Yakobus 1 : 1-4

Minggu lalu kita sudah memulai membahas surat Yakobus. Surat Yakobus ditujukan kepada orang Yahudi yang tadinya begitu mementingkan Taurat, perbuatan, tapi kemudian sudah percaya Kristus lewat iman. Apa hubungan antar iman dan kelakuan? Itulah topik yang diutamakan oleh penulis Yakobus penulis surat ini adalah adik kandung Yesus Kristus, yang percaya Yesus, setelah Dia bangkit. Inilah contoh yang baik bagi kita: Yesuspun menunggu 33 sekian tahun, barulah anggota keluargaNya mengakui Dia adalah Anak Allah.

Saat Yakobus tua, dia dijuluki sebagai The pillar of the church. Karena dia memelihara firman Tuhan dengan baik, memelihara iman yang sejati, yang selaras dengan kelakuannya, maka dia dihormati oleh semua orang di Yerusalem. Ada banyak orang yang imannya benar tapi kelakuannya tidak benar, karena iman yang dia miliki hanyalah iman kognitif, menurut Yakobus, iman seperti itu bagai tubuh yang tak berjiwa, mati adanya. Sementara ada juga orang yang berkelakuan baik tapi tidak beriman, kelakuannya tak akan dapat diperkenan Tuhan (Ibr. 11:6). Alkitab mengajarkan dengan jelas: faith comes by hearing, hearing comes by the word of Jesus Christ. Karena hanya iman yang didasarkan pada firman bisa menjadi sumber kekuatan seseorang berkelakuan baik. Memang, ada banyak orang non Kristen yang kelakuannya cukup baik, bahkan jauh lebih baik dari orang yang mengaku diri Kristen, tapi kelakuan baik mereka didasarkan atas respon mereka terhadap general revelation (wahyu umum) di bidang moral. Sementara iman yang sejati didasarkan pada Firman, dan kelakuan yang sejati didasarkan pada iman. Surat Yakobus membahas kedua hal itu dengan begitu jelas dan tuntas. Taurat diberi agar manusia menyadari dirinya sudah jatuh di dalam dosa, tak layak datang kepada Allah yang begitu suci, adil dan bajik, kita butuh kekuatan Tuhan, memampukan kita memandang pada Kristus, Pemberi Taurat. Prinsip itu kita dapatkan secara tuntas, sinkron dan konsisten dari PL sampai PB. Orang Israel tidak sanggup memenuhi tuntutan Tuhan di dalam Taurat, Petrus mengakui hal itu di konsultasi teologi yang ke-1 di Yerusalem (Kis.15). ltu sebabnya kita butuh Yesus. Dialah yang menggantikan kita menggenapkan seluruh tuntutan Taurat. Maka kata Yesus kepada Nikodemus, Kalau kau tidak diperanakkan dengan Roh Kudus dan air, kau tidak mungkin masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kalimat Yesus pada Nikodemus itu hanya diucapkan satu kali. Di sini kita belajar, Yesus tidak menunggu sampai puluhan ribu orang berkumpul, baru Dia menyampaikan khotbah yang penting. Dia bisa mengkhotbahkan satu prinsip kunci pada satu orang kunci, untuk mempengaruhi seluruh dunia: Taurat adalah pemberian Allah, tapi Roh Kuduslah yang dijanjikan untuk menggenapkan apa yang tidak sanggup dilakukan oleh Taurat.

