Yoh. 9 : 35 – 41

Setelah mendengar orang yang tadinya buta itu diusir dari Bait Allah dan persekutuan orang Yahudi, Yesus mencari dia. Satu perkara yang sangat menggerakan hati saya. Karena Yesus bukan mendatangi orang yang disanjung, yang paling kaya di Yerusalem tapi orang yang dikucilkan; dibuang, karena berani menjalankan kebenaran. Dia bukan mencela orang itu: habis kau kurang pintar, tak mau pura-pura taat, makanya kau diusir. Karena Dia tahu, orang itu menjalankan kehendak Tuhan. Ingat: saat orang yang sungguh-sungguh menjalankan kehendak Tuhan; kebenaran dikucilkan, menemui jalan buntu, tak punya masa depan, kita harus menolong dia.

Kemarin, saya mengatakan di Master Class: apa sebab kekristenan di abad ke-1 berkembang dengan pesat? Karena the majority of poor in Roman Empire got a new hope in Jesus Christ. Tapi hari ini, setengah dari dua ratus lima puluh juta penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan, berita penghiburan atau pengharapan apa yang mereka dapatkan dari iman Kristen? Mereka dilahirkan dan hidup secara pasif, waktu terus mendesak mereka menyadari: sekarang umurku sepuluh tahun, tiga puluh tahun…. tujuh puluh tahun… terus bertambah, tubuhku juga makin tua makin lemah dan aku akan ke mana? Banyak orang dilahirkan miskin dan seumur hidup berjuang: ada yang bekerja keras, ada yang merampok, menipu, mencuri, mencopet…., karena menginginkan hidupnya sedikit lebih berarti. Tapi apa itu arti? Mereka tak tahu, hanya mengidentikkannya dengan uang: kalau aku punya uang, hidupku lebih berarti. Itu sebab, ada banyak orang yang setelah jadi Kristenpun tetap ingin punya banyak uang, bahkan tak sedikit yang berani mengorbankan kredibilitas, moral, kesucian dan kesetiaan demi uang. Karena interpretasi mereka tentang “arti” hidup yang salah.

Orang yang tadinya buta itu setelah diusir, tak tahu harus ke mana. Apalagi saat usianya sudah semakin tua, dia sungguh tak mengerti mengapa mengalami nasib seperti itu, dilahirkan buta, puluhan tahun tak dapat melihat. Dan setelah Yesus mencelikkan matanya, dimana seharusnya dia hidup bahagia malah dikucilkan? Jadi, jangan mengira, setelah kau jadi Kristen, hidupmu pasti lebih bahagia. Tidak! ada orang yang setelah jadi Kristen malah dibunuh, dikucilkan, dianiaya….

Setelah orang buta ini dicelikkan matanya, dia membela kebenaran. Sampai waktu pemimpin agama menuding Yesus “orang berdosa”, dia berani menimpali: “kalau Dia memang berdosa, mana mungkin Allah mendengar doaNya dan mecelikkan mataku? Karena sejak Adam sampai sekarang, tak pernah ada orang yang buta sejak lahir dicelikkan. Dia pasti datang dari Tuhan” “kurang ajar, kau yang secara total lahir di dalam dosa berani menggurui kami? Usir dia!” Maka orang yang sudah hampir menikmati hidup yang bahagia itu harus kembali sengsara. Inilah manusia, tak berdaya mempertahankan kebahagiaan….. yang sudah diperolehnya. Ada orang yang setelah menang lotre, keesokan harinya dibunuh orang. Mengindikasikan bahwa bahagia mungkin saja disusul dengan bahaya. Sama dengan orang buta yang baru dicelikan itu, hidupnya baru mendapat sedikit pengharapan, sudah harus dikucilkan; tak ada orang yang mau peduli dengannya. Karena pada umumnya, orang memang lebih suka peduli pada mereka yang sukses, lancar, kaya. Sedikit orang yang mau peduli pada orang yang miskin; serba marginal, susah, dikucilkan. Tapi Yesus, mencari dia. Setelah Yesus bertemu dia, tanyaNya: “percayakah kau pada Anak Manusia?”. Mengapa Dia tak mengatakan: “apa kau masih punya uang, Aku datang membawakan uang untukmu? Karena uang itu hal yang sekunder, bukan yang utama. Itu sebab gereja yang melupakan penginjilan, hanya sibuk dengan pelayanan diakonia pasti Tuhan buang. Mungkin ada yang merasa heran, mengapa pak Tong dari awal tidak mengutamakan pelayanan diakonia; menolong orang miskin? Padahal menolong orang miskin belum tentu harus memberinya uang, tapi menggugah dia menyadari betapa hormatnya hidup sebagai manusia, baru membekali dia dengan keterampilan dan semangat juang, agar dia dapat menjalani hidup dengan lebih baik. Maka jangan memberi dia ikan, tapi berilah kail. Karena kalau kau memberi dia ikan, esok, lusa….., dia akan terus mengharapkan pemberianmu, dan kau harus terus menolongnya. Bahkan sampai kau sendiri bangkrut, dia belum dapat hidup mandiri. Tapi kalau kau memberinya kail, dan membekalinya dengan ketrampilan, strategi, semangat juang…., dia pasti dapat terlepas dari kemiskinan. Itu sebab, program diakonia yang tak didasari bijaksana dan strategi pasti gagal.

