Saya kira hampir semua pegawai Direktorat Jenderal Pajak  mengenal sosok yang bernama Sumihar Petrus Tambunan (SPT). Saya tertarik dengan beliau dalam banyak hal, walau beliau tidak kenal dengan saya. Teringat ketika tahun 2009 saat Bapak Darmin Nasution yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak menduduki jabatan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Sumihar Petrus Tambunan pernah dijagokan sebagai pengganti bapak Darmin Nasution, saat itu beberapa calon pengganti yang dijagokan selain pak SPT adalah Fuad Rahmany, Syarifuddin Alsyah  dan abang saya Dr. Robert Pakpahan (sama2 Pakpahan dengan ogut :D), tahu kah siapa yang terpilih? tidak kesemua calon tersebut, namun kesempatan berikutnya Pak Fuad Rahmany terpilih juga sebagai orang nomor satu di Direktorat Jenderal Pajak dan masih menjabat sampai dengan tulisan ini.

Beberapa hal yang saya kagumi adalah kejujuran dan keberaniannya dalam mengatakan bahwa tidak mengetahui berapa potensi riil penerimaan pajak di masyarakat yang bisa digali. Untuk bisa mengetahui berapa potensi riil penerimaan pajak, tuturnya, dibutuhkan waktu sekitar 3 sampai 4 tahun lagi karena saat ini Ditjen Pajak sedang dalam proses pembangunan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi secara komperehensif (Bisnis Indonesia Monday, 25 January 2010). Dia mengatakan hal tersebut dalam jabatannya sebagai Direktur Kepatuhan, Potensi, dan Penerimaan.

Demikian juga halnya pada tahun 2007, ketika mencoba mengungkapkan ada ketidakbenaran dalam sistem MPN (modul penerimaan negara), malah dianggap sebagai perusak suasana. Yang akhirnya dikemudian hari terbukti bahwa Bisnis mencatat data penerimaan per akhir Maret 2007, yang disampaikan sejumlah pejabat kunci, berbeda-beda meski menggunakan data per tanggal yang sama. Yang lebih parah lagi, masih di sekitar bulan itu juga, realisasi penerimaan Ditjen Pajak yang muncul di monitor layar TV mengalami penurunan puluhan triliun dari Rp61 triliun menjadi Rp40-an triliun. “Bahkan ditemukan fakta, ada satu transaksi di-enter sampai 650 kali.

Dari buku “Pajak Menurut Teologi Kristen”  yang pernah saya beli di kolom tentang penyunting saya peroleh informasi tentang bapak SPT ini, lahir di Tapanuli Utara tahun 1951. Menyelesaikan S1 di Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi Universitas Sumatera Utara (1978), S2 Economic di University of Colorado, USA (1984), dan S3 Doctor Of Phylosophy In Economic (Public Finance) di Univeristy of Colorado, USA (1987). Pada tahun 2004 SPT menyelesaikan pendidikan kedinasan tertinggi di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas).

Dalam hal dunia akademis beliau aktif sebagai staf pengajar diantaranya  GRE/GMAT (1987 – 1990), dosen di beberapa perguruan tinggi, yaitu Program D3-STAN (1988 – 1992), Program Pasca Sarjana LPMI (1988 -1995), Fakultas Ekonomi – Univ Trisakti (1992-1993), maupun Pasca Sarjana FISIP UI  sejak 1998. Beliau juga adalah TIM RUU Perpajakan, juga aktif sebagai pembicara dalam berbagai pembicara dalam berbagai seminar perpajakan baik di dalam maupun luar negeri.

Hal yang unik dari bapak SPT adalah bukan karena nama SPT yang juga merujuk singkatan dari Surat Pemberitahuan baik masa maupun tahunan seperti yang dikira saat membaca judul artikel ini, namun karirnya dalam menduduki jabatan Eselon II terpanjang, diantara posisi yang pernah disinggahi adalah :

  1. Kepala Kantor Wilayah Jakarta Khusus
  2. Kepala Kantor Wilayah III Sumatera Bagian Selatan
  3. Kepala Pusat Data dan Informasi Perpajakan
  4. Kepala Kantor Wilayah I Sumatera Bagian Utara
  5. Kepala Kantor Wilayah V Jakarta
  6. Direktur Pajak Penghasilan
  7. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan.

Pada bulan Agustus kemaren tepatnya sehari sebelum perayaan kemerdekaan RI yang ke 67  Jabatan Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan dilepas oleh Bapak Sumihar Petrus Tambunan yang telah memasuki masa pensiun.

Bersambung…