Dari jenis pajak yang kurang diperhatikan dan diawasi oleh seorang account representative (AR) adalah untuk jenis pajak PPh Pasal 21, karena disibukkan dengan pengawasan terhadap PPN dan PPh, dimana memang wilayah tersebut lebih sering dan lebih bernilai untuk dilakukan penyimpangan, hehehehe… ini sih menurut pantauan saya pribadi loh.
Namun pernah suatu waktu saya mencoba melakukan pengawasan untuk jenis pajak PPh Pasal 21 dan ternyata banyak hal yang menyimpang yang dilakukan oleh wajib pajak diantaranya adalah:
1. Penundaan Pembayaran Pajak PPh Pasal 21
Jika kita melihat SPT masa PPh 21 umumnya masa Desember terdapat pembayaran yang diluar dari kebiasaan (Peningkatan pembayaran lebih besar 70% dari masa sebelumnya) ada 3 (tiga) kemungkinan yaitu : 1). Wajib pajak sengaja menunda pembayaran, 2). Terdapat pemberian bonus yang sangat besar. 3). Wajib pajak baru beridiri :D.
Solusi saya biasanya:
Untuk kasus pertama meminta rekapitulasi pembayaran masa beserta rincian. dokumen dasarnya serta pengalokasian biaya pada biaya gaji yang umumnya dilakukan perbulan, dan menghitung sanksi keterlambatan per masa.
Untuk kasus kedua dan ketiga meminta wajib pajak melampirkan surat perjanjian pemberian bonus atau sejenisnya, meminta laporan pemberian gaji dan bonus per karyawan beserta penghitungan pajaknya.
Kesimpulan atas masalah ini adalah sebaiknya sebagi seorang account representative untuk merekapitulasi pelaporan dan pembayaran masa untuk pph pasal 21 secara rutin dan mempertanyakan peningkatan objek pajak dan pembayarannya.
2. Membayar pajak secara monoton dalam jumlah yang sama.
Untuk kasus seperti ini tidak memandang apakah wajib pajak tersebut terdaftar pada KPP Pratama maupun Madya pasti sering ditemui. Untuk pembayaran seperti ini sangatlah kecil kemungkinan kecuali memang jumlah wajib pajak dan objek selalu tidak berubah setiap masanya. Fakta yang terjadi adalah wajib pajak tidak tertib dalam pengadministrasian pembukuan dan beranggapan akan menghitung secara detail pada akhir tahun.
3. Mengecilkan biaya Gaji baik tenaga asing maupun Lokal.
Untuk kasus seperti ini dapat dipastikan bertujuan untuk mengecilkan pajak yang dibayar dan biasanya selisih gaji yang seharusnya dimasukkan dalam biaya yang bersifat abu-abu (Grey Area) yang tidak terkena objek PPh Pasal 21.
Untuk tenaga kerja asing sebenarnya dapat berpedoman pada KEP-173/PJ/2002 yang disertai Lampiran Daftar Standar Gaji Tenaga Kerja Asing, yang menetapkan standard besarnya gaji bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia.
4. Selisih Ekualisasi DPP PPh Pasal 21 dengan Biaya Pada PPh Badan
Untuk kasus seperti ini biasanya merepotkan kedua belah pihak baik bagi AR maupun Wajib Pajak, maka untuk tidak repotnya sebaiknya wajib pajak mempersiapkan data dan dokumennya sehingga pada saat AR mempertanyakan wajib pajak sudah memiliki rekapitulasi data dan dokumen.
5. Memanipulasi Status Perkawinan Karyawan
Untuk kasus seperti ini memang seharusnya tidak terjadi, namun pada praktek dilapangan sering terjadi. Bagi seorang Account Representative yang jeli untuk pengecekan hal ini tidak menjadi masalah, kecuali memang dia tidak jeli. Salah dua cara untuk mengecek adalah meminta sampling ke wajib pajak atau melihat hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Fungsional khususnya Kertas Kerja Pemeriksaan untuk PPh Pasal 21.
Demikianlah beberapa hal yang menjadi perhatian bagi AR maupun wajib pajak dalam rangka tertib administasi dan pengawasan kewajiban perpajakan senis pajak PPh Pasal 21, dan bagi AR jangan sekali-kali berfikir bahwa pajak yang diselewengkan tidak signifikan.
Jika ada hal yang belum saya sampaikan dimohon para pembaca untuk menambahkan atau mengkritisi hal-hal yang saya uraikan diatas. hal tesebut di atas ditulis berdasarkan fakta yang saya hadapi di lapangan.
(Ditulis untuk mengisi waktu satu jam sebelum jadwal berenang dengan anak2 tiba).