berapa tahun atau berapa puluh tahun lagi akan mati. Setiap tahun saat saya bercermin, selalu menemukan diri semakin dan semakin tua; paras ganteng di masa muda semakin sirna. Tapi kalau tahun ini saya tak mau berfoto, tahun depan pasti lebih jelek lagi. Karena kita memang berada di dalam proses waktu. Bukan Allah yang ada dari kekal sampai kekal — statemen yang Yesus pakai di dunia, saat Dia memproklamirkan diriNya. Masalahnya: orang Ibrani tahu, hanya Allah yang boleh mengatakan statemen itu, maka ketika mereka mendengar Yesus memperkenalkan diri dengan statemen itu, terjadilan pergolakan dalam konsep mereka: Kau ini orang Galilea; orang Nasaret, berani-beraninya Kau mengatakan: Aku adalah pintu, Aku adalah kebenaran, Aku adalah jalan, Aku adalah kebangkitan, Aku adalah hidup, Aku adalah hidup kekal — statemen statemen yang mengisyaratkan diriNya adalah Allah yang kekal, yang masuk ke dalam sejarah manusia. Injil Matius, Markus, Lukas memang tidak mengangkat proklamasi-proklamasi Yesus itu secara jelas. Tapi Yohanes, menegaskan kebenaran yang kekal dan sangat penting, yang menyatakan Yesus Kristus adalah Allah. God is not a truth or the subject disoursed by men. He is the subjectivity of the truth in person. Pada waktu Yesus mengatakan: “Aku adalah pintu”, Dia mengacu pintu yang membawa manusia memulihkan relasinya dengan Allah yang sudah terputus. Siapakah orang pertama yang menyinggung soal pintu yang menghubungkan Allah dan manusia? Yakob. Setelah dia melarikan diri dari Esau, malam harinya dia bermimpi, dan saat bangun dia berkatakan: “inilah pintu sorga, inilah Bait Allah”. Jadi, kali pertama Alkitab menyebut Bait Allah, tak ada sangkut pautnya dengan bangunan. Maka sebutan Bait Allah bukan mengacu pada bangunan Bait Allah; gereja yang terbuat dari tanah, batu, besi beton…. Karena kata Paulus: “kamu adalah Bait Allah”, karena Allah tinggal dalam kita. Hari ini, orang-orang Karismatik mempercayai satu tahayul: semua benda yang ada lukisan atau ukiran bermotif naga itu setan, harus dihancurkan. Apakah yang salah dengan konsep ini? Mematerialisasikan setan, roh jahat. Padahal, setan suka diam di dalam hati, tubuh manusia, bukan bersembunyi di piring, guci…. tapi orang-orang Karismatik dan Little Flock, begitu melihat benda yang bermotif naga langsung merobek, memecahkan atau membuangnya. Tapi kemudian terjadi dua perkara yang membuat mereka mengalami Schizophrenic. Karena di atas uang 50 dollar Singapore versi lama terdapat gambar naga. Lalu apakah mereka juga merobeknya? Tidak, mereka simpan dan gunakan, tanpa menyinggung soal setan. Begitu juga waktu mereka menginjili di Kalimantan, menghancurkan semua benda yang bermotif naga. Tapi ketika mereka menemukan, ada banyak orang dayak yang mau percaya Yesus itu tubuhnya ber-tatoo naga, apakah mereka juga menguliti orang-orang itu? Tidak. Memberi mereka pakaian guna menutupi tatoo naganya.

