Seorang Hamba Tuhan yang baik adalah seorang yang mengakibatkan nama Tuhan dipermuliakan dan nama Tuhan dibesarkan, serta nama Tuhan dikenal di dalam dunia. Jikalau kita terus mementingkan diriku, diriku, lalu menyatakan diri, menonjolkan diri, hanya mementingkan profit sendiri, kita tidak bisa melayani. Karena melayani berarti senantiasa membesarkan nama Kristus. Pelayanan berarti mati hidup biar Kristus dibesarkan dalam aku yang lemah ini. Always magnify Christ. Always give glory to Him, not to ourselves. Tidak berteriak, tidak menyaringkan suara, tidak memperdengarkan dirinya di jalan yang besar. Yesus Kristus melakukan demikian. Yesus hidup di dunia bukan menonjolkan diri. Dia menjadi contoh kita.

Sekarang kita melihat ayat yang ketiga yang mengatakan: “Bulu yang patah terkulai tidak dipatahkan dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan.” Dia tidak suka menonjolkan diri, tapi bagaimana dengan kelemahan yang ditemukan di dalam diri orang lain? Dia tidak menertawakan, tidak menghina, tidak mengejek, tidak menginjak. Dia tetap menghargai orang lain. Buluh yang terkulai, apa artinya? Buluh itu adalah semacam rumput yang tinggi di padang. Kadang-kadang setinggi manusia, tapi kalau sudah dipatahkan satu kali, terkulai namanya. Jadi tidak pernah bisa tegak lagi. Satu kali dipatahkan, sudah terkulai, dan itu tidak bisa kembali lagi. Jika orang melihat buluh terkulai biasanya akan dirobek, dipatahkan, dimain-main, dinjak-injak; namun Yesus tidak. Yesus tidak pernah mematahkan hati siapapun, Yesus tidak pernah mengecewakan siapapun. Waktu Yesus melihat keterkulaian kita, Dia tidak mematahkannya.

Kedua, api yang berasap tidak dipadamkan. Apakah arti api yang berasap? Yaitu sumbu yang sudah kehabisan minyak, yang sudah tidak mempunyai kekuatan menyala lagi. Yang ada adalah sisa-sisa kehangatan tadi. Sekarang sisa hanyalah asap saja. Hal yang seperti itu biasanya dimatikan, karena tidak ada lagi apinya. Kalau tidak ada apinya, maka keluarlah asap. Kalau api masih ada, maka asap tidak ada. Kalau apinya makin murni, makin biru, asapnya makin tidak ada. Tetapi kalau apinya tidak bagus, mungkin minyaknya kotor, atau sumbunya tidak dipotong, asapnya menjadi besar. Dan kalau sudah selesai dan tidak ada minyaknya lagi, dan yang tinggal hanyalah asap putih, maka banyak orang akan memadamkannya. Yesus berkata, “Aku tidak.” Saya sangat tergerak dengan satu hal, “Buluh yang terkulai tidak dipatahkan. Api yang berasap tidak dipadamkan.” Hal ini berarti: mengerti bagaimana mengerjakan pekerjaan Tuhan, bagaimana menghadapi orang yang lemah.

