Ketika berumur lima tahun, Glenn Cunningham mengalami luka bakar yang parah di tungkainya. Para dokter yang merawat terpaksa angkat tangan. Menurut mereka, Glenn akan tetap cacat dan terpaksa menggunakan kursi roda seumur hidupnya. “Ia takkan bisa berjalan lagi,” kata mereka.

Para dokter memang telah memeriksa keadaan tungkainya dengan seksama, namun mereka tidak memeriksa ke dalam lubuk hatinya. Glenn tidak memedulikan kata-kata mereka. Ia bertekad, pasti ia akan bisa berjalan lagi. Sementara masih terkapar di tempat tidur, dengan kakinya yang kurus kemerah-merahan akibat luka bakar ia berikrar, “Minggu depan aku akan bangun dari tempat tidur. Aku akan berjalan.” Dan itu benar-benar dilakukannya.

Ibunya bercerita betapa ia sering menyingkapkan gordin dan memandang ke luar, memperhatikan Glenn menggapaikan tangan ke atas untuk menggenggam gagang alat membajak tanah yang sudah tak terpakai lagi. Di pekarangan, dengan kedua tangannya Glenn menggenggam gagang bajak. Ia mulai melatih juga kakinya yang cacat. Dan dengan setiap langkah yang menyakitkan, semakin dekat pula ia ke tujuan yang telah diikrarkannya, yaitu bisa berjalan lagi. Tak lama kemudian ia sudah mulai berlari-lari dengan lambat, makin lama makin cepat dengan gerak semakin pasti.

“Aku sejak awal sudah yakin akan bisa berjalan lagi, dan ternyata memang bisa. Sekarang aku akan berlari lebih cepat dari siapapun juga.” Dan itu pun berhasil ia lakukan.

Ia menjadi pelari yang tangguh untuk jarak satu mil. Pada tahun 1936 ia mencatat prestasi 4.06 menit yang merupakan rekor dunia pada saat itu. Ia menerima penghormatan sebagai atlet luar biasa abad 20 di Madison Square Garden, New York City.

Ditulis oleh Jeff Yalden untuk Chicken Soup for the Soul.

Sumber : https://pentas-kesaksian.blogspot.com/2009/05/unstoppable.html