Maka saat Yesus bertemu dengan orang yang matanya baru Dia celikkan dan diusir oleh pemimpin agama itu, bukan menanyakan soal makan, uang atau…., tapi menanyakan soal yang paling utama dalam hidupnya, kitapun harus belajar untuk mengutamkan yang utama. “percayakah kau pada Anak Manusia?” mengapa bukan: percayakah kau pada Anak Allah? Karena percaya pada Anak Allah adalah percaya Dia yang ada di tempat Mahatinggi. Tapi percaya pada Anak Manusia adalah percaya Dia sudah inkarnasi. Kita lebih suka membicarakan teori, seperti: kalau saja dulu kau belajar renang, tentu hari ini anakmu tak akan mati di kolam renang”. Siapa yang tak tahu hal itu? Tapi sekarang, semua itu sudah tak ada gunanya, anakku sudah mati. Itu sebab Yesus menuntut kita mewujudkan iman kita, agar dunia menyaksikan wujud dari suatu perkara yang kekal. Percayakah kau pada Anak Allah? — Dia yang di sorga. Percayakah kau pada Anak Manusia? — Dia yang inkarnasi, hidup di tengah-tengah manusia.

Agar kau benar-benar menyadari the One, Who live among us is the highest God incarnated to this real world. What is reality, itulah topik yang diperdebatkan oleh Plato dan Aristotles. Yang kita lihat dalam lukisan The School of Athens yang dilukis oleh Raphael: puluhan filsuf Gerika terpenting berkumpul di dalam sebuah gedung yang indah. Tapi diantara mereka, hanya ada dua orang yang berlatar-belakangkan langit. Karena menurut pemahaman Raphael, pemikiran semua filsuf Yunani terbatas oleh tempat dan waktu, only two thinkers think universally, think everything transcend time and space: Plato dan Aristotle. (Itu juga yang kita lihat di zaman ini, ada banyak pendeta, tetapi pendeta yang punya pikiran universal, tak banyak. Semua orang Kristen mendengar khotbah, tapi pengkhotbah yang mengarahkanmu pada universal study, universal mind tidak banyak). Yang tampangnya lebih tua itu adalah Plato (Raphael memakai da Vinci sebagai model) satu tangannya memegang buku yang berjudul Timeo; buku Kosmologi. Dan tangan yang lain menunjuk ke atas. Bagai sedang berkata: reality is there. This world is only a copy. Sementara Aristotle, muridnya yang terbaik, satu tangannya memegang buku yang berjudul: Ethics; praktek di dunia. Dan tangannya yang lain menunjuk ke bawah. Aristotle pernah studi di Academy, sekolah tinggi yang didirikan oleh Plato. Dan komentar Plato: “my school is composed of only two essences: first, the body of all students. Second, the brain of Aristotle. Mengapa Plato hanya memuji Aristotle? Karena Aristotle adalah satu-satunya murid yang berani berbantah dengannya. Kata Plato: reality is there and this world is merely a copy. Tapi kata Aristotle: no, the idea must be practiced in this world. Hari ini, saya bukan mengajar filsafat. Hanya ingin mengemukakan mengapa Yesus mengatakan pada pengemis itu: “do you believe the Son of Man?” bukan do you believe the Son of God. Padahal saat Yesus bertanya pada Petrus: “who am I?” Jawaban Petrus: “You are Christ, the Son of the living God” membuat Dia puas.

