Sebuah penyakit mematikan sering kali mampu mengubah karakter dan pandangan si penderita terhadap dunia dan kehidupan secara keseluruhan. Hal inilah yang juga dialami seorang bocah lelaki asal Boxford, Suffolk, Inggris bernama Charlie Williams.

Ketika didiagnosis menderita medulloblastoma, yaitu salah satu tumor otak yang bisa mematikan, Charlie baru berusia 5 tahun. Penyakitnya ini membuat Charlie terpaksa harus meninggalkan sekolahnya selama 2 tahun.

Tapi, kondisinya ini tak membuat Charlie patah semangat. Justru di saat-saat inilah ia mampu “merenungkan” kembali tentang segala hal dalam hidupnya. Perenungannya tertuang dalam sebuah surat yang ditulisnya sendiri. Di sini tampak jelas betapa bijaksananya pemikirannya.

Berikut isi surat yang ditulis Charlie Williams:

Namaku Charlie Williams. Aku bisa saja mati sekarang, tapi aku baru saja tahu kalau aku takkan mati. Di rumah sakit Addenbrooke, aku harus melakukan perawatan medis seperti radioterapi yang membuat aku harus pergi ke sebuah terowongan silinder selama setengah jam. Ini cukup menakutkan bagi anak yang baru berusia 6 tahun seperti aku.

Menjadi sakit dan mengetahui ada kemungkinan aku akan kehilangan berbagai hal, membuat aku lebih menghargainya. Misalnya, materi seperti komputer, kalkulator, pensil dan pulpen menjadi barang yang khusus dijaga.

Sebuah pensil mungkin tidak berarti apa-apa bagi anak di sekolahku, tapi untuk anak katakanlah di sebuah desa miskin di Uganda, maka itu menjadi hal yang berarti. Aku jadi memikirkan hal-hal seperti itu setelah sakit sekian lama.

Di sekolah ada juga anak-anak yang menyerang anak lain dengan melakukan sesuatu yang bodoh, itu sering terjadi dan aku tidak menyukainya. Mungkin orang melakukannya untuk menjadi pusat perhatian atau egois. Tapi, memiliki sakit yang serius membuat kamu berpikir banyak hal, seperti mana yang penting dan tidak. Aku ingin tahu apakah memiliki kanker bisa mengubah anak-anak yang tidak peduli dan egois tersebut?

Orangtua mungkin terlihat sebagai sosok yang tidak adil karena tidak membiarkan kamu melakukan hal-hal yang kamu inginkan, tapi mereka akan selalu membantu. Mereka memberi kamu makan, pakaian, rumah dan akan membantu kamu ketika terluka.

Ayah dan ibu selalu duduk menemaniku hari demi hari selama di rumah sakit, mereka melihat ketika aku harus kesakitan dan menjalani semua jenis perawatan medis yang membuatku tidak bisa berdiri. Aku tahu tangan pertama yang akan memegang saat melihat anak sakit adalah tangan orangtua.

Aku yakin ketika aku didiagnosis dengan tumor otak, mereka berpikir aku takkan bisa melaluinya. Tapi aku bisa melaluinya dan terbebas dari kanker.

Aku adalah anak normal yang telah memiliki perjalanan mengerikan di masa kecilnya. Tapi, aku memiliki sesuatu yang positif dan itu semua membuatku berpikir serius dan bijaksana tentang kehidupan. Kanker telah membuatku berpikir lebih bijaksana dalam melihat kehidupan apa yang ada di hadapanku.

Sekarang kita telah mendengar kehidupan nyata dari seorang penderita kanker, semoga cerita ini bisa membuat kita berpikir beberapa hal mengenai kehidupan kita  sendiri.”

Sumber : https://www.andriewongso.com/artikel/viewarticleprint.php?idartikel=4818