Pembinaan yang baik bukanlah sekedar mengisi waktu, tetapi sungguh-sungguh membangun hidup, iman, karakter dan mentalitas, serta semangat juang bagi Kerajaan Allah. Tuhan Yesus sendiri mengatakan, “Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa” (Yoh. 12:26). Apakah mungkin seorang yang berdosa, yang penuh dengan kekurangan ini dihormati oleh Allah Bapa? Tetapi ini bukan kalimat manusia. Kalimat ini dinyatakan oleh Tuhan Yesus sendiri. Jika kita sungguh-sungguh melayani Kristus, maka Allah tidak enggan untuk menghormati kita. Kehormatan seperti ini adalah kehormatan yang begitu dahsyat, yang jauh lebih agung dari kehormatan mana pun atau dari siapa pun. Allah menghormati mereka yang hidup sungguh-sungguh melayani Tuhan Yesus. Oleh sebab itu, barangsiapa menjadi hamba Tuhan janganlah sombong, karena dia hanya sekedar mengisi waktu, sementara masih begitu banyak orang yang lebih berpotensi belum dipanggil oleh Tuhan. Sebaliknya, jangan orang yang sungguh-sungguh melayani Tuhan Yesus menjadi minder, karena Allah Bapa di sorga menghormati kita.
Peperangan-peperangan rohani yang kita hadapi dan yang harus kita kerjakan adalah peperangan yang paling sengit dan begitu serius. Peperangan ini jauh lebih serius dari Perang Dunia I dan II. Perang Dunia hanya peperangan yang membunuh manusia dan tidak ada manfaat yang positif secara totalitas. Perang Vietnam adalah peperangan yang sia-sia, peperangan sipil juga sia-sia, Perang Korea juga peperangan yang tidak bermanfaat positif. Semua itu hanyalah peperangan yang membinasakan, dipicu oleh kebencian dan semangat permusuhan. Ini adalah peperangan antara yang sementara dengan yang sementara, antara ciptaan dengan ciptaan. Tetapi, peperangan rohani adalah peperangan kekal, yang melampaui batasan ruang dan waktu. Inilah peperangan di tengah-tengah permusuhan antara Allah dan Setan. Jika kita tidak siap dengan semua perlengkapan yang telah dituliskan di dalam Efesus 6, tidak mungkin kita bisa menghadapi pertempuran ini. Paulus menegaskan bahwa kita harus memakai senjata lengkap untuk masuk ke dalam peperangan rohani ini. Kita harus memakai perisai iman, bukan mengandalkan kekuatan manusia dan percaya diri. Kita juga harus berlutut dengan kekuatan doa. Dan pedang firman dibutuhkan untuk melawan serangan musuh. Saya percaya penuh bahwa semua orang suci di sepanjang zaman dipakai oleh Tuhan untuk berperang dan ketika mereka menyerahkan nyawa mereka di dalam kehendak Tuhan, mereka menyelesaikan tugas mereka dengan kemenangan, menikmati pahala dan mahkota mulia di dalam kekekalan. Di sinilah kemenangan iman. Kita melihat Yesaya digergaji menjadi dua, Yohanes Pembaptis dipancung kepalanya, demikian juga Yakobus. Petrus disalib terbalik dan Paulus dipenggal. Alkitab menyatakan bahwa orang-orang yang setia mengikut Yesus tidak harus dilepaskan dari segala marabahaya. Orang yang setia tidak tentu harus mendapatkan kelancaran, kemakmuran, dan memperoleh semua kesuksesan duniawi, seperti yang diajarkan oleh theologi kemakmuran dan banyak aliran Kharismatik saat ini. Mereka banyak mengajarkan bahwa orang yang ikut Tuhan pasti akan kaya, tidak akan terkena penyakit; kalaupun sakit, pasti akan disembuhkan dan akan mengalami banyak mujizat Tuhan. Ini bukan ajaran Alkitab. Ini bukan ajaran Kristus. Paulus juga tidak pernah menyatakan hal ini. Paulus justru mengatakan pada Timotius, “Setiap orang yang mau hidup beribadah, ia akan mengalami aniaya” (2 Tim. 3:12). Tetapi khotbah seperti ini sudah hilang dari kebanyakan gereja masa kini.

Banyak orang memanipulasi Alkitab, menyelewengkan firman demi market-orien­ta­tion philosophy. Agar gereja bisa semakin besar dan orang senang mendengarnya, maka orang mengkompromikan Firman. Itu bukan kehendak Tuhan. Tuhan berkata, “Barangsiapa setia sampai mati, dia akan mendapatkan mahkota kehidupan” (Why. 2:10). Ketika saya menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan, saya memilih nama Stefanus sebagai nama panggilan saya, karena dia adalah seorang martir bagi Tuhan. Nama Stefanus berarti mahkota. Dari situ, saya terus diingatkan, bahwa untuk mendapatkan mahkota, kita harus rela mati bagi Tuhan terlebih dahulu.

