Firman : Efesus 2:1-5

Di Ef. 2, Paulus membawa kita kembali menelusuri hidup kita yang lama, untuk mengingatkan kita akan keadaan kita yang lampau. Orang yang berada di dalam dosa, tidak menyadari akan bahaya dan keadaan dirinya yang sesungguhnya. Ketika seorang yang berhasil melewati bahaya menoleh ke belakang, barulah dia tahu bahwa kuasa dosa telah membelenggu dirinya sebegitu rupa, sehingga dia tidak mempunyai kebebasan yang sejati. Sebab itu, Paulus mengajak semua orang Kristen untuk melihat kembali akan keberadaan kita yang dulu, karena itulah gambaran dari keadaan seluruh umat manusia. Calvin berkata, jangan mengira bahwa orang berdosa adalah hanya sekelompok orang saja yang hidup di dalam dunia ini, tetapi kita perlu mengerti bahwa dosa telah melanda seluruh dunia, semua keturunan Adam. Tidak satupun dari mereka yang lolos. Seperti yang dituliskan oleh Paulus di Rm. 3:23, sekaliannya telah berbuat dosa.

Yesus berkata, Aku datang bukan untuk mencari orang benar, melainkan orang berdosa. Sepertinya ada pertentangan antara Kristus dengan Paulus. Perkataan Paulus menggolongkan semua umat manusia sebagai orang berdosa: hanya ada satu macam manusia di dunia. Sedangkan proklamasi Kristus menggolongkan manusia menjadi dua macam: yang benar dan yang berdosa. Adakah pertentangan antara ajaran Paulus dengan Yesus? TIDAK. Waktu Yesus mengatakan, Aku datang bukan untuk mencari orang yang benar, melainkan untuk mencari orang berdosa dan memanggil mereka untuk bertobat, adalah menggunakan sindiran untuk mengisyaratkan adanya sebagian orang berdosa yang tidak menyadari dirinya adalah orang berdosa, sebaliknya malah menganggap diri sebagai orang benar, orang yang seperti itu tidak layak menjadi murid-Ku. Pada waktu Yesus mengatakan kalimat itu, Dia menyinggung orang-orang yang sudah mengetahui atau melakukan sebagian dari Taurat, lalu merasa dirinya lebih baik dari orang lain.

Paulus berkata, sebelum kau diselamatkan, sebelum darah Kristus menyucikan dirimu, sebelum kau memperoleh hidup baru, kau berada di dalam status yang bagaimana? Kalimat pertama yang dia tuliskan adalah kalimat yang begitu berani, singkat dan tepat: dulu, kamu telah mati di dalam pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.

Istilah mati muncul pertama kali di dalam Kejadian 2 di dalam perintah Allah kepada Adam: Aku telah menyediakan semua pohon dengan buah-buah yang baik untuk dipandang dan untuk dimakan, hanya saja, buah dari pohon yang terletak di tengah-tengah taman tidak boleh kau makan. Allah sudah memperingatkan Adam, pada hari kau memakannya, kau akan mati. Istilah mati muncul di dalam perintah pertama yang Allah berikan kepada manusia, maka wahyu Allah dari permulaan adalah bersangkut paut dengan mati hidupnya manusia.

Yesus Kristus dikirim bukan untuk menjadi teladan yang baik saja, atau menjadi pengajar moral yang terhebat, atau menjadi guru etika yang tertinggi di dalam sejarah, melainkan supaya barangsiapa percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Terlihat di sini, kekristenan dari mula sampai akhir selalu memandang mati dan hidup, lebih mendasar, lebih prinsipil, lebih penting dibandingkan dengan baik dan jahat.

Sejak di Taman Eden, Tuhan sudah memberikan tantangan, hai Adam, mana yang kau pilih hidup atau mati? Kalau kau memilih hidup, taatlah kepada Allah, kalau kau mati adalah karena kau melawan Tuhan Allah. Musa tidak mengakhiri Taurat dengan mengatakan, berbuatlah baik jangan berbuat jahat. Dia mengakhiri Taurat dengan berkata, Aku sudah menunjukkan jalan hidup dan jalan mati kepadamu. Mati hidup adalah cara untuk membedakan keadaan spiritual kita dan juga merupakan cara memperingatkan kita bahwa kita hanya bisa memilih salah satu.

Ayat 1, dulu kamu sudah mati di dalam pelanggaran-pelanggaran dosamu, tapi ayat 2, kamu hidup di dalamnya. Bukan kah ini sesuatu yang paradoks? Siapakah kita? Kita mati. Mati di mana? Mati di dalam dosa. Dosa apa? Hidup di dalam pelanggaran. Dengan demikian orang yang mati adalah orang yang hidup di dalam dosa. Orang yang hidup di dalam dosa adalah orang yang statusnya mati di mata Allah. Orang yang mati di dalam pelanggaran tidak tahu kalau dirinya sedang melawan Tuhan. Orang yang mati di dalam pelanggaran tidak menyadari dirinya sedang jatuh dari Tuhan, bahkan tidak mungkin bereaksi terhadap suara Tuhan.

