Yoh. 8 : 27 – 36

Setiap kali membahas Yoh. 8, hati saya berat sekali. Karena di sini mencatat deklarasi Yesus mengundang bantahan sengit dari orang-orang yang mengaku diri umat Tuhan, tapi hatinya keras bukan kepalang. Apalagi tatkala Yesus mengatakan: “Aku datang dari Bapa” “apa hanya Kau yang mengenal Dia? kami ini keturunan Abraham” “betul, tapi kalian mati di dalam dosa” “apa? Kau menyamakan kami dengan bangsa kafir yang kami sebut anjing?” Mereka begitu arogan, karena mereka menganggap diri paling mengerti Taurat, good enough and belong to God. So who are You, Who sent You to scold us? Tapi Yesus menegaskan, secara lahiriah, kamu memang beribadah pada Tuhan, secara agama, kamu punya Taurat dan mempelajarinya. Tapi secara rohani, kamu belum bebas dari dosa. Dan statemen Yesus di ay. 28 juga mereka salah pahami: “apa Kau pikir, Taurat dan nabi itu nihil, hanya firmanMu yang benar?” itulah statemen yang sering orang tujukan pada Stephen Tong: “memang hanya dia yang benar – semua orang salah?”. Saya tak mau mengajak mereka berdebat, hanya memaparkan fakta yang tertulis di Kitab Suci: ada nabi palsu – ada nabi sejati, agar kau dapat memilah-milah dan mampu menolak ajaran nabi palsu, rasul palsu, guru palsu.

Orang Yahudi memang punya Taurat, tapi menurut Yesus, mereka belum mengerti esensi Taurat yang sesungguhnya. Sampai kapan? Setelah Anak Manusia yang Bapa utus itu ditinggikan; disalibkan. Tapi mereka tak mau menerima: “apa, kami harus menunggu sampai Kau disalib baru dapat mengerti?”. Padahal istilah yang Yesus pakai bukan “disalibkan” tapi “ditinggikan”. Dia pernah menyinggung hal ini dua kali:

  1. when I was lifted up, will draw all the people come to Me. Tentu yang Dia maksud dengan semua, bukanlah semua orang di dunia, melainkan semua orang pilihan — limited people yang akan mengenal Kristus. Karena keselamatan memang Tuhan sediakan adalah limited attonement, which given to the limited number of people. Maka istilah “semua” di Alkitab tak tentu ditujukan pada semua orang yang bernapas. Contoh, istilah “semua orang” di Rm.5:12 memang mengacu pada semua manusia: karena Adam adalah representatif dari semua orang berdosa. Tapi istilah “semua orang” di Rm. 5: 15 hanya ditujukan pada orang-orang yang ada di dalam Kristus yang sudah mati dan bangkit bagi mereka. Jadi, kita tak bisa mengartikan istilah “semua orang” di Alkitab secara harafiah, perlu dipelajari secara cermat dari konteksnya. 
  2. Ayat 28. Istilah waktu di sana penting sekali. Sebenarnya, Roma sudah berdiri di th. 753 BC (sebelum Kristus), bukan sebagai kerajaan melainkan republik. Tapi sampai di masa Octavian yang dikenal Agustus, barulah mengubah sistem negara Roma jadi kerajaan dan menetapkan diri sendiri sebagai kaisar pertama. Setelah itu, dia lalu memerintahkan semua orang melakukan sensus di kampung halaman masing-masing.