Tapi mengapa kepada orang yang baru Dia sembuhkan itu Dia bertanya: “do you believe the Son of Man?” karena Dia ingin menegaskan, diantara anak-anak manusia (plural) hanya ada satu Anak Manusia (singular), Dia adalah representatif dari anak-anak Allah. Karena Dia adalah satu-satunya Orang yang paling suci, paling jujur, paling benar, paling penuh cinta kasih dan paling adil. Lalu apa jawab si pengemis: Who is He? Menandakan dia sudah punya konsep Kristologi: Allah yang inkarnasi. Jadi, pengemis itu bukan sembarangan orang, yang hanya sibuk cari uang, melainkan orang yang menelusuri, merenungkan kebenaran Kristologi seumur hidupnya, sehingga dia bisa memberikan respon yang tepat. Setelah saya khotbah, pertanyaan dari pendengar sebenarnya merefleksikan sampai sejauh mana dia mengerti khotbah saya. Memang kadang-kadang saya sangat kecewa terhadap pendengar saya yang tak pernah mau menjelajah ke wilayah kebenaran yang lebih dalam; terus saja memikirkan uang, perasaan… Padahal tak satupun khotbah yang saya curi dari khotbah pendeta lain, tapi merupakan hasil pemikiran dan pergumulan saya yang menuntut mengerti firmanNya. Seorang murid mengatakan: “pak Tong, saya sudah lulus tiga tahun dari SAAT.

Dan sekarang saya menemui satu kesulitan: apa yang sudah saya dapatkan selama empat tahun itu hanya cukup untuk khotbah tiga tahun. Jadi, saya harus belajar berapa lama baru dapat melayani Tuhan seumur hidup?” “kau salah, karena kau belum menangkap rahasia di Alkitab: merenungkan firmanNya siang dan malam, maka kau akan berbuah sepanjang masa. Saat pengemis itu ditanya “percayakah kau pada Anak Manusia?” dia langsung sadar: this is what I want. Dan segera bertanya: “Siapakah Dia? Karena dia memang rindu untuk tahu lebih dalam akan Allah yang inkarnasi. Bagaimana dengan orang Parisi, apakah mereka tahu, Yesus adalah Allah yang inkarnasi? Tidak. Apakah Herodes tahu, Yesus adalah Anak Allah yang datang ke dunia? Tidak. Karena Allah memang tak menginginkan mereka tahu. Itu terlihat pada waktu Yesus lahir, Allah mengutus malaikat menyampaikan berita sukacita itu hanya kepada satu jenis orang. Siapakah mereka? Gembala di Betlehem yang paling miskin. Mengapa dikatakan paling miskin? Karena meski hari sudah larut malam, mereka tak bisa pulang, harus terus bekerja semalaman di padang belantara. Karena pengemis itu balik bertanya: “siapakah Dia?” maka jawab Yesus: “kau sudah bertemu denganNya. Dia adalah orang yang sekarang sedang berkata-kata denganmu”. Diapun langsung sujud menyembahNya. Inilah orang Kristen, menyatakan imannya: “aku percaya” dengan worship Christ. Saya tak tahu, apa yang kau lakukan, when you first known Jesus Christ, do you praise God karena sudah mendapatkan Yesus yang bisa menjadikanmu kaya, sukses, dapat banyak berkat…. — motivasi palsu yang Karismatik tanamkan guna membelokkanmu dari motivasi benar mencari Tuhan. Maka tak heran, kalau kau kaya, kau tetap tinggal di gereja. Tapi kalau kau jatuh miskin, kau akan tinggalkan gereja, pindah ke klenteng, mesjid…. karena menurutmu kekristenan tak memberimu pengharapan. Berbeda dengan pengemis itu, saat dia tahu Yesus adalah Allah yang inkarnasi, langsung sembah-sujud padaNya. Hal yang tak mungkin orang Parisi lakukan. Karena mereka tak percaya Allah datang inkarnasi. Saat dia menyembah, adakah Yesus mengatakan: “jangan menyembahKu, Aku hanyalah manusia biasa”? Tidak! Mengapa saat orang mau menyembah malaikat, nabi atau rasul, mereka pasti menolak. Tapi Yesus, tak pernah menolak orang menyembah Dia?