Jadi, iman kepercayaan atau interpretasi Alkitab yang salah memang dapat membuat seseorang jadi Schizophrenic, karena imannya tak konsisten. Dan seharusnya, kebenaran bukan membelenggu tapi membebaskan manusia. Tapi saat Yesus yang adalah Allah jadi manusia, manusia tak dapat menerima. Suatu kali, di sesi tanya jawab, ada orang yang mengajukan pertanyaan: mengapa orang Kristen menjadikan seorang manusia sebagai Allah, hanya karena Dia bisa melakukan mujizat? Saya mengawali jawaban saya dengan statemennya: “apa? hanya karena Dia bisa melakukan mujizat, bisakah kau melakukan mujizat? Tak mungkin. Karena mujizat hanya dapat dilakukan oleh Allah; mujizat adalah tanda yang membuat manusia mengenali bahwa Dia (yang melakukan mujizat itu) adalah Allah. Sayang, setelah Yesus melakukan mujizat dengan begitu nyata di depan mereka, mereka tetap tak mengenali bahwa Dia adalah Allah. Ingat, saat seorang berpendapat: “Allah tak mungkin jadi manusia” dan menjadikan pendapat itu sebagai imannya, dia tak mungkin menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadinya. Demikian juga orang yang mengira setan bersembunyi di dalam bejana; mencampur-aduk roh dengan materi, dia akan menghancurkan benda peninggalan budaya. Karenanya orang Yahudi tak dapat menerima Yesus Kristus yang adalah Allah datang dengan tubuh jasmani; firman jadi manusia yang berdarah-daging. Karena di mata mereka, Yesus adalah anak Maria, tukang kayu dari Nasaret. Mengapa Dia berani mengatakan: “Aku adalah pintu” yang menghantar manusia datang ke hadirat Allah, “Aku adalah Bait itu, hancurkanlah, dan Aku akan membangunnya kembali dalam tiga hari, “Aku adalah jalan”, “Aku adalah kebenaran”, “Aku adalah hidup”, “Aku adalah kebangkitan”, “Aku adalah hidup kekal” —- statemen-statemen yang tak boleh terlontar dari mulut manusia, yang hanya boleh dikatakan oleh Allah, guna menyatakan sifat ilahiNya. Di ay.1-10 Yesus memploklamirkan diri: 1. Aku adalah pintu… Barangsiapa siapa tak masuk lewat pintu pintu, dia adalah pencuri; perampok. Mengapa Yesus mengucapkan statemen ini?

Karena orang Yahudi percaya, Allah akan mengutus Mesias datang. Siapakah Mesias? Di zaman Yesus, ada empat jenis konsep teologi Mesias: 1). Konsep orang-orang yang pulang dari penawanan di Babel. 2). Konsep pedagang Yahudi yang tersebar di kerajaan Gerika dan kerajaan Roma. 3). Konsep para scholar di Aleksandria, di Mesir. 5). Konsep para scholar di Yerusalem. Memang konsep detail masing-masing aliran itu berbeda, tapi prinsip dasarnya sama: Mesias pasti punya sifat militer, politik, balas dendam, kebangsaan. Keempat konsep ini membelenggu mereka, membuat mereka siang-malam berseru seru: datanglah Mesias, selamatkan negera kami, kalahkanlah tentara Roma, pulihkanlah tahta Daud, tingkatkanlah martabat bangsa kami.

Ironisnya: ketika Mesias sejati datang, mereka justru berkata: Dia tak sama dengan Mesias yang ada di konsep kami, salibkan Dia. Benarkah Yesus Kristus itu Mesias? Ya. Apakah Dia Penyelamat; Penebus? Ya. Penyelamatkan yang bagaimana? Kata Malaikat pada Yusuf: “Maria akan melahirkan seorang anak, namailah anak itu Yesus. Karena Dia akan menyelamatkan bangsaNya dari dosa”. Jadi, siapakah yang Yesus selamatkan? Orang Israel mengira: kamilah yang akan Dia selamatkan. Tapi kehendak Allah berbeda: menyelamatkan semua umatNya. Maka kata mereka “kalau Kau bukan datang untuk menyelamatkan bangsa kami, menyingkirlah dari kami”. Apakah Yesus memang berperang? Ya. Tapi Dia bukan berperang dengan manusia, melainkan memimpin manusia berperang dengan setan, pesuruh setan dan kuasa kegelapan. Maka di mata orang Yahudi, Yesus yang sampai mati tak punya bala tentara, juga tak mengalahkan kerajaan Roma. Apalagi Yesus selalu berbicara tentang kasih, tak pernah menyemangati bangsaNya bangkit melawan kerajaan Roma, maka Dia bukanlah Mesias yang kami mau. Apa maksud dari semua kejadian ini? Manusia menantikan Mesias, tetapi konsep Mesias mereka sama sekali berbeda dengan Mesias yang Allah karuniakan.

