Hari ini adalah tepat 67 Tahun Indonesia merdeka, dan dirumah terpasang 2 bendera Merah Putih sekaligus… yang satu untuk Negara ini dan satu lagi untuk Pramudya Roderic Pakpahan putra ke tigaku yang tepat berulang tahun yang ke-3  begitu kata istriku yang tidak pernah absen mengibarkan bendera Sang  Saka Merah putih sejak -3 s.d + 3 .

Jika hari ini di wisma duta KBRI Athena saja perayaan hari kemerdekaan dihadiri oleh para penata laksana rumah tangga yang rela menempuh jarak 3 sampai dengan 6 jam demi rasa kebangsaannya (detik.com) masakkan sih kita tidak turun meramaikannya walau dengan menaikkan bendera tercinta  setidaknya dirumah kita hal ini terbukti dari hasil pengamatan di kompleks saya hampir tidak ada lagi yang perduli dengan itu. 🙂

Sebuah Renungan

Yang kita ketahui dalam catatan-catatan sejarah bahwa terbukti kesungguhan perjuangan dan pengorbanan para pahlawan  yang menjadikan kita negara yang berdaulat dan bebas seperti sekarang ini, kini pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kesungguhan dan pengorbanan kita dalam mengisi kemerdekaan ini.

Pada tanggal 15 Juni 1215 Negara Inggris mengeluarkan suatu piagam bernama Magna Charta yaitu suatu kemerdekaan yang membatasi suatu penguasa dari kekuasaan absolut. Beberapa poin dari piagam tersebut diantaranya :

  1. Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
  2. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
  3. Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, pemerintah (raja) berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
  4. dll

Bagaimana dengan negara tercinta kita ini? setelah 67 tahun Indonesia Merdeka (17 Agustus 2012), sudahkah negara menjamin kebebasan rakyat Indonesia? Saya pribadi melihat  rakyat Indonesia sudah jauh dari etika perbuatan orang merdeka…

Dalam piagam tersebut saya melihat bahwa sebuah negara yang merdeka selalu melakukan kebijakan perubahan yang menuju hal yang baik dan adil, saya percaya beberapa peristiwa yang tejadi di republik ini adalah menuju arah perubahan yang lebih baik itu pun jika kita mau menyadari dan memperbaiki… sebagai contoh sungguhkah kita telah melakukan dan mengisi kemerdekaan itu dengan melihat peristiwa KPK dan Institusi Polri dalam peristiwa  yang diduga korupsi dalam pengadaan Simulator SIM atau seorang artis dalam suatu pernyataanya tentang Firman Tuhan dalam suasana Pilkada DKI.

Sungguh yang terjadi adalah hal-hal ironi bagaimana situasi kemerdekaan dalam dunia kerja dengan mempraktekkan hal-hal yang tidak pernah terbayangkan oleh para pendahulu kita, beberapanya diantaranya adalah :

  1. Dunia kesehatan, seorang yang belajar Kedokteran dengan biaya yang sangat tinggi menyebabkan mereka lebih mengutamakan menolong orang kaya dan membiarkan orang miskin mati.
  2. Dunia hukum, seorang yang belajar Hukum dengan tujuan mencari celah hukum agar bisa melanggar hukum dengan tidak dihukum.
  3. Dunia ekonomi, seorang yang belajar Pajak dengan tujuan mencari celah agar tidak membayar pajak (Tax Avoidance dan berlanjut ke Tax Evation).
  4. Dunia kerohanian, seorang ahli agama mempelajari doktrin dan mencari pembenaran atas tindakannya dengan mengatasnamakan kebenaran suci itu sendiri.

Itulah hal tampak jelas dilakukan oleh generasi yang mengisi kemerdekaan ini, akhirnya para pejuang yang telah melakukan suatu perjuangan yang menjadikan kita merdeka dalam suatu negara akan menangis takala melihat rakyat generasi yang diperjuangkan menjadi manusia berjiwa feodal.

Teringat saya ketika seorang profesor di dalam kelas program pasca sarjana yang saya ikuti mengatakan bahwa pernah seorang pemimpin sebuah negara memuji Presiden kita ketika mampu memimpin rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, pulau dan agama, dan beberapa hari setelah pujian itu sebuah BUMN strategis berpindah tangan kepada pimpinan yang memuji tadi, artinya tidak pernah ada pujian yang bersumber dari motivasi yang beres.

Sebuah Harapan

Apa yang membuat kita masih tetap tegar dalam menjalani kehidupan ini di negara yang merdeka ini, mungkin sebagian kita mengatakan karena kita tidak mempunyai pilihan lain sambil berharap bahwa segala sesuatunya akan berjalan lebih baik. Sebagian lain mungkin akan mengatakan bahwa kondisi ini sangat nyaman karena masih mampu hanya untuk sekedar makan. Begitu pula kata pembantu yang sudah bekerja dirumah saya seumur pernikahan saya, yang penting kebutuhan makan, kesehatan dan pendidikan dapat berjalan itu sudah baik.

Memang sangatlah sederhana apa yang menjadi ekspektasi masyarakat kecil di bawah, hal ini kadang membuat saya sebagai pegawai pemerintah merasa malu jika bekerja dengan malas dan sedikit inovasi. Namun ketika melihat apa sesungguhnya yang terjadi di dunia nyata ini sungguh membuat  kita mual dan muak. Kadang ingin rasanya menjauhkan diri dari informasi berita yang hari lepas hari selalu memprihatinkan namun tidaklah mungkin karena bukan aku banget gitu loh. 😀

Momen hari kemerdekaan ini adalah momen kita merefleksikan diri, tentang kita sebagai individu dalam suatu negara dengan  mengisi kemerdekaan ini yang dapat membangun akan hal-hal yang baik dan menyejukan. Seorang fillsuf Jerman bernama Immanuel Kant, sebelum meninggal dunia menulis sepucuk surat kepada temannya dan mengatakan bahwa sepanjang hidupnya hanya ada 4 (empat) perkara untuk dipikirkannya: Siapa aku? Apa yang dapat kuketahui? Bagaimana seharusnya perbuatanku? Apa pengharapanku?  Pertanyaan pertama merupakan filsafat anthropologi, kedua filsafat epistemologi, ketiga filsafat etika, keempat filsafat agama. Jika saja kita mau belajar dan memahami kehidupan ini sangatlah memalukan jika kita hanya mengejar kekayaan dengan cara-cara yang tidak beres, jika pembantu saya dapat memikirkan bahwa makan, sehat, pendidikan sudahlah cukup…. pertanyaannya mungkin makan siapa? rumah sakit luar negeri? pendidikan mahal? harta yang akan diwariskan kepada anak-anak?? entahlah…

Selamat berulangtahun bangsa dan negaraku…

Selamat berulangtahun anakku… tumbuhlah, tegarlah, dewasalah… dan Muliakanlah Dia dengan karyamu…

(Sedikit pemikiran dan renungan Dalam Rangka HUT RI yang ke-67 dan HUT Pramudya Roderic Pakpahan)