Di Kitab Suci terdapat beberapa catatan tentang orang menyembah Yesus Kristus. Yang paling jelas:

  1. Saat murid-murid berada dalam angin dan ombak yang menakutkan di Laut Tiberias, mereka berseru: “Guru, kamu hampir mati, tidakkah Kau peduli?” Yesus yang tidur di buritan kapal itu bangun dan menegur generasi yang tak beriman itu: “sampai kapan Aku harus sabar menunggumu?” dan segera berseru: tenanglah hai angin, dan teduhlah hai ombak. Maka redalah angin dan ombak. Melihat itu, mereka terkejut, who is Jesus? We never understood Him before, but now, we know that He is God dan langsung berlutut, menyembah Dia. Yesus tak melarang, karena He is God; Allah yang menjelma jadi manusia (Yoh.1: 14)
  2. Pengemis itu mengenali Yesus adalah Anak Manusia dan menyembah Dia. Di sini terdapat paradoks: eventhough he see Jesus in the form of man, but he kneel-down before Him, worshiping Him as God — pengenalan Kristologi yang luar biasa. Maka meski dia diusir, tak apa. Miskin? Tak apa, karena aku sudah punya Kristus. Inilah iman yang sejati, yang paling baik yang pernah dinyatakan oleh orang yang pernah menerima kesembuhan Yesus. Sekaligus iman yang lebih tinggi dari iman orang Parisi, ahli Taurat atau iman besar. Karena meski mereka adalah pemimpin agama, tapi mereka tak mengenali siapa Yesus. Sementara dia, baru dicelikan sudah mengenali siapa Yesus. Maka jangan membanggakan diri karena kau pernah studi teologi, kau pendeta. Sebab ada kalanya, orang yang baru percaya lebih mengenal Kristus dari pemimpin agama.

Ayat 39, mengapa di tempat lain Dia mengatakan: Aku datang untuk menyelamatkan bukan untuk menghakimi, tapi di sini Dia mengatakan: Aku datang untuk menghakimi? Apa benar Yesus itu plin-plan: sebentar berkata begini – sebentar berkata begitu? Barangsiapa hanya mengerti kebenaran firman Tuhan dari lahiriah akan jatuh ke perangkap paradoks. Hanya mereka yang rendah hati dapat menemukan kebenaran besar yang terkandung di dalam paradoks. Saat Yesus mengatakan: I come to judge menegaskan Dia bukan datang untuk menyelamatkan saja juga menghakimi. Jadi waktu kita mendengar khotbah, jangan hanya suka dengan statemen yang bernada menyelamatkan dan membenci statemen yang bernada menghakimi! Karena pisau yang tajam bukan hanya dapat mengiris daging sapi…, juga dapat mengiris jari tangan. Karena jarimu juga terbuat dari daging. Ingat, dalam anugerah selalu mengandung bahagia sekaligus bahaya. Maka orang tua yang punya anak perempuan cantik bagai bintang film, bahagia sekaligus bahaya — grace and judgment. Yesus yang berkata: I come to save. Juga berkata: I come to judge. Orang yang mengerti firman Tuhan setengah-setengah lebih celaka dari mereka yang tak pernah mendengar firman. Karena sebenarnya kau hanya tahu sedikit, tapi berlagak tahu banyak. Statemen Yesus ini membuat pengemis yang baru sembah-sujud padaNya itu kaget, bukankah kedatanganMu yang pertama untuk menyelamatkan dan kedatanganMu yang kedua baru menghakimi? Pengertian Kristologi yang timpang itu sempat membingungkan dia: Kau datang untuk menghakimi? Siapa yang akan Kau hakimi? Penghakiman Yesus yang terakhir adalah penghakiman yang tak dapat ditawar tawar: kalau bukan masuk sorga ya masuk neraka. Tak mungkin dapat naik banding, nasibmu tak mungkin berubah untuk selamanya. Tapi penghakiman di sini berbeda, paradoks: Aku datang untuk menghakimi dunia, membuat mereka yang buta tercelik dan yang celik buta.