Perintah itulah yang membuat Yusuf, orang yang tinggal di Nasaret harus membawa isterinya: Maria, yang sedang hamil tua pulang ke kampung halamannya di Betleham dan melahirkan Yesus di kandang binatang yang bau luar biasa. Guna menggenapkan nubuat di Mi.5:2. Menyatakan bahwa Allah-lah yang mengatur sejarah dan hidup tiap-tiap orang. Maka setiap anak Tuhan harus jelas akan pimpinan Tuhan, tidak mengambil keputusan seturut kemauan diri sendiri. Ay. 28, …. I teach what My father told Me to teach you”. Statemen itu membuat orang Yahudi salah paham lagi: “apa sangkaMu, kami ini tak tahu apa-apa, harus menunggu sampai Kau tersalib baru kami mengerti? Padahal, saat mereka mengatakan: Kau ini orang Galilea — salah. Kau mengajar dengan sembarangan — salah. Kau tak punya Bapa di sorga — salah. Kami tak pernah jadi budak — salah. Menyatakan keyakinan agama mereka salah kaprah. Kasihan sekali, bukan? Tapi mengapa mereka tak mau dikoreksi oleh Yesus? Karena di mata mereka, Yesus adalah orang Nasaret, Dia pasti bukan nabi. Dengan hak apa Dia mengajar kami, yang punya academic achievement begitu tinggi? Yesus tak meladeni mereka, Dia melanjutkan dengan ay. 29, satu fakta yang melampaui teori, tapi Dia lontarkan dengan kalimat yang sangat sederhana dan menggugah:“…. I always do everyting to please My Father”. Siapa diantara kita yang berani mengatakan kalimat itu di hadapan Tuhan? Kalimat itu memang gampang dimengerti secara tata bahasa, tapi sangat tidak mudah dijalankan. Kecuali kau betul-betul siap untuk menjalankan kehendakNya dengan taat dan rela. Karena memang lebih gampang bagi kita untuk do everything according to our own will, our own profit, membuat kita lebih disanjung, dihargai…. Tapi sesungguhnya, seorang yang selalu menjadikan profit sebagai orientasi dari semua hal yang dia perbuat, dia bukan anak Tuhan yang taat. Karena Yesus Kristus yang adalah Anak tunggal Allah saat di dunia, selalu melakukan hal yang menyenangkan Bapa. Bapa sendiri menyaksikan hal itu: Dia mau lahir di kandang binatang, saat Dia dicaci-maki, dikutuk, difitnah, diadili secara tidak adil… bahkan akhirnya disalibkan, Dia tak membantah atau membela diri; tapi menjalaninya dengan taat, bahkan kalimat terakhir dalam doaNya di Taman Getsemani: “Bapa, bukan kehendakKu melainkan kehendakMu yang jadi”, maka Bapa mengkonfirmasi He is the only One of My representative, Who deserve to be human being example, do everthing according to My will, in order to please Me. Ay. 30 membuat saya menangis. Mengapa waktu kita mengabarkan injil, tak banyak orang bertobat, mengapa tak semua orang Kristen sungguh sungguh percaya Yesus sebagai Juruselamat pribadinya? Karena mereka melihat, hamba hamba Tuhan tak menjalankan perintahNya, tak memperkenan Dia di dalam segala perkara. Itulah yang membuat saya semakin tua semakin rindu untuk do everything to please God, in accordance with His will. Memang kita harus belajar untuk senantiasa memperkenan hati Bapa di sorga. Ay.31, ada dua jenis orang Yahudi: 1. yang tak mau percaya Yesus, selalu mencari-cari kesalahanNya agar dapat menangkap bahkan membunuh Dia. 