Setelah kita mengerti kunci-kunci ini, saat kita membaca surat Yakobus, barulah kita jelas mengapa di surat yang ditujukan pada dua belas suku yang beriman ini Yakobus berkata, kau sudah beriman? Kau akan diuji. Saat diuji memang menderita sekali, sampai mungkin kau bimbang: apa gunanya beriman pada Tuhan? Setelah aku beriman, kesulitan yang ku alami lebih besar dari mereka yang tidak beriman, where are You, God, when I suffer? Tapi pesan Yakobus di awal suratnya ini, saat kau diuji, anggaplah sebagai satu sukacita besar, suatu mentalitas yang sangat berbeda, yang membenarkan kalimat Socrates “seorang yang tidak pernah diuji tidak layak hidup di dunia”. Permisi tanya, mengapa ada banyak orang miskin tapi kemudian menjadi kaya, sementara ada banyak kaya yang jatuh miskin? Karena Tuhan merancang sifat manusia begitu rupa, perlu diuji baru bisa menjadi kokoh, itu sebabnya Tuhan memberi batu, semak duri, kesulitan, musuh di jalan kita, no exception, agar kita memiliki fighting spirit. Saya bersyukur pada Tuhan yang telah melatih saya sejak kecil, hingga saya sanggup makan makanan yang paling sederhana, pakai pakaian yang murah, naik pesawat yang termurah. Saat pekerjaan Tuhan terwujud nanti, kita akan tahu, bahwa kita bisa memberikan yang terbaik untuk Tuhan, juga bisa menerima hal yang tersulit, yang Tuhan berikan. Itulah jiwa dan iman Kristen yang sejati. Karena to suffer and to know why I suffer adalah dua hal: orang yang menyadari akan rencana Tuhan di tengah kesusahannya akan memuji Tuhan. Perhatikan: what you feel, what you know, what you conscious, what you learn from your suffering is more important than the suffering itself. Sama-sama sebagai anak piatu, ada yang setelah besar membuka panti asuhan, ada juga yang menjadi panculik anak orang. Jadi, bukan pengalaman, tapi pengetahuanmu akan kesusahanlah yang akan mengubah hidupmu. Ay.2, saat kau berada di dalam berbagai-bagai pencobaan (lebih tepat: ujian) ….karena ujian berbeda dengan cobaan: cobaan datang dari iblis, ujian datang dari Allah. Tuhan mengizinkan aku mengalami sengsara, bukan karena Dia tidak ada, sebaliknya, justru karena Dia ada, maka Dia memakai sengsara untuk melatih, mengolah, membentuk kita menjadi orang yang lebih berguna. Jadi, waktu kita sengsara, jangan kita berkata “dimana Kau, Tuhan?” Dia akan menjawab “I was in your suffering, I know everything by detail” “Mengapa Kau tidak membantu?” “Aku membantumu melewati kesedihan itu” Kalau begitu, Tuhan itu kejam. Tidak! Pikiran Tuhan yang adil, yang punya rencana agung jauh lebih tinggi dari pikiran kita. Maka kata Yakobus kau harus menganggap ujian sebagai satu sukacita besar, karena kau tahu ……. inilah kuncinya: pengetahuan akan kesusahan adalah modal kita untuk menang atas segala kesulitan yang menimpa kita. “….karena kamu tahu….” artinya mereka pernah dididik, sekarang diingatkan. Apa yang mereka tahu? ujian terhadap imanmu akan menghasilkan ketekunan. Sekali lagi saya tandaskan, IQ bukanlah sesuatu yang terpenting, di dunia ini, ada banyak orang yang 1Q nya tinggi tapi gagal. Kira-kira 10 tahun yang lampau, orang Barat baru mulai menyadari pentingnya EQ. Apakah seorang yang punya IQ & EQ saja sudah cukup? Belum, masih memerlukan WQ (will quo-tient). Padahal 2000 tahun yang lalu orang Tionghoa sudah tahu hal itu, pepatah mereka: you zhi zhe, shi jing cheng: orang yang tekadnya bulat dan tekun pasti akan berhasil. Salah satu unsur penting yang membuat seorang sukses adalah tekun, tekun yang tidak mengenal kompromi; menyerah, hanya karena menemui kesulitan. WQ paling sedikit mempunyai dua unsur:

  1. Consistency, dari awal sampai akhir tetap sama. Tentu saja bukan konsisten dalam kesalahan melainkan konsisten dalam kebenaran, dalam menjalani rencana Tuhan. Allah kita adalah Allah yang konsisten, karena Dia adalah kebenaran yang tidak perlu berubah.
  2. Fight. Sering kita menyaksikan orang fight untuk hal yang tidak benar, sementara orang benar malah tidak berani fight. Keduanya sama: dipakai oleh iblis. Orang yang konsisten di dalam kebenaran dan betul-betul fight untuk kebenaran, dialah orang yang mempunyai WQ. Konsisten dan ketekunan; fighting spirit yang tak pernah memudar, itulah yang Yakobus maksudkan di sini: karena kamu tahu, setelah imanmu diuji akan menghasilkan ketekunan, teologi Reformed menyebutnya: perseverance of the saint, orang suci akan setia dalam mempertahankan imannya, sampai hari dia bertemu Tuhan.

