Nats : Yakobus 1 : 15-17

The problem of evil memang sangat sulit dipahami oleh pikiran manusia, termasuk satu dari sepuluh problem terbesar yang dibahas oleh filsuf-filsuf Barat di sepanjang sejarah. Itu sebabnya saya yakin, Yakobus adalah orang yang sangat genius, saat wahyu Tuhan turun atasnya, dia sanggup menjawab the problem of evil hanya dengan satu kalimat, sementara kebanyakan filsuf hanya bisa berkata: kita tak mungkin tahu dari mana datangnya dosa.

Allah bukanlah sumber atau pencipta kejahatan, Allah mutlak baik, mutlak berkuasa. Kekristenan bukanlah agama yang menipu orang bodoh, yang membius orang untuk tidak bepikir. Memang ada banyak gereja mengajar orang: jangan berpikir, jangan berdebat, jangan melawan, percaya saja. Tapi itu bukan prinsip Reformed, juga bukan prinsip Alkitab. Karena Alkitab mengajak kita memikirkan firman Tuhan siang dan malam, Roh Kudus datang mengingatkan kamu akan segala perkara yang sudah Kuajarkan kepadamu. Itu sebabnya orang Reformed tahu dengan jelas, Roh Kudus tidak meniadakan pikiran, melainkan memberi iluminasi (pencerahan), memberi pikiran yang sehat untuk kembali pada Tuhan dengan sungguh.

Mengapa kita harus mengabarkan Injil? Karena kita bukan hanya menggarap orang yang sudah menerima Tuhan, kita juga bersama dengan Allah memanggil orang yang masih berada di luar pintu keselamatan untuk berpaling padaNya. Minggu lalu, saat di KualaLumpur, saya menyadari: menginjili adalah menciptakan satu sejarah baru di dalam arus keluarga seseorang. Saat seluruh dunia berada di dalam dosa, Allah memanggil satu orang: Abraham, panggilan itu diteruskan dari Abraham ke Ishak, dari Ishak ke Yakub, dari Yakub ke 12 suku Israel….satu arus hidup yang baru dimulai dari satu seorang yang pernah mendengar panggilan Tuhan. Itu sebabnya, kalau kau diejek saat mengabarkan Injil, jangan kau kecewa, sedih, walau sepertinya tidak berbuah, jangan putus asa.

Kita telah membahas mengapa keinginan bisa menjadi dosa? Karena keinginan dibuahi. Apa maksudnya keinginan dibuahi? Keinginan tidak sejalan dengan arah rohani. Kalau arah rohani kita melenceng, keinginan mungkin dibuahi dan menjadi dosa. Itu sebabnya Alkitab, dari halaman pertama sampai halaman terakhir selalu mengumandangkan satu berita penting: return and come to Me. “Dimanakah kau, Adam?” Itulah kalimat pertama yang Allah katakan pada manusia, setelah dia berdosa, dan di Wahyu pasal terakhir tertulis: minumlah dari sumber air hidup, itu membuktikan berita Firman Tuhan konsisten: return to Me and follow Me.

Statemen yang Kristus ucapkan saat Dia menjadi manusia: “bukan kehendakKu, melainkan kehendakMu yang jadi” adalah satu teladan bagi kau dan saya: memasukkan diri dan keinginan diri ke dalam rencanaNya yang kekal, barulah kita terlepas dari pembuahan keinginan diri: dosa. Tapi jika kita hanya memuaskan egoisme diri, kita tidak mungkin tidak dibuahi oleh keinginan yang salah arah: dosa, dosa akan bertumbuh dan membuahkan kematian. Kalau begitu, apakah kita masih mempunyai keinginan yang bebas? Bagi Martin Luther, setelah manusia jatuh di dalam dosa, dia tidak lagi menggunakan kebebasan secara positif, jadi, kehendak memang ada, tapi kehendak bukan lagi kehendak yang bebas, melainkan kehendak yang terbelenggu. Saat seorang berkata: saya ingin, saya mau, saya hendak… itu adalah ekspresi dari kehendaknya, namun kehendak tidak identik dengan kebebasan, kebebasan lebih besar daripada kehendak, kebebasan adalah kondisi, kehendak adalah fungsi.