Yesus berkata: “semua yang datang sebelum Aku adalah pencuri, perampok”. Siapa sih yang Yesus maksudkan? Ternyata setelah kitab Maleaki selesai ditulis; lengkaplah Kitab P.L., ada tenggang waktu empat ratus tahun, dimana Allah tak mengutus nabi ke tengah-tengah bangsa Israel, membuat mereka jadi bangsa yang sangat kasihan, gagal total secara: 1. Agama, Bait Allah dibakar oleh musuh. 2. Negara, mereka ditawan ke Babel, ke Assyria. 3. Bangsa, keturunan mereka bukan bangsa Yahudi yang tulen.   Karena banyak dari antara mereka yang kawin campur dengan bangsa kafir,  dimana  mereka    ditawan. 4. Raja mereka: Herodes, juga bukan bangsa Israel, melainkan bangsa Edom. Karenanya bangsa Israel sangat mengharapkan kedatangan Mesias untuk menyelamatkan mereka, tapi saat Mesias yang Allah utus tiba, mereka tak mengenaliNya, karena Dia begitu berbeda dari konsep Mesias yang mereka punya. Bahkan sebelum Yesus datang ke dunia, sudah ada dua ratus sekian orang yang mengaku-ngaku diri sebagai Mesias. Padahal palsu. Itu sebab, Yesus harus mengatakan statemen ini: “semua yang datang sebelum Aku adalah pencuri, perampok”. Memang, bangsa Israel dapat mengenali para mesias palsu itu, tetapi saat mereka menyamakan Mesias sejati sebagai Mesias palsu bahkan menyalibkan Dia. Mereka telah melakukan kesalahan terbesar, kegagalan agama terbesar di sejarah: membuang Yesus. Tapi Alkitab memang sudah sejak dini menubuatkan: batu yang dibuang oleh tukang batu itu ternyata adalah batu penjuru. Orang Yahudi menolak Yesus, tapi Allah menjadikanNya sebagai dasar gereja. Dan orang-orang yang dapat menerobos sifat manusia Yesus menemukan sifat IlahiNya, mereka dapat mengenali mujizat yang Dia lakukan menandakan Dia adalah Allah. Tapi ternyata, diantara pemimpin agama Yahudi, hanya ada satu orang, yang datang menemui Yesus dan berkata: “kami tahu, kalau Allah tidak menyertaiMu, tak ada seorang dapat melakukan mujizat yang Kau lakukan”. Siapakah yang mengatakan statemen itu? Nikodemus. Jadi, pemimpin agama Yahudi yang punya hati nurani menemukan: Yesus adalah Allah. Tapi yang tak punya hati nurani, justru menjadi sombong karena posisi mereka di bidang agama, mereka berani menolak, menentang bahkan menganiaya Dia. Selain Nikodemus, di injil Yohanes masih terdapat seorang Yahudi yang dapat mengenal: Yesus memang berbeda. Padahal dia dan Nikodemus, bukan murid yang Yesus panggil, Nikodemus adalah wakil dari orang yang berkedudukan tertinggi di bidang agama. Dan orang ini berasal dari lapisan masyarakat terrendah: orang buta yang matanya dicelikkan (Yoh.9). Katanya: “kami tahu, kalau Dia tak diperkenan Allah, mana mungkin Dia mencelikkan mata orang yang buta sejak lahir? Satu perkara yang tak pernah terjadi, sejak dunia dicipta. Jadi, hanya Nikodemus dan orang buta itu yang dapat mengenali dengan sungguh: Yesus adalah Mesias. Tapi mendengar statemen orang buta itu, mereka bukan saja tak terketuk hatinya, malah menegur dia: kau yang lahir sebagai orang yang total berdosa berani mengajari kami? Lalu mengusirnya dari rumah ibadah. Itulah yang di kemudian hari dituliskan oleh Richard Niebuhr: mengapa orang Yahudi menyalibkan Yesus? Karena mereka tahu, keberadaan Yesus adalah ancaman terbesar bagi kebudayaan Yahudi.

Kalau mereka membiarkan Yesus terus hidup, kebudayaan Yahudi pasti punah. Tapi kalau mereka mau mempertahankan kebudayaan Yahudi, Yesus harus dienyahkan. Dan mereka memilih opsi kedua: menyalibkan Yesus. Karena sangka mereka, setelah Yesus mati, pengikutNya juga punah. Tapi apakah faktanya memang seperti itu? Tidak! Pekerjaan Allah tak akan pernah berhenti. Barangsiapa berniat menentang Allah, dialah yang punah, bukan Anak Allah. Hal kedua yang Yesus kemukakan di Yoh.10, “Aku adalah gembala yang baik”; Aku adalah Gembala Agung dari domba-dombaKu. Apa sih yang Dia maksudkan? Dia memberitahu kita: siapa itu dombaNya? Domba yang mengenali suaraKu. Karena domba yang bukan milikKu tak mengenali suaraKu. Yesus Kristus sama dengan Yohanes pembaptis dalam hal: Yohanes pembatis mengumandangkan suara pertobatan di padang gurun, Yesus Kristus mengumandangkan suara Allah yang kekal di dunia. Barangsiapa mendengar dan mau taat, dia adalah dombaNya.