Di abad ke-20, kuasa politik yang paling ganas bahkan melebihi kaum Nazi adalah Komunisme, mereka berani menganiaya orang yang tidak menyetujui mereka begitu rupa, tapi ketekunan orang Kristen membuat mereka kehabisan akal, walau dipukul, dipenjara, dibunuhpun tetap tidak goyah, mereka tetap percaya Yesus. Jadi, bukan orang yang pintar khotbah, melainkan mereka yang mengabarkan Injil, tekun, setia sampai mati tetap menaati firman Tuhan, tidak kompromi karena penderitaan, merekalah yang mengukir sejarah gereja, melestarikan kekristenan.

Apa bedanya gereja di abad ke-1 dan gereja di akhir zaman ini: gereja abad ke-1 tidak mempunyai bangunan, organisasi, administrasi, dana, tapi mereka punya iman, ketekunan, api penginjilan, sementara gereja sekarang memiliki segalanya, namun tidak memiliki satu hal yang penting: iman. Tuhan berkata kepada gereja di Laodekia, kau kira kau kaya, padahal kau miskin, telanjang, buta. Yesus Kristus berkata kepada gereja di Sardis, kau kelihatannya hidup, tapi sebenarnya mati. Biji matamu besar tapi buta, tidak melihat apa yang Tuhan ingin kau lihat; mata rohaninya buta. Banyak wanita mengenakan pakaian yang termahal, namun rohaninya telanjang. Banyak orang punya banyak uang, tapi rohaninya miskin. Tuhan berkata, Akan menembusi hati nuranimu sampai sedalam-dalamnya, tahu apa yang ada padamu. Yakobus berkata, setelah diuji, kau akan menjadi perseverance. Mengapa kita tidak menyukai barang-barang yang mudah rusak? Karena tidak tahan lama. Di istana terdapat dua jenis ornamen yang tahan lama: emas dan guci. Emas masih bisa berubah warna, tapi guci yang sudah diproses pembakaran 1300 derajat, asalkan tidak pecah, bisa dipajang sampai seribu tahun, warnanya tetap sama, tidak berubah. Tuhan sudah menyelamatkan kita, once saved, save forever. Saya yakin, Tuhan akan memelihara orang percaya sampai selama lamanya. Tapi siapa yang Tuhan pelihara? Mereka yang tahan uji, yang tekun sampai akhir, yang taat dalam penderitaan-penderitaan yang sesuai dengan rencana dan kehendakNya. Kalau orang berpikir “Reformed mengajarkan predestinasi, Tuhan sudah menetapkan siapa yang selamat, jadi kita tidak perlu mengabarkan Injil”, dia adalah orang yang bodoh luar biasa. Kalau saya sudah mendesain suatu bangunan, perlukah bangunan itu dibangun? Perlu. Allah memang sudah menetapkan siapa yang akan Dia selamatkan, tapi Dia tetap perlu mengirimkan Yesus datang ke dunia, menjadi manusia, dipaku di atas kayu salib merealisasi rencanaNya di dalam proses sejarah yang dinamis. Waktu tugu Pahlawan di Surabaya dibangun, setiap minggu sekali, saya mengayuh sepeda ke samping kantor Gubernur, duduk di sana, menyaksikan pembangunan tugu itu, saya belajar satu hal: sang mandor selalu mencocokkan bangunan yang sedang berlangsung dengan denah bangunan, antara rencana dan pelaksanaannya. Allah punya rencana atas kita, pelaksanaan rencana itu adalah menggarap kau dan saya, menjadi bahan bangunan (istilah yang Petrus pakai: living stone; batu hidup) di dalam Kerajaan Allah yang kekal. Mengapa disebut batu hidup? Karena batu-batu itu dipakai untuk membangun Bait Allah. Dan Tuhan berfirman, you are the temple of God. Berapa indahnya sebuah gedung gereja bukanlah hal yang terlalu penting, tapi orang yang rohaninya baik, mempunyai kebenaran, cinta Tuhan, menjalankan kehendak Allah adalah harta gereja yang terpenting, adalah living stone.