2. yang percaya padaNya, karena menemukan seluruh hidupNya sejalan dengan kehendak Tuhan. Saat kita melayani Tuhan juga akan menemui kedua jenis orang itu. Maka jangan menjadi lesu karena dihina, dikritik, dihakimi oleh orang-orang yang tak sepaham dengan kita. Karena saat kita betul-betul melakukan hal yang berkenan pada Tuhan, pasti akan ada orang-orang yang diam-diam menilai, tahu what you do is right, is pleasing God, is in accordance with His will dan membuat hati mereka luluh. Yohanes menuliskan ayat ini, orang-orang Yahudi percaya Yesus, karena hati kecil mereka mengetahui, Dia sungguh-sungguh menjalankan semua perkara yang berkenan padaNya. Dan kepada mereka inilah Yesus menyampaikan statemen di ay. 31. Jadi, hanya percaya dan mengikut Yesus saja tidak cukup. Karena Dia menginginkan kita jadi muridNya dengan cara: truly obey His commandment. Di abad ke-19, ada seorang guru piano wanita, yang menyewa sebuah kamar di hotel untuk mengajar piano. Dia menuliskan di depan pintu kamar itu: namanya, guru piano, pernah jadi murid Franz Liszt. Siapa itu Franz Liszt? Satu dari dua pianis terbesar di sejarah, yang menggemparkan dunia piano: Chopin dari Polandia dan Franz Liszt dari Hongaria. Karena dia mencantumkan nama Liszt, banyak orang belajar piano dengannya. Suatu hari, Liszt pergi ke kota itu dan menginap di hotel itu. Waktu dia berjalan menuju kamarnya, dia melihat tulisan di depan kamar pianis itu dan berpikir, rasanya aku tak kenal nama ini, kapan dia belajar denganku? Dia coba mengingat-ingat, sepertinya tak ada, maka dia mengetuk pintu kamar itu. Guru piano mempersilahkan dia masuk dan duduk, sambil menanyakan: “apa bapak mau mendaftarkan anak untuk belajar piano? Saya adalah murid Liszt” “saya ini Liszt”. Dia terperanjat, apalagi saat ditanya: “kapan kau belajar denganku?” dia jadi kalang-kabut dan akhirnya mengaku: “maaf, sebenarnya saya memang tak pernah jadi murid bapak” dengan perasaan takut sekali, apalagi Liszt adalah orang yang sangat terkenal, apa jadinya kalau Liszt menyeretnya ke polisi? Diapun menangis. Liszt merasa iba padanya yang masih begitu muda, yang memperalat namanya hanya untuk cari nafkah. Maka katanya: “coba mainkan satu lagu untukku”. Selesai mendengarkan permainan pianonya, dengan lapang dada Liszt berkata: “kau telah main dengan baik…” lalu memberinya sedikit pengoreksian dan berkata: “saya mau menanda-tangani surat yang membuktikan bahwa kau memang adalah muridku”. Mengapa Liszt mau melakukan hal itu? Karena dia memang dapat memainkan piano dengan baik. Orang itu memuji Tuhan. Karena mulai hari itu, dia berani mengaku secara terang-terangan, bahwa dia adalah murid Liszt. Tanya Yesus: apakah kau adalah muridKu? Jalankanlah perintah perintahKu. Jadi jangan katakan bahwa kau pernah mendengar khotbahKu, pernah menyaksikan mujizat yang Ku lakukan. Karena kemanapun Yesus pergi, selalu saja ada banyak orang yang mengikut. Tapi mereka tak secara otomatis diperhitungkan sebagai murid Yesus. Karena murid Yesus adalah orang yang sungguh sungguh menjalankan perintah-perintahNya dan tahu akan kebenaran yang memerdekakannya.