Siapakah yang menjadi rekan Yesus yang paling dekat, khususnya sebelum Dia memilih ke-12 murid? Siapa? Yohanes Pembaptis, bukan? Yohanes Pembaptis adalah rekan Yesus yang paling dekat. Dia yang merintis dan membuka jalan untuk Yesus Kristus. Tetapi Yohanes Pembaptis akhirnya ditangkap. Yesus bebas, namun Yohanes Pembaptis ditangkap. Waktu Yohanes Pembaptis ditangkap, dia menjadi kecewa sekali, karena setelah ditunggu-tunggu Tuhan Yesus tidak menolong dia. Yohanes Pembaptis mengutus 2 orang muridnya untuk datang kepada Yesus dan bertanya: “Hai, Raja apakah Engkau adalah yang dikirim atau kita harus menunggu lagi, mengharapkan lagi? Kalau kita harus mengharap lagi, berarti engkau bukan Mesias. Jikalau Engkau Mesias, beritahukanlah kepada kami.” Siapakah yang mengirim orang-orang ini? Yohanes Pembaptis, guru kami. Mengapa dikirim? Karena dia berada di penjara. Dia menyuruh kami datang untuk mencari tahu Engkaukah Kristus? Engkaukah Mesias? Yesus langsung sadar bahwa rekan ini sudah mencurigai diri-Nya. Hubungan antar rekan sudah retak. Rekan yang paling akrab sudah menjadi kecewa kepada Dia. Tapi Yesus tidak mengatakan, “Pulang dan beritahu Yohanes Pembaptis, mengapa kecewa, imannya kok kecil? Kurang ajar karena berani meragukan sifat Mesias-Ku. Katakan padanya kalau kurang iman, berhati-hatilah engkau!” Begitukah Yesus? Tidak! Yesus menjawab secara positif. Kita harus belajar hal ini dalam hubungan antar rekan. Yesus menjawab, “Katakan pada Yohanes, yang buta sudah melihat, yang lumpuh sudah berjalan, yang mati sudah bangkit, yang tuli sudah mendengar.” Berarti biarlah fakta yang membuktikan Aku ini Mesias atau bukan. Tidak usah pembelaan apapun. Seorang yang melayani Tuhan, selalu jatuh dalam kelemahan. Mengapa demikian? Sedikit diragukan oleh orang lain, langsung dibela. Nama dicela sedikit, langsung marah-marah karena dia tidak bisa diganggu.

Keakuannya terlalu besar. Tetapi Yesus tidak. Rekan meragukan Aku. Aku menguatkan dia. Rekan mengutus orang untuk menguji Aku, Aku memberikan jawaban positif untuk dia. Dan Yesus tidak mengkritik Yohanes di belakang Yohanes. Yesus bahkan memuji Yohanes di belakang Yohanes. Inilah keharmonisan rekan yang perlu kita pelajari. Siapakah Yohanes? Yohanes adalah buluh yang terkulai, Yohanes adalah sumbu yang berasap. Darimana saya berani menafsirkan begini? Karena dalam Alkitab dikatakan, “Mengapa engkau ke padang belantara? Engkau melihat buluh-buluh itukah? Mengapa engkau pergi ke padang belantara mendengar khotbah dia. Dengan sesungguhnya aku berkata kepadamu Yohanes adalah lampu yang berpasang dan bercahaya.” Itu bukan sekadar lampu yang bercahaya, tapi lampu yang sudah dipasang paling bercahaya. Berarti orang Israel pergi ke padang belantara, dibaptiskan lalu mendengar khotbah dari Yohanes Pembaptis. Jangan lupa, dia adalah buluh yang tinggi, yang tegas seperti buluh yang ada di padang belantara. Engkau pergi melihat buluhkah? Engkau pergi melihat lampukah? Tetapi dia sekarang menjadi buluh yang terkulai, dia menjadi lampu yang berasap. Jadi kalimat di dalam Alkitab itulah yang saya gabungkan ke dalam pasal 42 ini.