Istilah mati di dalam Kitab Suci mempunyai tiga arti:

  1. Mati adalah perceraian; perpisahan dari sumber hidup.
    Inilah yang disebut sebagai kematian status, kematian hidup rohani.
  2. Mati adalah kerusakan dari semua fungsi tubuh jasmaniah kita.
    Mati berarti tubuh kita sudah menjadi mortal, rusak, sehingga kita tidak lagi bisa melihat, mendengar, mencium, berbicara, bersensasi, atau bergerak.
  3. Mati adalah dibuang dari hadapan Tuhan Allah, dibuang ke neraka untuk selama-lamanya.
    Itulah yang disebut dengan mati untuk kedua kalinya. Mati yang kekal, dipisahkan dari Tuhan yang mulia untuk selama-lamanya, tidak mungkin kembali lagi.

Waktu manusia terpisah dari Tuhan Allah, dia secara jasmani tetap utuh, matanya tajam, hidungnya mancung, wajahnya cantik, postur tubuhnya begitu indah, tetapi semua itu tidak ada hubugan dengan penguasanya. Jika dia sudah terpisah dari sumber hidup, maka dia disebut sebagai orang yang sudah mati secara status, bukan secara kondisi. Mati kondisi adalah mati secara fenomena, secara supervisial. Sebelum kita mati secara jasmani, kita sudah mati secara rohani, karena sudah terpisah dari Tuhan. Itulah ayng dimaksudkan di sini, dulu kamu mati di dalam pelanggaran, mati di dalam segala dosa-dosamu.

Paulus mengangkat dua istilah: pelanggaran dan dosa. Di Rm. 5-8 istilah hamartia yang Paulus pakai dalam bagian itu adalah berbentuk singular. Sedangkan di Rm. 1-4, dia menggunakan istilah dosa dalam bentuk plural. Apakah bedanya? Dosa dibagi menjadi status dosa dan kuasa dosa. Yang satu berkenaan dengan status dan yang lain berkenaan dengan pelanggaran-pelanggaran, kepingan-kepingan perbuatan salah yang disebut sebagai perbuatan dosa. Dosa tidak seharusnya hanya dimengerti sebagai perbuatan salah saja, melainkan harus dimengerti sebagai suatu status yang melawan Tuhan Allah, di mana kita berada di dalam cengkeraman setan dan di bawah murka Tuhan. Orang mati adalah orang yang berada di dalam status dosa, sudah terputus dari pada sumber hidup.

Tapi di ayat 2, Paulus mengatakan, kamu hidup di dalamnya. Orang yang mati rohaninya, hidup di dalam dosa. Dengan cara hidup yang bagaimana? Mengikuti jalan dunia ini. Di setiap zaman, setiap tempat ada cara hidup yang melawan kehendak Allah. Kita harus bersyukur bahwa kebudayaan diperbolehkan oleh Tuhan untuk berada di dunia ini, tetapi sebagai orang Kristen, janganlah kita lupa bahwa di dalam kebudayaan terdapat unsur-unsur setani, yaitu benih yang setan letakkan di dalam kebudayaan. Sebagai contoh kebudayaan yang mengajarkan hal menghormati orang tua, ini adalah hal yang benar. Tetapi kalau berkembang sampai menjadikan orang tua sebagai Allah, bersembah sujud, berbakti kepada mereka, dan merasa tidak lagi perlu berbakti kepada Tuhan Allah, itulah yang dimaksud dengan mengandung unsur setan di dalamnya.

Jika kita mengikuti kebudayaan tanpa menyaringnya dengan perspektif wawasan Kristen, kita akan menjadi orang yang secara tidak sadar tetap hidup di dalam kematian. Semua budaya adalah hasil dari sifat budaya yang Tuhan tanamkan di dalam diri manusia pada waktu Tuhan menciptakan manusia. Kita harus menghargai agama, karena beragama adalah hasil dari sifat agama yang sudah Tuhan tanamkan di dalam diri manusia, sebagai umat yang disebut sebagai peta dan teladan Allah. Maka sifat agama dan sifat budaya adalah dua dasar dari sistem nilai ke luar dan ke dalam yang paling penting, sehingga manusia bisa disebut sebagai manusia.

Namun demikian, kita harus mengetahui bahwa tidak ada keselamatan di dalam agama manapun yang kita hargai, kecuali kita mengenal Yesus Kristus.