Waktu Yesus mengatakan statemen itu pada orang yang tadinya buta tapi sekarang sudah melihat, orang-orang Parisi yang ada di sana juga mendengarnya. Artinya Yesus tidak mengatakan statemen itu secara sembunyi-sembunyi, Dia mengajar secara terbuka; boleh didengar oleh siapa saja: I tell you, I come to judge, membuat orang yang matanya celik jadi buta dan yang buta jadi celik. Orang itu merasa heran, mataku yang tadinya buta memang telah Kau celikkan, lalu siapa yang Kau maksudkan, yang matanya celik akan Kau butakan? Begitu juga orang-orang Parisi yang mendengar statemenNya. Dan merekapun bertanya: apakah itu berarti, Kau mencelikan matanya dan ingin membutakan mata kami; apakah itu berarti bahwa kami ini buta,  padahal kami masih bisa melihat? Apakah Yesus menjawab: “matamu masih melihat? Then congratulation, your eyes are open, dan kalian mengaku, mata kalian dapat melihat. Tapi Aku berkata padamu, justru karena matamu melihat, maka dosamu tetap ada; tidak diampuni. Dan jika kau mengaku buta, dosamu diampuni — paradoks. Apa artinya? Lebih celaka orang yang matanya melihat tapi tak menemukan kebenaran dibandingkan dengan mereka yang matanya buta tapi menemukan kebenaran. Karena lebih baik kedua matamu buta tapi masuk sorga, dari pada matamu celik tapi masuk neraka — ajaran Alkitab yang bersifat paradoks, yang sulit sekali dimengerti oleh manusia. Dan sungguh, Firman Tuhan adalah kebenaran yang tertinggi, yang akan menyandung orang-orang yang menganggap diri pintar. Jadi, orang yang paling bodoh adalah orang yang menganggap diri paling pintar. Dan orang yang pintar adalah mereka yang merasa diri kurang pintar. Karena yang disebut paradoks adalah tak memperhitungkan kelebihan diri, sebaliknya justru selalu merasa diri masih kurang. Saat suami-isteri bertengkar,suami mengatakan, aku sudah begini, kau masih saja merasa belum cukup. Isteri juga menimpali dengan statemen yang sama. Sesungguhnya, mereka berdua memang masih belum cukup. Hanya saja tak menyadarinya. Karena masingmasing hanya menyadari kelebihan diri. Paulus mengucapkan satu definisi epistemologi yang melebihi Epistemologi Socrates dan Kongfuzu. Bagi Socrates, epistemologi yang tertinggi adalah: I know only one thing. And the only thing I know is: I know, that I know nothing. Sementara bagi Kongfuzu, epistemologi yang tertinggi adalah: zhi wei zhi, bu zhi wei bu zhi shi zhi ye; kalau memang tahu, akuilah bahwa kau tahu. Tapi kalau tak tahu, jangan sok tahu. Karena mengakui dengan jujur dirimu tahu ini – tidak tahu itu adalah pengetahuan yang sejati. Sementara bagi Paulus: epistemologi yang tertinggi adalah: jika seorang menganggap dirinya tahu sesuatu. Menurut apa yang seharusnya dia tahu, dia belum tahu apa-apa. Mengapa begitu berbeda? Karena Kongfuzu hanya tahu dua alternatif: either or; know or do not know. Dan Socrates, tahu dia tak tahu. He himself know, that his knowledge is limited. Tapi di dalam epistemologi Paulus: if you think that you know something, because you have study in the University and you got Phd. But according to what you should know, you still do not know.