Yohanes Pembaptis adalah buluh yang terkulai. Yohanes Pembaptis adalah sumbu yang berasap. Tuhan memadamkan? Tidak! Tuhan mematahkan? Tidak! Tuhan menghibur, memuji di belakang dia. Memberikan message untuk menguatkan dia. Beritahu kepada Yohanes, meskipun Aku tidak datang ke penjara untuk menyelamatkan dia, biarlah dia tahu bahwa Akulah Mesias. Bukan karena Aku hendak memuji dia, namun karena dia tidak mau memperkenalkan diri. Bukan berteriak- teriak tentang diri, bukan mau menonjolkan diri. Beritahu kepada dia mengenai fakta ini, bukankah teriakan orang tuli sudah terdengar, orang buta sudah melihat, orang timpang sudah berjalan, orang mati sudah hidup. Mereka pulang membawa berita itu, Yohanes tahu dan sadar Yesus tetap mencintai dia, Yesus tidak mematahkan hatinya di dalam kesulitan seperti itu. Yesus tidak memadamkan api yang sekarang sudah berasap dan kehilangan minyak, yang sudah tidak memiliki kekuatan lagi dan dia disegarkan dengan kalimat, “Barangsiapa yang tidak jatuh karena Aku, berbahagialah.” Itu adalah kalimat yang menyebabkan Yohanes tidak jatuh. Sampai dipenggal kepalapun, ia tetap setia melayani Tuhan.  Mari kita belajar dari Yesus, ada lima kata ‘tidak’. Tidak menyaringkan suara, tidak memperkenalkan diri, tidak memperdengarkan diri, kedua lagi kepada orang lain tidak mematahkan, tidak memadamkan. Ini Hamba Tuhan yang baik. Kita masuk ke dalam ayat yang ketiga. Di sini dikatakan, “Dia tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia dia akan menyatakan hukum.” Kalimat ini muncul dua kali, ” Dia dengan setia menyatakan hukum.” Terjemahan lain mengatakan, “Dia tidak akan menyerah sampai kebenaran ditegakkan di atas bumi.” Orang yang mau menegakkan hukum dan kebenaran mendapat ancaman yang banyak dan luar biasa. Inilah zamannya di Indonesia kita melihat segala sesuatu yang tidak beres, segala sesuatu diputarbalikkan. Orang yang dibunuh, dihina, yang membunuh, tidak ada yang masuk penjara. Ratusan gereja sudah dibakar dan belum ada satu orang pun yang membakar gereja dimasukkan ke pengadilan. Yang mencuri uang 50 ribu masuk penjara, namun yang mencuri uang 50 trilyun dibebaskan. Inilah zaman di mana segala sesuatu diputarbalikkan, sehingga siapapun yang menjadi presiden dalam zaman ini menghadapi kesulitan yang paling sulit. Siapapun menjadi jaksa agung, meskipun jujur, namun tetap sulit melakukan kebenaran. Siapapun yang mau menenangkan kerusuhan-kerusuhan sangatlah sulit. Ini adalah suatu pertarungan di dalam negara Indonesia, di mana uang mengambil alih kekuasaan untuk menekan militer, untuk menekan hukum, menekan akan rakyat, menekan suara hati nurani. Kita harus berdoa untuk negara Indonesia agar kebenaran itu boleh ditegakkan. Hukum-hukum tetap ditegakkan dan contoh yang terbaik dari kita adalah Yesus Kristus. Yesus berperang dengan ketidakadilan, berperang dengan dosa. Sampai diri-Nya sendiri dipaku di atas kayu salib pun, Ia tidak mau menyerah. Jikalau mereka tidak bisa beres karena tidak bersandar kepada Roh Tuhan, sehingga hanya berputar-putar pada permainan kata dan hukum kebenaran tidak ditegakkan, mungkinkah orang Kristen ikut terjun di dalam kerusakan mereka? Berkatalah tidak kepada setan dan berkatalah kepada Tuhan, “Pakailah saya untuk menegakkan hukum kebenaran di negara Indonesia. Jika tidak, saya tidak rela mati, saya mau berjuang terus.”

Indonesia memerlukan sekelompok orang yang sungguh-sungguh tidak takut mati dan hanya takut jika Tuhan Allah marah. Ada sekelompok orang yang sungguh-sungguh tidak takut mati dan hanya takut jika Tuhan Allah marah. Ada sekelompok orang yang tidak takut mati dan hanya takut memarahkan Tuhan, takut tidak berkenan kepada Tuhan. Mari kita belajar dari Yesus yang tidak menonjolkan diri, tidak memuliakan diri, tidak memperdengarkan diri, tetapi Dia adalah orang yang juga tidak mematahkan buluh yang terkulai, api yang sudah berasap dan Dia sendiri mau menegakkan keadilan sampai jadi. Ayat keempat untuk mencapai sasaran ini, menjalankan tugas panggilan dari Tuhan adalah sekarang Dia memakai hal yang sama untuk menghadapi diri dalam keberanian yang luar biasa.

Ayat keempat dikatakan, “Dia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai. Dia sendiri tidak akan kecewa, tidak akan putus asa.” Hal ini berarti suatu tekad bulat untuk berjuang sampai mati dan tidak mau ditaklukan, tidak mau menyerah. That’s Christian Spirit, undying Spirit of struggle, undying Spirit of fighting, undying Spirit to establish the truth. Apakah yang menjadi ciri khas kekristenan yang sejati? Yaitu api yang tidak pernah mau padam, yaitu niat yang tidak pernah mau mati untuk betul-betul menjalankan Firman Tuhan, untuk memberitakan Firman, menjalankan kehendak Bapa, untuk teguh mengikuti Roh Kudus, untuk mengubah dunia. Dunia sangat memerlukan orang-orang seperti ini. Kalau kita mendengarkan panggilan Tuhan, biarlah kita mengatakan, “Tuhan berilah kekuatan kepadaku, tekad yang bulat kepadaku, berikan mental yang kuat untuk seumur hidup tidak terkulai, seumur hidup tidak padam.