Saat seorang dipenjara, apakah dia masih mempunyai kehendak? Masih, dia ingin bebas, tapi kebebasan sudah tidak dia miliki. Bagai sebutir kelereng menggelinding dengan bebas di satu permukaan yang datar, tapi kemudian, dia jatuh ke dataran yang ada di bawahnya. Secara fenomena, dia masih bisa menggelinding dengan bebasnya, tapi medannya berbeda: di level bawah, bukan lagi di level atas, bahkan tidak mungkin bisa kembali ke level asalnya. Sebelum Adam berdosa, dia punya kehendak, setelah dia berdosa, dia tetap punya kehendak; melarikan diri, menutup tubuhnya dengan daun-daun, tapi dia sudah kehilangan kebebasan untuk kembali ke status sebelum berdosa. Kejadian itu hanya berlangsung once forever, kecuali lewat penebusan Kristus, manusia tak mungkin memiliki kebebasan yang sejati. Itu sebabnya, Yesus berkata: dengan sesungguh-sungguhnya Aku berkata padamu, barangsiapa berdosa, dia adalah hamba dosa. Jika Anak Manusia memerdekakan kamu, barulah kamu merdeka dengan sesungguhnya.

Menurut Immanuel Kant, definisi “bebas” bukanlah aku ingin berbuat apa, aku bisa melakukannya, melainkan aku tidak ingin melakukan apa, aku sanggup tidak melakukannya. Jadi, orang yang bebas adalah orang yang sanggup mengontrol keinginan yang berlawanan arah dengan maksud Tuhan. Itu sebabnya, tak seorangpun boleh berkata: “kebebasan yang Tuhan berikan pada Adamlah yang mengakibatkan dia jatuh di dalam dosa” “kalau saja Allah tidak memberi hak pada Adam untuk memilih, tentu dia tak akan jatuh di dalam dosa. Jadi, Allah-lah penyebab kejatuhan”, Yak.1:16 meluruskan pengertian kita yang salah akan anugerah Tuhan. Dulu saya tidak mengerti, mengapa setelah Yakobus, membahas tentang asal mula dan akibat dosa, dia melanjutkan dengan ay. 16, …. Janganlah sesat (terjemahan lain: jangan salah lihat), maksudnya, coba pikirkan dengan baik: semua anugerah Tuhan baik adanya? Tapi akhirnya saya tahu, relasi yang ada disana adalah relasi organik. Saya ingin memperkenalkan organic theology. Systematic Theology memang telah berlangsung selama ratusan tahun, telah diterima oleh tradisi gereja, namun ada 3 tokoh yang tidak mau menggunakan istilah systematic theology: 1. Augustine menggunakan istilah Civitas dei 2. Calvin menggunakan istilah Institute of Christian Religion 3. Karl Barth menggunakan istilah church organic. Apa alasan mereka? Dari zaman Socrates sampai zaman Perjanjian Baru, teologi dianggap identik dengan mitologi (mempelajari mitos-mitos orang Gerika). Memang istilah teologi tidak salah, istilah itu terbentuk dari “theos” dan “logos”. The logos of God: pengertian logika tentang kebenaran Tuhan, istilah systematic barulah ditambahkan beberapa abad terakhir ini, setelah semua pengertian itu disistemkan. Saya kira, ada hal yang lebih penting dari men-sistemkan bagian-bagian Alkitab seturut topik-topik besarnya, yaitu organic relationship, integrity understanding about the word of life, karena Firman Tuhan adalah the word of life.

Yakobus menyambung pembahasan tentang asal mula dan akibat dosa dengan ay.16… segala pemberian yang baik berasal dari Allah, karena saat Allah mencipta manusia, keinginan, nafsu, fungsi seks yang Dia beri baik adanya, sebagai anugerah, karunia, seperti yang tertulis di ay.16, setiap (bentuknya tunggal) anugerah yang sempurna (bentuknya jamak), artinya setiap anugerah Allah itu lengkap, tak kekurangan apapun. Sayang, anugerah yang berasal dari Tuhan sudah kita bengkokkan, akibatnya: kita justru mencela Tuhan. Itu sebabnya, Yakobus mau kita mengingat, tadinya, pemberian Tuhan itu baik, tapi penggunaannya mungkin saja menyimpang. Seorang ayah berkata pada anaknya “belikan satu korek api yang bagus”, anak itu kembali dengan membawa sebungkus korek api yang bekas dipakai “inilah korek apinya” “mengapa korek api bekas?” “karena tadi papa menyuruhku membeli korek api yang bagus, maka saya coba semua korek itu satu per satu untuk memastikan semuanya baik”, jadi , potensi korek api itu sudah dia gunakan, tapi tidak digunakan sesuai dengan kehendak ayahnya.