Kita telah membicarakan tentang peperangan dari abad pertama terus sampai abad-abad terakhir, bahkan sampai pada Gerakan Zaman Baru. Saat ini, seluruh dunia mencari zaman yang baru. Tetapi bisakah menemukannya di dalam kekalutan manusia? Apakah Zaman Baru tiba menurut pikiran manusia? Milenium kedua dimasuki dengan pesta besar di seluruh dunia, dengan semangat optimisme yang besar luar biasa, tetapi hanya dalam beberapa tahun saja sudah berubah menjadi pesimisme yang luar biasa. Abad ke-20 adalah abad yang bodoh, karena abad ke-20 dimulai dengan mental optimisme masa depan yang naïf dan diselesaikan dengan optimisme baru menuju kepada hari depan yang naïf juga. Abad ke-20 dimulai dengan tiga ceramah Adolf von Harnack tentang apa itu Kekristenan menurutnya. Tiga topiknya adalah: pertama, Allah adalah Bapa seluruh umat manusia; kedua, persaudaraan semua bangsa di dunia; ketiga, manusia mempunyai jiwa yang tak terbatas tinggi nilainya. Ketiga topik ini sama sekali membuang realita dosa, posisi Kristus, dan keselamatan melalui penebusan. Harnack pernah mengatakan, “Mari kita meninggalkan Paulus dan kembali kepada Yesus.” Maksudnya, mari kita meninggalkan berita Paulus tentang keselamatan, penebusan dosa, dan semua ajaran Kristologi Paulus, dan kembali pada agama yang diajarkan oleh Yesus. Berarti Paulus telah menyeleweng. Paulus berbeda dengan Yesus. Apa yang diajarkan Paulus berbeda dari ajaran Yesus yang asli. Menurut Harnack, yang benar adalah Yesus memperkenalkan seorang Bapa yang penuh dengan kasih menerima seluruh umat manusia sebagai saudara dan di situ kita tidak perlu penebusan, melainkan perlu cinta kasih Allah untuk memperbaharui dunia. Di sini manusia mulai menganggap Kekristenan seharusnya membawa optimisme kepada dunia ini.

Georg Wilhelm Friedrich Hegel adalah orang yang membawa dunia masuk ke dalam filsafat Relativisme dengan pemikiran silogismenya. Hegel adalah profesor dari Karl Marx. Ia sendiri dipengaruhi oleh Fichte dan Schelling, dua filsuf Jerman yang meneruskan pikiran Immanuel Kant. Hegel menganggap pikirannya tentang “tesis, antitesis, dan sintesis” menjadi pikiran cemerlang yang memberikan pemahanan realita bagi dunia. Ia meletakkan filsafat di posisi tertinggi seluruh pengetahuan—bukan theologi. Tetapi setelah dia mati, langsung empat pemikir utama melawannya, yaitu Ludwig Feuerbach, Friedrich Nietzsche, Søren A. Kierkegaard, dan Karl Marx. Empat orang melawannya, sehingga seluruh kesimpulannya hanya dianggap sebagai satu tesis yang menghasilkan empat antitesis yang lain untuk melawan dia. Pikiran relativisme Hegel memberikan warna bagi theologi di Tübingen School sehingga mereka mulai meninggalkan segala kemutlakan.

Optimisme yang melanda seluruh Eropa disaingi oleh seorang yang jernih matanya yaitu Oswald Spangler, dengan bukunya yang berjudul “The Decline of The West” (Runtuhnya Dunia Barat). Tetapi benarkah keruntuhan Barat diikuti oleh kebangkitan Asia? Tidak! Asia hanya tumbuh bagai gelembung sabun yang akan meletus karena tidak mempunyai dasar yang kokoh. Bagaimanapun Barat masih memiliki fondasi Kekristenan sebagai tulang punggung, yang tidak diterima oleh banyak orang modern, tetapi di bawah sadar, sedalam-dalamnya pikiran dan sistem nilai mereka tetap didirikan di atas fondasi Kekristenan.