Jadi, di sini terdapat tiga tahap: menjalankan perintah Tuhan, tahu kebenaran dan beroleh kemerdekaan. Mungkin kau berpikir, bukankah seorang mengetahui kebenaran dengan mempelajarinya, mengapa Yesus justru menyuruh dia menjalankan perintahNya? Itulah prinsip yang Dia paparkan dengan serius. Karena kebenaran tak mungkin kita peroleh lewat ikut kuliah, menghafal atau mengumpulkan SKS. Banyak sekolah teologi gagal menghasilkan hamba Tuhan yang baik, karena mereka kira, murid-murid lulusan sekolahnya sudah tahu kebenaran. Padahal kata Yesus: 1. do My commandment, then 2. you will know the truth. Sama dengan halnya kalau kau ditanya: “tahukah kau ada perintah untuk mengabarkan injil?”

“Tahu” “tahukah kau apa itu mengabarkan injil?” “Tidak” Kapan kau mengetahuinya? Setelah kau menginjili. Itu sebab, mengapa murid-murid sekolah teologi di seluruh dunia tahu harus mengabarkan injil. Tapi murid-murid di Institut Reformed dituntut memimpin KKR regional; terjun dalam penginjilan. Karena hanya dengan menginjili barulah mereka mengerti dengan sungguh apa itu mengabarkan injil. Demikian juga ada orang-orang yang sudah sekian tahun berbakti, bahkan mungkin sudah pernah jadi majelis, pengurus…. di gereja lain, namun tak pernah mengerti kebenaran. Karena mereka tak menjalankan. Sampai setelah terpilih jadi majelis baru ikut mengatur ini dan itu, merasa diri adalah penolong gereja. Padahal seharusnya, no one come to help, but come to learn, to practise the thruth. Dan setelah itu, barulah kau mengerti akan kebenaran yang memerdekakanmu. Menurut Seneca, orang Romawi, filsuf Stoic, penasehat Kaisar Nero, yang hidup sezaman dengan Yesus Kristus: truth never make you rich. But truth always set you free. Pedagang yang menjalankan kebenaran mungkin kurang kaya. Tapi pedagang yang tak menjalankan kebenaran malah bisa jadi kaya raya. Karena kebenaran memang tak membuatmu jadi kaya, tapi membebaskanmu dari konsep yang salah, yang selama ini telah membelenggu hidupmu. Tapi di Yoh.8, Yesus mengatakan dengan lebih tuntas: “jika kau menjalankan semua perintahKu, kau mengerti kebenaran. Dan kebenaran akan membebaskanmu”. Mendengar itu, ada orang Yahudi yang taat, tapi juga yang membantah: “Apa? Kau menyuruh kami menjalankan perintahMu barulah kami dapat mengerti kebenaran yang memerdekakan? Siapa Kau, berani-beraninya Kau menyuruh kami mematuhi perintahMu? Tahukah Kau, kami; bangsa Yahudi tak pernah jadi budak”. Padahal, dulu, mereka pernah jadi budak budak yang dieksploitasi oleh Firaun di Mesir.

Tuhan-lah yang memerintahkan Musa berkata pada Firaun: “the Lord said, let My people go” “Siapa bilang mereka boleh pergi? mereka harus membangun istana, Piramida; Mausoleum; kuburan…. buatku”. Sampai Allah memakai tulah kesepuluh: membunuh anak sulung orang-orang Mesir, barulah Firaun mengizinkan mereka pergi. Jadi, dulu mereka pernah jadi budak, mengapa kata mereka: kami belum pernah jadi budak? Waktu mereka mengklaim pada Yesus, kami tak pernah jadi budak. Padahal saat itu, siapakah raja mereka? Herodes. Apakah Herodes orang Yahudi? Bukan. Siapakah Gubernur mereka? Pilatus. Apakah Pilatus orang Yahudi? Bukan! Lalu mengapa mereka berkata seperti itu? Karena mereka adalah satu-satunya bangsa yang tak mau tunduk pada perintah kaisar Romawi yang mengharuskan semua orang memanggil kaisar sebagai Tuhan. Dan barangsiapa berani melanggar perintah itu akan dihukum mati. Tapi orang Yahudi tak peduli, semua mereka sehati tetap memanggil Yahwe sebagai Tuhan; tak mau memanggil kaisar sebagai Tuhan. Itulah yang membuat Romawi tak menjalankan perintahnya, membantai semua orang Yahudi. Dan terpaksa mengalah, membebaskan bangsa Yahudi dari kewajiban memanggil kaisar sebagai Tuhan. Menjalankan satu negara dengan dua sistem. Sama seperti Pemerintah Komunis China yang memberi kebebasan pada Hong Kong, sampai ada yang mencetak buku yang memaki-maki Pemerintah China. Minggu lalu, waktu di Hong Kong, saya juga mengeritik pemerintah Tiongkok: tak berprikemanusiaan. Karena mereka memenjarakan liu xiao bo, peraih hadiah nobel. Apa alasannya? Pemberi hadiah Nobel adalah orang-orang yang anti China. Sebenarnya, mereka bukan anti China tapi anti pada pemerintah China yang tak mencintai rakyatnya; membelenggu dan menganiaya orang-orang yang menjalankan demokrasi. Seperti peristiwa 4 Juni di tian an men, mereka tega menggilas para demonstran dengan tank. Mereka memilih untuk memenjarakan pendeta, orang baik dan berkawan dengan orang-orang seperti Sadam Husein, Khadafi, Kim Jung Il…. Saya adalah orang Chinese, tapi waktu mendengar berita orang orang- orang Chinese yang baik dipenjarakan, hati saya jadi sedih. Karena pemerintah tak peduli akan kebebasan orang Chinese dalam memeluk agama yang benar. Tak ada orang Kristen yang ingin mendongkel, menghancurkan pemerintah Komunisme. Mereka adalah rakyat yang taat, yang baik. Hanya tak sepaham dengan pemerintah. Terlihat di sini, di dunia ada banyak orang menganggap diri benar – orang lain salah. Sama dengan orang Parisi, mereka menuding Yesus salah dan berniat memakukan Dia diatas kayu salib. Masalahnya, bukankah orang Yahudi punya Taurat, mengapa mereka lebih berani melakukan kejahatan dari orang beragama lain? Karena mereka mengira dirinya benar. Sehingga saat Yesus mengatakan: “jika kau tak menjalankan semua perintahKu, kau tak dapat jadi muridKu dan tak mengerti akan kebenaran yang akan memerdekanmu” mereka membantah: “Siapa bilang kami tak merdeka? kami adalah bangsa yang merdeka”. Maka Yesuspun melontarkan salah satu kalimat yang paling penting di sejarah: ay.34. You think that you are free? You are enslave by you sin! Apa itu kemerdekaan yang sejati? Kata Yesus: “kamu bukan diperhamba oleh orang Mesir atau Romawi…. melainkan oleh dosamu.