Barangsiapa mendengar tapi tak mau taat, dia bukan dombaNya. Dan kataNya: gembala yang baik menyerahkan nyawa bagi dombanya. Puji Tuhan, relasi kita dengan Allah terjalin, karena Yesus menyerahkan nyawa dan membawa kita jadi domba Allah, lalu Dia memimpin kita dan menggembalakan kita, membimbing kita. Permisi tanya, apakah kita ini milik Kristus dan dengan dasar apa kita menjadi milikNya? Ingat:  bukan karena kita yang memilih Dia, maka kita jadi milikNya. Karena kata Yesus: “bukan kamu yang memilih Aku, Akulah yang memilih kamu”. Allah selalu berinisiatif, Dia tak pernah pasif. Dengan dasar apa kita jadi dombaNya? Karena Dia telah menyerahkan nyawaNya, menumpahkan darah untuk menebus kita. Puji Tuhan. Hari ini kita jadi anak-anakNya, bukan karena jasa atau syarat kita, melainkan karena Dia yang terlebih dulu mengasihi kita, mencari kita, mencurahkan menyerahkan jadi korban penebusan bagi kita. Puji Tuhan! Maka hari ini, biarlah kita jadi orang yang yang datang ke hadiran Allah lewat Dia, mengenal Dia adalah Juruselamat yang mati bagi kita dan membubuhkan meteraiNya, menandakan bahwa kita adalah milik yang telah Dia beli dengan darahNya yang kudus.

Di Yoh.10 ini, Yesus juga memploklamirkan diri: Gembala yang baik. Sekaligus mengungkap akan dua jenis pekerja: a. Gembala. b. Orang upahan. Siapakah orang upahan? Orang yang bekerja demi uang. Siapakah gembala? Orang yang menggembalakan domba dengan kasihNya. Kemarin seorang tamu berada di sini sampai + jam 22. 00, dia bertanya pada saya: “mengapa sudah selarut malam ini, masih ada orang yang bekerja di office gereja?” Jawab saya: “kami punya banyak rekan-rekan kerja yang bekerja tanpa memperhitungkan waktu dan upah. Apa maksudnya, orang yang bekerja demi uang, datang ke office jam 9.00 dan pulang jam 17.00, tak mau tahu apa-apa. Tetapi orang yang bukan bekerja demi uang, saat ada kesempatan melayani Tuhan lebih banyak, tentu tak akan hitung-hitungan. Meski mungkin dirinya mengalami kesulitan ekonomi, atau tak punya banyak uang juga tidak dia permasalahkan. Saya tak pernah melihat seorang ibu berkata pada anaknya: “karena uang belanja yang ayahmu berikan bulan ini sedikit, maka aku tak akan mengurusmu” atau “sekarang jam 16.00, aku mau istirahat, kau main sendiri saja” atau “kalau kau sakit, cari saja orang untuk menemanimu ke dokter, aku mau pulang”. Karena orang yang mengatakan perkataan-perkataan seperti itu adalah pembantu, bukan ibu. Jadi, mana boleh kita menurunkan derajat diri sendiri? Saya berani mengatakan semua ini, karena saya melakukan lebih banyak pekerjaan, lebih berjerih lelah dari kalian semua. Seorang pendeta pernah bertanya pada saya: “are you the pastor of this churh?” “yes” “are you desain this building?” “yes” “are you conduct the orchestra?” “yes” “are you also teaching and preaching to the congregation?” “yes” “how could it be?” “it be”; itulah fakta yang ada. “berapa banyak honor yang mereka berikan padamu?” “honor? Saya bukan orang upahan, saya adalah gembala. Dan semua yang saya lakukan adalah pekerjaan Tuhan. Karena setiap kali mengadakan konser harus menombok begitu banyak dana. Jadi, apa salahnya kalau saya conduct sendiri dan tak mengambil barang satu peserpun. Bukan saja demikian, bahkan delapan puluh persen dari honor saya, saya pakai untuk pekerjaan Tuhan. Karena di sejarah dunia, tak pernah ada orang yang mengasihi Tuhan mati kelaparan, juga tak pernah ada orang yang menjadi miskin karena memberi persembahan. Karena Allah yang kita sembah, adalah Allah yang hidup dan yang sejati, amin? Kata Paulus, “kalau ada orang cinta Tuhan, Tuhan tahu orang itu”. Dan lanjutnya: “kalau ada orang tidak cinta Tuhan, dia pantas dikutuk”. Hari ini, di dalam gereja terdapat ada dua macam orang, dua macam pendeta, penginjil, dua macam majelis, penatua: yang satu punya kasih, melayani dengan senang hati. Yang lain, kalau tak mendapat nama, profit…., tak mau menunaikan tugasnya.