Maka kata Yakobus, jangan salah, karunia yang Tuhan beri baik. Kebebasan, kesehatan, kepintaran, kecantikan adalah baik bukan?, Tapi mengapa orang cantik menjadi pelacur, orang pandai merugikan orang lain, orang sehat menjadi perampok? Karena anugerah yang baik tidak digunakan seturut arah yang benar. Setelah Allah menciptakan segala sesuatu. Allah melihat semuanya baik. Dan setelah Allah menciptakan manusia, kataNya: amat baik, Apa yang membedakan Dia berkomentar baik dan amat baik? Hanya satu, manusia punya peta teladan Allah, Di dalam peta teladan Allah manusia punya bayang-bayang Tuhan dalam lingkup yang kecil: I am the Lord of my territroy, I am the master of my environment, the master of my family, saat kita menggunakan hak kita, sebagian dari peta teladan Allah, dengan tidak mengakuinya sebagai karunia yang baik, yang dari Tuhan, tidak mengggunakannya untuk Tuhan, akan menjadi sumber dosa. Itu berbahaya sekali. Jadi, kalau setiap orang betul-betul takut pada Tuhan, tanpa hukumpun semuanya bisa berjalan dengan baik. Kalau  semua orang tidak takut pada Tuhan, meski hukumnya begitu lengkap, ahli-ahli hukum tetap bisa memanipulasi hukum; mencari celah-celah hukum, agar bisa melanggar hukum tapi tidak menerima hukuman. Mari kita kembali pada Tuhan dan merenungkan:

1. Allah, sang Pemberi berkat adalah sumber terang; the Father of Light. Apa itu terang? Terang selalu aktif, inistiatif, positif, influencing, di dalam terang tidak ada kegelapan. Kita bersekutu, karena kita berada di dalam terang. Pengertian ini hanya ada di Alkitab: kita bersekutu di dalam terang, bagaikan Tuhan di dalam terang, maka darah Yesus menghapus segala dosa kita (I Yoh 1). Jadi, persekutuan kita adalah the fellowship in light, in love, in life, karena Tuhan adalah terang (light), Tuhan adalah hidup (life), Tuhan adalah kasih(love), wujud dari persekutuan kita: kesucian. Jika kau telah mendengar Firman yang membersihkan hatimu, biarlah kau mengasihi saudaramu dengan segala kejujuran(I Ptr). Mengapa hubungan antara Pendeta dan Pendeta, majelis dan majelis, orang Kristen dan orang Kristen tidak beres? Karena ada ketidakjujuran, ketidaksungguhan, ketidaktransparanan. Gereja adalah tubuh Kristus, perlu berkait satu dengan yang lain, perlu kebenaran yang sungguh. Dengan cari itu, hidup antara orang Kristen adalah hidup di dalam hidup, hidup di dalam kasih, hidup di dalam terang.

2. PadaNya tidak ada perubahan. Kita hidup di dunia yang berubah-ubah, semua orang bisa berubah. Itu membuktikan, tidak ada yang kekal di dunia. Saya selalu menggabungkan janji Allah dengan tiga sifat ilahiNya: jujur, tidak berubah, kekal. Berdasarkan ketiga sifat itulah kita memegang janjiNya, beriman padaNya, Allah kita adalah Allah yang berjanji. Alkitab kita adalah kitab perjanjian: Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Allah memberi pengharapan pada kita berdasarkan janji Dia ucapkan dengan sumpah atas diriNya sendiri, karena tidak ada nama yang lebih besar dari namaNya yang bisa dipakai untuk mendasari sumpahNya. Puji Tuhan, Allah yang tidak berubah, yang kekal, yang jujur memberikan janjiNya pada kita, janjiNya bisa kita pegang untuk selama-lamanya. Dulu, saya tidak mengerti mengapa Westminster confession mengatakan, sang Pewahyu dan yang diwahyukan itu sama.

Kali ini saya melayani di Amerika Latin, seorang berkomentar: kami telah tertipu, foto yang ada di poster begitu muda, ternyata dia sudah tua. (Saya tidak muda, foto yang dipasang di poster adalah foto saya yang delapan tahun lalu). Foto berbeda dengan orangnya, itulah yang dimaksud dengan yang diwahyukan. Tapi kata Westminster Confession: revealer and the reveal one is the same identity, statemen seperti itu tidak akan pernah kita temui di Kebudayaan Timur, baik Hinduisme, Konfusionisme, Taoisme, ataupun Budhisme, hanya derived from the Bible, Allah itu jujur, tidak berubah dan kekal. Itulah dasar iman kita. Anugerah yang kita miliki berasal dari Tuhan yang jujur, yang tidak berubah, yang adalah sumber terang. Itulah yang menjamin anugerahNya adalah pemberian yang terbaik, biarlah kita kembali padaNya, sinkron denganNya. Kiranya Tuhan memberkati kita, membawa kita kembali pada tahtaNya, yakin semua pemberianNya  didasari motivasi yang tidak pernah salah.

(ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah–EL)

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : https://foodforsouls.blogspot.com/2004_10_10_archive.html
dan https://www.youtube.com/watch?v=_CRNLN2H1Cc