Karena ada sesuatu yang sudah Tuhan janjikan, something greater then what you ever learn, what you ever imagine, what you ever achieve…. beyond the limitation of your limited study. Maka kalau saya tak mengajar filsafat, saya tak pernah tahu, betapa agungnya Alkitab kita. Dan setelah mengajar filsafat empat puluh tahun, saya semakin sadar, tak ada buku yang melampaui Alkitab. Kalian boleh meneliti akan apa yang saya ajarkan, saya kutip dan menemukan bahkan semua itu bukan main-main; palsu. Sungguh, epistemologi Socrates, I know nothing but one thing, and that thing is: I know nothing — luar biasa dan membuat dia, meski sudah tahu begitu banyak masih tetap rendah hati. Berbeda dengan orang Kristen yang baru tahu sedikit sudah merasa hanya diri tahu – orang lain tak tahu dan menghinanya. Ingat, jangan menghina mereka yang non Kristen, Islam, Ateis, karena mungkin mereka lebih dekat Tuhan dari kau yang sudah lama jadi Kristen, mengira diri tahu, padahal tak tahu apa-apa. Selama sejarah ada, Socrates merupakan inspirasi besar bagi Barat. Dan selama sejarah ada, Kongfuzu merupakan inspirasi besar bagi Timur. Jadi, dua filsafat cross cultural ini telah memberi pengaruh secara global. Tapi kata Paulus, if one think that he know something. According to what he should know…. mengacu pada satu unlimited reign, that he still know nothing. Apa maksudnya? Di luar apa yang kau sudah tahu, masih ada janji Allah yang akan Dia nyatakan, yang sekarang ini belum kau ketahui. Itu sebab jangan kita sombong, rendah hatilah selalu di hadapan Tuhan: merasa diri belum tahu apa-apa. Itulah juga yang saya rasakan, semakin khotbah, semakin tahu banyak, justru semakin sadar, sebenarnya masih ada banyak hal yang saya belum tahu. Karena you know what I know, but I know stll have something unknown. Know itu sesuatu yang affirm, tapi unknown adalah promise. Maka untuk bagian yang saya ketahui, saya khotbahkan. Tapi untuk bagian yang unknown, I trust God.

KataNya: hai orang Parisi, kau kira kau sudah tahu Taurat, hebat? Sesungguhnya karena kau mengaku kau melihat, maka dosamu tak diampuni. Tapi jika kau mengaku kau buta, dosamu diampuni. Jadi orang buta itu dosanya diampuni. Dan kau, Parisi yang sudah studi Taurat, menganggap diri tahu tapi sebenarnya tak tahu apa-apa itu justru Ku hukum. Dan berakhirlah Yoh.9. Minggu depan kita membahas Yoh.10. Setiap kali selesai membahas satu pasal, saya merasa sedih. Karena saya tak tahu, apakah saya sudah mengkhotbahkan apa yang seharusnya saya khotbahkan. Tapi saya berani katakan, pembahasan yang seteliti ini tak akan kau dapatkan di Komentari Injil Yohanes manapun. Sebab banyak orang Barat tak mempelajari Timur, dan banyak orang Timur tak mempelajari Barat. Dan saya berusaha, membandingkan Barat-Timur, kuno-modern dan dibawa untuk diadili di bawah Alkitab. Mari kita belajar, mengerti firman Tuhan dan beribadah padaNya dengan sungguh.

 (ringkasan ini belum dipe riksa oleh pengkhotbah – EL)

Ringkasan Khotbah : Pdt. Dr. Stephen Tong

 

Sumber : https://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/jakarta/MRI1113.pdf