Jika pada jurnal  terdahulu telah dibahas tentang Pemindahbukuan, maka sesuai janji saya kali ini coba dibahas pemindahbukuan khusus PPh Pasal 26.  Pembahasan khusus ini bukan karena tanpa alasan,  karena saat ini seorang Account Representative (AR) sangat cepat dalam menangani setiap permohonan yang dilakukan oleh Wajib Pajak sebagai wujud pelayanan prima dan tuntutan reformasi dalam tubuh institusi itu sendiri dan termasuk Pemindahbukuan yang diajukan oleh wajib pajak.

Pada umumnya Wajib Pajak melakukan permohonan pemindahbukuan adalah karena banyak sebab, namun pada jurnal ini coba saya gambarkan beberapa permohonan pemindahbukuan (Pbk) yang diterima di kantor saya terkhusus Pemindahbukuan (Pbk) PPh Pasal 26  antar tahun diantaranya :

  1. Terjadinya 2 (dua) kali  pembayaran terhadap obyek pajak yang sama
  2. Akibat kesalahan pengakuan biaya secara akrual, sementara atas obyek pajak PPh pasal 26 Royalty tidak teralisasi.
  3. Telah dilakukan pembayaran pajak obyek PPh Pasal 26 namun ternyata berdasarkan ketentuan P3B  PPh  seharusnya tidak terutang di Indonesia.
  4. Terjadinya penurunan tarif licensi Royalti  misalnya tahun 2008 sebelumnya  9%  menjadi 4%
  5. Adanya kelebihan pemotongan atau pembayaran Royalti

Dari permohonan tersebut di atas tampak biasa dan tidak ada masalah, namun ditegaskan agar masing-masing pihak lebih berhati-hati agar tidak disebut sebagai pelaku kejahatan.

Sebagai Wajib Pajak

Dalam pengajuan permohonan pemindahbukuan, mudahkanlah AR anda dengan memberikan dokumen dan persyaratan dengan lengkap dan benar, karena sebagai wajib pajak tentu paham akan dokumen terkait untuk membuktikan kebenaran permohonan.

Sebagai Account Representative

Sebelum menerima permohonan lakukan penelitian secara komprehensif atas kebenaran permohonan pemindahbukuan PPh Pasal 26 antar tahun yang diajukan oleh wajib pajak. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya :

  1. Terjadinya 2 (dua) kali  pembayaran terhadap obyek pajak yang sama, a). Obyek PPh Pasal 26 terutang pada saat diakui sebagai biaya (Akrual) tahun 2007 bukan masa/tahun 2008 yaitu pada saat dibayar (Kas)  b). Untuk diteliti kredit pajak masing-masing tahun. c) untuk diteliti dari segi pembebanannya pada laporan laba rugi. d). Pembetulan SPT Masa atas yang diajukan  juga tetap diperlukan.
  2. Akibat kesalahan pengakuan biaya secara akrual, sementara atas obyek pajak PPh pasal 26 Royalty tidak teralisasi, a). Dicermati bahwa proses jurnal akuntansi perusahaan bersandar pada dokumen/bukti pendukung, bukan suatu perkiraan/asumsi/ajustment.  b). Biaya royalty timbul terkait dengan pemanfaatan barang tidak berwujud (HAKI) dari pihak lain yang biasanya dihitung berdasarkan prosentase atas sales/omzet. c). Atas royalty dikenakan PPh Pasal 26 UU PPh sebesar 20% atau tarif menurut P3B (SKD harus dilampirkan), d). Alasan yang dijadikan dasar permohonan PBK WP yakni biaya royalti yg sebelumnya diakui secara akrual kemudian menjadi tidak ada biaya (reverse journal)  tidak didukung dengan bukti pendukung yang kuat berupa bukti transfer, SKD,  invoice,  surat perjanjian (agreement) dll.
  3. Telah dilakukan pembayaran pajak obyek PPh Pasal 26 namun ternyata berdasarkan ketentuan P3B  PPh  seharusnya tidak terutang di Indonesia, a). Pastikan pajak yang terutang atas jasa marketing yang diberikan WPLN Inggris, menurut WP tidak seharusnya terutang di Indonesia dengan meneliti bukti berupa Surat Keterangan Domisili dan Perjanjian kontrak kerja b). Pastikan Atas PPh 26 jasa marketing & biaya royalty, WP telah melakukan pembetulan SPT.
  4. Terjadinya penurunan tarif licensi Royalti  misalnya tahun 2008 sebelumnya  9%  menjadi 4%, a). Teliti atas penurunan tarif royalty apakah berdasar  dengan bukti yang kuat dan kondisi makro ekonomi yang dialami semua pengusaha juga sama (dampak negatif krisis finansial global). b). Pastikan WP telah melampirkan bukti pembayaran/transfer, surat perjanjian (agreement), invoice dan SKD.
  5. Adanya kelebihan pemotongan atau pembayaran Royalti, a). Pastikan atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 26 royalty tsb  didukung dengan bukti yang kuat yakni laporan laba rugi, surat perjanjian (agreement), invoice, bukti pembayaran/transfer dll. b). Pastikan atas PPh Pasal 26 royalty tersebut, WP telah melakukan pembetulan SPT.

Pada prinsipnya, permohonan PBK yang tidak bisa diberikan, adalah “Wajib Pajak tidak bisa membuktikan bahwa SSP yang diajukan untuk dipindahbukukan belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang”,  contohnya:

  • WP tidak melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 23/26
  • SSP yang yang dipindahbukukan telah diakui sebagai kredit pajak dalam SKP hasil pemeriksaan;
  • Kesalahan pembebanan yang menyebabkan pajak yang terutang menjadi lebih kecil/tidak terutang, terhadap alasan yang menjadi dasar permohonan tidak dapat dibuktikan secara material yakni laporan keuangan laba-rugi, ledger, surat perjanjian/agreement/sejenisnya, invoice/sejenisnya (bukti tagihan), bukti pembayaran/transfer, dll
  • Terhadap mitra WPLN yang negaranya memiliki P3B (tax treaty) dengn Indonesia tidak dilampirkan Surat Keterangan Domisili (SKD)menurut PER-61/PJ/2009

Penutup

Sesuai dengan uraian dan penjelasan tersebut di atas, disarankan kepada para wajib pajak yang merasa telah melakukan kesalahan dan telah menikmati Pemindahbukuan (Pbk) yang tidak seharusnya, untuk segera melakukan pembayaran kembali untuk menghindari sanksi-sanksi yang lebih berat lagi. Dan kepada Account representative untuk melakukan pengecekan kembali atas permohonan-permohonan Pemindahbukuan yang telah disetujui namun masih memiliki tingkat kesalahan yang riskan, jika menemukan segera himbau kepada wajib pajaknya. Sebelum anda yang dihimbau untuk membayar oleh pengawasan internal saudara.

(Disusun dan telah dipresentasikan oleh tim Merah Putih)