Jadi, seorang perokok dihamba oleh rokok, seorang penzinah dihamba oleh pelacuran, seorang penjudi diperhamba oleh perjudian, seorang penipu diperhamba oleh penipuan, seorang yang sombong diperhamba oleh kesombongan… dosa apa saja yang membuatmu merasa “bebas”, sebenarnya bukan membebaskanmu melainkan membelenggumu. Maka semakin bebas kau berbuat dosa, sebesar itu pula kau menjual kebebasanmu pada dosa. Seorang perzinah bukan bebas, tapi diikat oleh perzinahan; membuatnya kehilangan kebebasan. Ada seorang pria, bermain seks sepanjang malam dengan seorang pelacur dan merasa nikmat sekali. Menjelang pagi, barulah dia tidur karena kelelahan. Sampai sinar matahari masuk ke kamar, barulah dia buka mata, ternyata sudah jam 9, dan dia tak menemukan perempuan itu. Maka diapun bangun dan mencarinya, dia melihat selehai kertas di meja, dimana tertulis: sorry, I left you, because I have another appoinment. Thank you for your sex. And well come to the world of aids. Barulah dia sadar, kenikmatan yang dia rasakan beberapa jam itu sudah berlalu, sekarang dia terjangkit penyakit aids, hanya dapat menanti kematian. Itulah yang dimaksud dengan dosa bukan membebaskan tapi membelenggu. Maka jangan kita menganggap diri hebat. Ingat, setan tak pernah mau menjalankan bisnis rugi. Dia memberimu racun mematikan yang dibungkus dengan gula. Jadi, jangan lagi naif, mengira diri lebih pintar dari iblis. Karena kau hanya punya pengalaman hidup sekian puluh tahun. Sementara dia, sudah berpengalaman menipu sejak Adam – Hawa, jadi sudah ada ratusan bahkan ribuan juta orang yang berhasil dia tipu. Itu sebab, mari kita jadi orang yang takut pada Tuhan, amin? Dan berkata padaNya: “Tuhan, aku tak berani bermain-main dengan setan, dengan firman, atau dengan hidup yang Kau berikan satu kali padaku dan hanya sekian puluh tahun saja”. Karena dosa bukan membebaskanmu, melainkan merampas kebebasanmu. Memang, waktu kau bermain-main dengan dosa, kau merasa nikmat sekali. Tapi sehabis kau melampiaskan nafsumu, dia akan berbalik, menggerogoti hidupmu terus menerus sampai mati dalam kesengsaraan. Tapi waktu Tuhan Yesus mengatakan: “barangsiapa menjalankan firmanKu, dia adalah muridKu, dia akan mengerti kebenaran. Dan kebenaran akan membebaskannya” “siapa bilang kami pernah jadi budak? Kami bebas” “tidak, barang siapa berbuat dosa, dia adalah budak dosa”. Ingat: status budak tak akan berubah, budak juga tak punya hak apa-apa di rumah tuannya. Berbeda dengan anak, anak punya hak di rumah orang tuanya. Maka Aku berkata padamu: “jika Anak Allah memerdekakanmu, barulah kau sungguhsungguh merdeka”.