Setelah 50 tahun menapaki abad ke-20, manusia mulai melihat kelemahan-kelemahan pemikiran modern, karena semua yang diterima dan dijunjung tinggi dalam abad ke-20 hanya tiruan pemikiran abad ke-19. Maka saya mengatakan dengan keluhan, “Abad ke-20 hanya menyediakan wadah tetapi tidak menyediakan isi.” Content with container baru penting; container without content adalah kosong. Abad ke-20 membuat tape recorder untuk merekam dan menyanyikan lagu abad ke-19. Abad ke-20 kita membuat concert hall yang besar tetapi diisi oleh lagu-lagu dari abad-abad lalu. Itu karena lagu-lagu yang baru kebanyakan tidak bermutu. Musik yang indah membawa manusia mengerti harkatnya sebagai manusia. Musik yang bernilai membawa manusia menghadapi kesulitan, bahkan ketika menghadapi kematian pun masih mempunyai pegangan. Musik yang bermutu, sampai kita mati pun, tetap memberikan kekuatan hidup untuk manusia bukan hanya untuk mengisi kekosongan diri saja. Demikian pula gerakan Reformed akan membawa manusia kembali kepada mutu yang sejati. Abad ke-20 ber-container tapi tidak ber-content. Abad ke-20 berpikiran tajam sekali, tetapi tidak berarah; Abad ke-20 menghasilkan lukisan-lukisan modern dengan cara teknik yang baru, tetapi tidak memberikan makna hidup. Sorokin mengatakan, “Lihatlah lukisan abad ke-15; meskipun bentuknya tidak anatomis, memberikan pengharapan manusia berbakti kepada Tuhan. Doanya, matanya, tangannya, sucinya membawa manusia menuju kepada kekekalan yang tinggi sekali. Sedangkan abad ke-19 dan 20, perkembangan filsafat seni lukis diwarnai oleh realisme, impresionisme, abstrak, fabianisme, kubisme. Yang dilukis yaitu pelacur, pedagang di tengah jalan, pengemis, dan gambaran orang-orang yang tidak jelas makna hidupnya. Itulah yang mewarnai lukisan abad ke-20.”

Saya bukan mengatakan kalimat sembarangan atau menjiplak. Saya bukan orang yang suka mengambil pikiran orang lain lalu mencurinya menjadi milik saya. Abad ke-20 adalah abad yang tidak berarah; abad ke-20 adalah abad yang bodoh sekali. Kita mengagumi Marxisme yang merupakan hasil pikiran abad ke-19 lalu dieksperimenkan di abad ke-20. Akhirnya, di mana pikiran Karl Marx merajalela, di situ ekonomi bangkrut. Ceauşescu, seorang diktator Rumania, mengatakan, “Apa salahnya Stalin? Mari kita menghargai orang yang mengubah satu negara petani menjadi negara terkuat dalam hal teknologi nuklir.” Saya harus mengatakan membuat orang mati lebih gampang daripada membuat orang hidup. Kita mudah sekali membunuh seekor nyamuk yang kecil, tetapi tidak seorang pun bisa membuat nyamuk mati menjadi hidup. Membuat bom atom untuk membom ribuan, bahkan jutaan orang, sangatlah mudah. Itu bukan kekuatan hebat. Itu kekuatan perusak. Kierkegaard berkata, “Kekuatan manusia yang terhebat hanyalah kekuatan membunuh sesama manusia. Itu yang disebut sebagai super power.”

Abad ke-20 dimulai dengan semua kampung gelap, diakhiri dengan semua kampung ada lampu neon; Abad ke-20 dimulai dengan semua orang naik kuda, diakhiri dengan setiap negara memiliki kapal terbang; Abad ke-20 dimulai dengan orang berperang memakai batu dan kayu, diakhiri dengan bom nitrogen. Kelihatan hebat, tapi abad ke-20 adalah abad yang membunuh, abad yang saling membenci, abad yang tidak berisi, abad yang tidak berpengharapan. Kita membangun rumah yang tinggi mudah sekali, membangun orang bermoral tinggi tidak mudah. Pada waktu rumah-rumah tinggi dibangun di Jakarta, Beijing, dan Shanghai, pada saat yang sama korupsi makin hari makin meningkat. Abad ke-20 diakhiri dengan semangat optimistik yang luar biasa, tetapi tidak lama kemudian Osama bin Laden mengejutkan semua utopia selama ini. Manusia baru tahu senjata nuklir tidak bisa membomnya, baru tahu militer sekuat Amerika tidak bisa menangkapnya. Apakah manusia hebat? Manusia semakin manja dan semakin sulit berjuang. Saya berdoa agar ketika saya mati, dunia akan melihat bahwa ada seorang yang sudah menjadi piatu sejak usia 3 tahun, boleh mengerjakan pekerjaan yang tidak mungkin dikerjakan oleh orang-orang yang tidak beriman kepada Tuhan. Amin.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/the-battle-of-the-ages-bagian-5