Paulus berkata, kamu hidup di dalamnya karena kamu mengikuti jalan dunia ini. “Mengikuti jalan dunia ini” adalah terjemahan Bahasa Indonesia yang sangat sederhana, di dalamnya terkandung dua arti:

  1. The spirit of the ages in this world.
  2. Adat istiadat yang telah membelenggu dunia.

Di sini terdapat dua unsur: unsur sejarah dan unsur pikiran. Kalau keduanya digabungkan akan menjadi semangat yang dominan, yang menguasai manusia secara individu. Kalau kau bermukim di Indonesia, cara hidup di sini mempengaruhimu. Itu adalah hal yang pasti. Artinya manusia sulit mempunyai pendirian yang tegas untuk melewati arus. Arus selalu menghanyutkan kita, secara tidak sadar, kita juga terbawa oleh arus, akhirnya kita tidak lagi bisa berdiri di atas kaki sendiri. Orang Kristen seharusnya tidak mengikuti arus, tidak terjerumus di dalam arus, sebaliknya justru membuat arus sendiri. Kita perlu mempunyai pemikiran kita sendiri, mempunyai cara kebudayaan kita sendiri, mempunyai gaya hidup sendiri. Dulu kamu mati di dalam dosa, mati di dalam pelanggaran, mengikuti akan zaman dunia ini.

Setiap zaman mempunyai roh zaman yang mempengaruhi segala bidang. Tetapi kita mempunyai Roh yang kekal, Roh Kudus yang melampaui zaman. Kecuali kau mempunyai hidup dari Roh Tuhan, kau tidak mempunyai kekuatan untuk melawan arus yang besar seperti itu. Kita hidup di dalam dosa, hidup melawan Tuhan, hidup terputus dari sumber hidup. Bukan saja demikian, kita berada di tengah-tengah mereka, kita mengikuti adat dunia, mengikuti semua arus dunia ini, dan bahkan kita taat kepada roh yang berada di angkasa, yaitu roh jahat yang sedang bekerja di dalam hati manusia. Sampai di sini, barulah kita melihat satu cosmic drama, di mana terdapat dalang yang berada di belakang layar.

Manusia tidak bebas. Manusia bebas di dalam ikatan-ikatan konsep, ikatan-ikatan pengaruh, manusia bebas di dalam kuasa setan yang membelenggu, sehingga manusia tidak bebas lagi. Menurut Martin Luther, sebuah kelereng berada di satu dataran, dia bergerak ke kanan, kiri, depan, belakang, kelihatannya bebas, tapi bila kelereng itu terjatuh di tempat yang rendah, dia tetap bisa bergerak ke kanan, kiri, depan, belakang. Cara geraknya sama, bedanya apa? Tetap bebas, tapi bebas di bawah, tidak lagi bisa ke atas. Untuk ke bawah tidak memerlukan kekuatan, bisa jatuh sendiri, tapi untuk ke atas diperlukan kekuatan dari luar, bukan dari kelereng itu sendiri. Inilah yang Paulus maksudkan dengan kamu sedang taat kepada seorang penguasa yang ada di angkasa. Rohnya sedang bekerja di dalam hati setiap orang.

Jangan mengira orang yang membunuh adalah orang yang membunuh dengan bebas. Memang waktu dia membunuh, dia sedang menggunakan kebebasannya, tapi di balik kebebasannya terdapat dalang, yang mengakibatkan dia harus menggunakan kebebasan dengan salah. Ketika dalang itu mempengaruhi dia, mau tidak mau, dia harus menjalankan kejahatan, karena dia telah menggunakan kebebasan, memberi diri untuk dikuasai oleh dalang.

Maka di dunia ini tidak ada hal yang netral. Seluruh dunia sudah berada di dalam kuasa dosa, seluruh dunia berada di dalam tangan setan, seluruh dunia bertendensi menuju kepada kejahatan. Kau berada di dalam status dan keadaan seperti ini, dan Paulus melanjutkannya dengan kami juga. Kami dulu juga begini, kamu dulu juga adalah anak-anak durhaka, yang patut dimurkai, yang menuruti nafsu.

Secara status, tidak ada orang yang lebih baik dari orang lain. Secara dosa, memang ada orang yang melakukan dosa besar dan dosa kecil, tapi secara status, tidak ada seorangpun yang cukup baik yang tidak perlu diselamatkan. Tidak ada seorangpun yang tidak berdosa, tidak membutuhkan Yesus mati baginya. Tidak ada seorang pun yang tanpa berbuat dosa, sehingga tidak perlu diperanakkan pula oleh Roh Kudus.

(Ringkasan kotbah ini belum dikoreksi oleh Pengkotbah, W.H.)

 

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.mriila.org/pustaka/eksposisi-efesus/pelanggaran-dan-dosa/