Ketika masih muda, saya terus merenungkan: what is freedom? Mungkin kau mengatakan: freedom is free to do everything you want. Tapi saya menemukan definisi freedom di dalam filsafat Immanuel Kant: freedom is not free to do everything you want. Karena itu bukan bebas tapi buas; barbar. Jadi, apa itu bebas? menurut Kant kebalikan dari barbar: bebas adalah ketika kau tak ingin melakukan sesuatu, kau mampu untuk tidak melakukannya — antithetical thinking. Mari kita think antithetically, and make it to be our mind set. Sehingga waktu orang merayumu untuk menghisap ganja, opium, mariyuana…. maka kau yang tahu, menghisap ganja dan semua narkoba itu tidak bagus mampu menolak; menjaukan diri dari narkoba. Seorang adik kelas saya di sekolah di teologi, setelah menikah dengan isteri keduanya, pernah bertemu dengan saya. Saya mengingatkan dia: “dulu, kau ingin jadi hamba Tuhan, bahkan judul dari tesismu adalah: pikul salib. Tapi sekarang? Kau malah memikul isteri kedua. Apa kau masih berani jadi hamba Tuhan?” “aku tahu, aku salah” “kau tahu, kau salah. Apa yang ingin kau lakukan, membuang dia?” “Tak bisa, karena dia adalah orang, sudah punya dua orang anak yang lucu lucu lagi. Mana mungkin aku membuangnya?” Tak lama kemudian, isterinya mati, maka dia harus memelihara anak-anak. Kata Yesus: “dengan sesungguhnya Aku berkata padamu, orang yang berdosa adalah hamba dosa”. Jadi, masihkah kau kira kau hebat, bisa bermain-main dengan dosa; api? Api tak akan bermain-main denganmu, api akan membakarmu. Begitu juga orang yang bermain-main dengan seks, seks akan menghancurkannya. Dan the destructive power of the sin will consume those who think, that they are free to commit sin. Apa kau kira, kau adalah tuan atas dirimu, sehingga kau bisa melakukan apa saja yang kau suka. Ingat, saat kau bermain main dengan dosa, dosa akan berpura-pura jadi begitu taat, enak dipermainkan. Tapi setelah kau melakukan dosa, dia akan berbalik, jadi tuan yang sangat jahat, yang mencengkrammu; tak membiarkanmu bebas. Jadi, freedom is not you can do what you want to do. Freedom is you have the power to reject what you do not want to do. Bisakah kau menolak iblis, pelacur, nafsu dan segala hal yang jahat, yang akan merongrong hidupmu? Mari kita kembali pada Tuhan, ay.36 adalah solusinya. Saya sangat senang akan ayat ini. Masalahnya, setelah Yesus mengatakan statemen itu, pemimpin agama orang Yahudi justru semakin membenci Dia. Minggu-minggu berikut kita meneruskan pembahasan, bagaimana Yesus akhirnya benar benar harus mati karena kalimat-kalimat seperti ini. Baca ay.30-36. Maukah kau tidak lagi membanggakan kebebasan dirimu, melainkan berpaling pada Tuhan, minta Dia membebaskanmu dari cengkeraman dosa?

 (ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – EL)

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

 

Sumber : https://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/jakarta/MRI1101.pdf