Tapi aku sendiri berjanji kepada diriku: ‘Aku mau mati-matian mempertahankan semangat, mati-matian mempertahankan kesetiaan. Kepala boleh dipotong, darah boleh dialirkan, tetapi jiwaku tidak boleh dikompromikan dengan dosa.” Jikalau ada orang Kristen semacam ini yang menyerahkan diri supaya dipakai oleh Tuhan menuju kepada abad ke-21, maka masa depan Indonesia akan menjadi cerah sekali. Demikianlah kita berdoa kepada Tuhan supaya ada orang yang bertekad bulat tidak mau menyerah. Undying Spirit, undying fire, to fight for the truth and to fight against them all. Orang-orang Kristen yang berani sampai mati berperang untuk membela kebenaran dan melawan kejahatan, akan dipakai oleh Tuhan. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan Ia sendiri tidak akan patah terkulai sampai menegakkan hukum di bumi.

Kalimat terakhir, “Segala pulau mengharapkanpen gajaran-Nya.” Ketika saya membaca sampai ayat ini, saya membayangkan Indonesia. Tidak ada negara yang lebih banyak pulaunya dibandingkan dengan Indonesia. Segala pulau menunggu pengajaran-Nya. Injil harus dikabarkan ke 13.600 pulau di Indonesia. Injil harus diberitakan di semua tempat, di pelosok-pelosok, karena semua pulau, menanti pengajaran-Nya. Siapakah yang pergi? Hamba Tuhan yang baik itu yang bagaimanakah? Yang dipegang oleh Tuhan, yang dipilih oleh Tuhan, yang taat kepada Tuhan, yang memperkenan Tuhan, yang diurapi oleh Roh Kudus, yang mempunyai tekad kuat menegakkan kebenaran, yang sendiri tidak terpatahkan, yang sendiri tidak terkulai, yang tidak akan kecewa, tidak akan putus asa, yang benar-benar mencintai rekan dan begitu berani karena mencintai orang lain. Kalau orang lain terkulai, ia tidak menghina. Kalau orang lain kecewa, ia tidak menghina. Ia sendiri tidak kecewa, ia sendiri tidak putus asa, ia sendiri tidak tawar hati, tapi dia menghibur rekan-rekan yang tawar hati, bukan menghina dan mengejek, bukan bertarung satu sama lain, tapi memberikan kekuatan, mendorong supaya semua api menyala, semua bersemangat ditegakkan kembali, semua anak Tuhan dibangkitkan menjadi laskar yang besar.

“Lihatlah domba-Ku, lihatlah Hamba-Ku ini,” Bapa memberikan kesaksian kepada Anak Domba Allah, yaitu Yesus yang menjadi hamba, yang menjadi contoh bagi engkau dan saya. Dan saya berkata, “Tuhan, saya sudah menerima panggilan-Mu, sekarang panggillah pemuda-pemudi, adik-adik saya. Tuhan, panggillah generasi muda sebelum aku naik ke surga. Dengan usia 60 tahun ini, saya tidak lagi muda, tapi saya berani berkata semangat saya tidak kalau dengan siapapun yang lebih muda dari saya. Dan puji Tuhan, dalam keadaan letih lesu, sering sakit, tapi api terus membakar. Kita akan terus menuju pada lubang kuburan pada waktu Tuhan sudah sampai. Tapi saya berkata kepada Saudara-saudara, siapa yang berkata, setelah aku mendengarkan pujian Bapa tentang anak-Nya, pelayanan Anak menjadi contoh dan saya bersedia jikalau Tuhan hendak memakai saya. Di sini aku Tuhan, utuslah aku. Aku mau dipakai untuk Tuhan.”

———–
Artikel ini Disarikan Dari Khotbah Pdt. Dr Stephen Tong Yang Disampaikan Pada KKR Pembukaan Kamp Nasional Mahasiswa 2000
12 Agustus 2000

Sumber :  https://www.thisisreformed.org/artikel/plynkrs.pdf