Permisi tanya, saat kita membangun rumah, mungkinkah batu besar, kecil ditumpuk sesuka hati? Tidak! Batu-batu itu perlu dipotong, dipoles, disusun dengan rapi. Itulah yang dimaksud, setelah imanmu diuji akan mem-buahkan ketekunan, kau sedang digarap oleh Tuhan, dipotong, dirapikan, dipoles…..sesuai dengan apa yang telah Allah rencanakan, bertekunlah sampai akhir, sampai Bait Allah itu terwujud.

Apa yang dihasilkan lewat ujian? Dikatakan di sini, going to be complete, going to be accomplished, going to be perfect. Hidup yang sempurna, utuh, tanpa kurang suatupun adalah hidup yang seperti apa? Baca ay.2-4, ujian iman menghasilkan ketekunan, dan ketekunan menghasilkan apa? Kematangan. Banyak orang baik dalam segala hal, tapi masih kurang sesuatu. Kurang apa? Perfect of quantity toward the perfect of the quality. Saat seekor ayam bertelur, telur itu sempurna. Tapi kalau lewat dua tahun masih tetap berupa telur, balk atau tidak? Kalau ditinjau dari pertumbuhan, tentu tidak baik. Mengapa? Dia belum mencapai tujuan: menjadi seekor ayam. Maka telur butuh dierami; kehangatan tubuh sang induk, agar bisa bertumbuh dan bertumbuh, sampai menjadi seekor anak ayam. Setelah itu, apakah dia sudah sempurna? Belum, karena dia masih kecil, dia perlu bertumbuh lagi — inilah pertumbuhan dari kualitas mengarah ke kuantitas, lalu dari kuantitas mengarah pada kualitas. Manusia yang pertumbuhan fisiknya sudah sempurna, sudah boleh menikah, melahirkan bayi yang tidak bisa berjalan, tidak bisa berbicara sampai 12 bulan, barulah dia mulai belajar berjalan. Setelah dia bisa berjalan, apakah dia sudah sempurna? Sempurna, tapi kesempurnaan secara kualitas baru dicapai saat dia berusia 24 tahun, saat tubuhnya sudah bertumbuh sempurna, boleh menikah – itulah kesempurnaan kuantitas, dia menjadi orang dewasa. Apakah sudah cukup? Belum, dari kuantitas perlu dilatih, diolah, diberi ujian, agar dia mencapai kesempurnaan kualitas yang lain. Ada seorang bertanya pada seorang guru vokal, “dari sekian banyak muridmu, murid mana yang terbaik?” “Yang itu, suaranya luar biasa” “sudahkah kau puas akan apa yang dicapainya?” “belum” “Mengapa?” “Dia memang sudah menguasai tehnik, potensinya ada “Jadi, masih kurang apa?” “Kurang seni” “mengapa kau tidak membekalinya?” “Seni tidak bisa saya turunkan, kecuali dia sendiri mengalami penderitaan” Tiga tahun kemudian orang bertanya lagi pada guru itu, jawabnya “sekarang dia sudah sempurna. Karena dia pernah mengalami patah hati, bahkan hampir bunuh diri, maka waktu dia menyanyi, bukan hanya mengandalkan tehnik, pengalaman, seni terpantul dari batinnya yang pernah menderita”. Itu sebabnya, penderitaan memang penting. Asal penderitaan itu kau alami karena kau menjalankan kehendak Tuhan, bukan karena kau berdosa. Jadi, jangan hanya tekun. Karena tekun hanya untuk memelihara keselamatanmu tidak hilang, kau perlu memiliki fighting spirit yang akan membuatmu menjadi matang, sempurna, utuh, tidak kekurangan suatupun (ay.4). Tak kurang suatu apapun jangan dimengerti sebagai tidak kekurangan materi, melainkan Tuhan tidak lagi menemukan cacat cela, kekurangan dalam dirimu, Dia merasa puas akan dirimu, karena kau tahan uji. Maukah kau menjadi orang yang seperti itu di mata Tuhan? Biarlah kita yang berada di dalam proses sejarah ini rela digarap, dibentuk, dikikis, menerima penderitaan-penderitaan yang sesuai dengan rencanaNya yang kekal, sampai kita berjumpa denganNya.

(Ringkasan Khotbah Ini Belum Diperiksa oleh Pengkhotbah – EL)

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://reformed.injili.org/dallas/articles/Yak2ndweek.pdf ; Versi Mp3 satu, dua