Kata Yesus Kristus: Aku adalah gembala yang baik, bukan orang upahan. Orang upahan bekerja demi uang, maka saat upahnya kurang, dia akan kabur. Saat srigala, singa datang, mengancam keselamatan domba-domba yang dia gembalakan, dia tinggalkan kawanan domba itu dan kabur. Tapi tidak demikian dengan gembala, waktu srigala, singa datang, dia tak akan membiarkan binatang buas itu mencabik-cabik dombanya. Itulah yang Daud katakan pada raja Saul: “waktu singa datang memangsa domba, aku merebut domba itu dari mulutnya dan membunuhnya”. Karena dia mengasihi kawanan dombanya. Mengapa ada banyak gereja yang harus tutup pintu? Karena ada banyak sekolah teologi yang memproduksi orang upahan bukan gembala.  Banyak orang studi teologi, bukan mau melayani Tuhan, melainkan ingin mendapat gelar, punya pekerjaan yang baik, yang meningkatkan martabat dirinya di tengah masyarakat. Tapi saya memberitahu anda, yang ingin melayani di GRII, pada awalnya, honormu pasti lebih sedikit dan pekerjaanmu pasti lebih berat dibandingkan di gereja lain. Allah akan mengujimu selama beberapa tahun, melihat dimanakah hatimu, relakah kau menderita bagiNya, maukah kau memikul salib? Karena hanya orang-orang yang seperti inilah seumur hidup jadi hamba Tuhan yang baik. Mana mungkin Kristus; Gembala Agung kita meninggalkan kawanan dombaNya? Itulah yang Yesus perlihatkan pada saat Dia ditangkap, kataNya: “kalian datang untuk menangkap Aku, bukan? Biarkan mereka pergi”. Karena Dia memang mengasihi murid-muridNya, bukan memikirkan diri sendiri. Itu sebab, marilah kita minta Tuhan menolong kita, agar semua orang di GRII bukan jadi orang upahan, melainkan meneladani Kristus, rela menyangkal diri, memikul salib, karena mengasihi kawanan domba. Dengan begitu, berkat Tuhan buat GRII akan semakin hari semakin besar. Tahun lalu, Tuhan memberi kita kesempatan untuk menginjili enam ratus delapan puluh sekian ribu orang, menandakan hamba-hamba Tuhan di gereja ini telah melakukan banyak pelayanan. Tapi kalau kau tanyakan pada mereka: “apakah kalian merasa sukacita?” Tentu akan dijawab: “sangat bersukacita. Karena ternyata, Tuhan mau memakai kita sedemikan rupa, membawa berkat bagi sekian banyak remaja”. Dan sukacita seperti itu tak mungkin dapat kita beli dengan uang. Waktu kita memasukki tahun yang baru ini, tentu diperhadapkan dengan tantangan yang lebih besar, kita harus membayar harga yang lebih besar. Apa jadinya kalau karena keterbatasan kita, tak mampu mewujudkan rencanaNya? Berdoa, minta Tuhan bangkitkan lebih banyak orang. Kemarin, kita mempersembahkan tempat ibadah yang baru di Cibubur. STEMI ingin membantu dua ratus juta rupiah. Seorang majelis Kelapa Gading berkata: “dulu, STEMI pernah memberi bantuan tiga ratus juta untuk kami, sekarang kami mau mengembalikan enam ratus juta rupiah” “saya akan mengalihkannya pada yang lain”. Mereka senyum-senyum. Karena mereka melakukan semuanya dengan senang hati, meski tak mendapat balasan juga tak masalah. Karena setelah seorang digerakkan oleh kasih Tuhan, dia akan menggerakan lebih banyak orang dengan kasihNya. Dan kalau setiap orang yang punya kasihNya juga punya jiwa gembala, pekerjaan Tuhan akan terus berkembang. Puji Tuhan! Kiranya Tuhan memberkati kita.

 (ringkasan ini belum dipe riksa oleh pengkhotbah – EL)

 

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/jakarta/MRI1115.pdf